ROUND UP FOKUS

Saat Wajib Pajak Dipermudah dengan Lapor SPT Online, Sudah Cukupkah?

Sapto Andika Candra
Rabu, 16 Maret 2022 | 13.00 WIB
Saat Wajib Pajak Dipermudah dengan Lapor SPT Online, Sudah Cukupkah?

Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) menunjukkan aplikasi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2021 di Pendopo Indramayu, Jawa Barat, Kamis (10/3/2022). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.

661. Angka ini mewakili jumlah akun yang mengunggah tagar #LupaEFIN melalui laman media sosial Twitter selama 3 hari, terhitung sejak Kamis hingga Minggu pada pekan kedua Maret 2022. Frekuensinya melonjak lebih dari 2 kali lipat dibanding pekan sebelumnya. 

Sebagai pembanding, berselang seminggu lebih awal hashtag #LupaEFIN tercatat 'hanya' diunggah oleh 237 akun. Makin ke sini, #LupaEFIN makin banyak diunggah. 

Tagar #LupaEFIN dipromosikan Ditjen Pajak (DJP) sebagai sarana otoritas melayani pengajuan kembali EFIN yang sudah diaktivasi. 

EFIN, electronic filing identification number, kini mendadak menjadi barang yang paling banyak dicari oleh wajib pajak. Deret 10 angka tersebut merupakan 'kunci' bagi wajib pajak dalam bertransaksi elektronik melalui laman DJP Online.

Kenapa makin ramai saja orang mencari-cari nomor EFIN-nya? Maklum, tenggat waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi, 31 Maret setiap tahunnya, kian mepet. Wajib pajak perlu nomor EFIN untuk mengatur ulang password akun DJP Online miliknya.

Namun, perlu dicatat kalau ratusan akun Twitter di atas baru mewakili layanan DJP via media sosial saja. Masih ada kanal lain yang disediakan DJP seperti telepon, live chat, atau pojok konsultasi yang dibuka di masing-masing kantor pajak. Jumlah wajib pajak yang mengakses saluran-saluran tersebut bisa dipastikan jauh lebih banyak lagi.

Dikejar garis finish periode pelaporan, wajib pajak memang berbondong-bondong menyampaikan SPT Tahunannya. Pada masa seperti ini, banyak wajib pajak yang membutuhkan bantuan dari otoritas untuk mengaktivasi EFIN-nya, mengajukan nomor pokok wajib pajak (NPWP), hingga asistensi dalam mengisi lembar SPT-nya.

Padatnya traffic kanal layanan pun dikonfirmasi oleh Ditjen Pajak (DJP). Melalui contact center Kring Pajak, otoritas menyebutkan saluran layanan chat dan telepon mulai dipenuhi oleh wajib pajak yang membutuhkan pendampingan dalam pelaporan SPT Tahunan. 

Saking padatnya saluran layanan, seorang wajib pajak bahkan mengaku membutuhkan waktu berhari-hari hingga pertanyaannya direspons oleh contact center DJP.  

"Apabila kesulitan dalam menghubungi Kring Pajak, kemungkinan hal tersebut disebabkan line telepon dan chat sedang penuh," sebut Kring Pajak merespons salah satu wajib pajak yang mengeluhkan sulitnya mengakses layanan konsultasi. 

Layanan Serbadigital Makin Laris
Fenomena di atas memberi gambaran betapa sekarang semua-muanya serbadigital. Tingginya permintaan EFIN menunjukkan pemanfaatan layanan secara online yang disediakan DJP juga kian diminati. Makin sederhana sebuah sistem, makin banyak pula peminatnya.

Sebenarnya DJP bisa dibilang tidak terlalu terlambat dalam menunggangi arus perubahan sistem teknologi informasi. Sejak 1983, otoritas sudah beberapa kali melakukan reformasi perpajakan untuk memperbaiki proses bisnis. entu saja, tujuan akhirnya adalah mendorong kepatuhan sekaligus mendongkrak penerimaan. 

Salah satu wujud reformasi yang dilakoni adalah penyederhanaan administrasi perpajakan. Demi memperbaiki tingkat kepatuhan, pemerintah mengupayakan kemudahan bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya, termasuk dalam membayarkan dan melaporkan SPT. 

Kalau dulu pelaporan SPT Tahunan dilakukan manual, kini bisa secara online. Tak perlu datang ke kantor pajak, kewajiban menyampaikan SPT Tahunan bisa gugur hanya lewat gadget

Kampanye pelaporan SPT Tahuan secara online cukup masif dilakukan dalam hampir 1 dekade terakhir. Momen pelaporan SPT Tahunan secara online oleh pejabat-pejabat tinggi negara selalu dijadikan bahan pemberitaan media massa arus utama setiap tahunnya. 

Belum lama ini misalnya, Presiden Jokowi sempat mempromosikan pelaporan SPT Tahunan yang dia sebut kian mudah dilakoni. Jokowi membagikan pengalamannya saat melaporkan SPT Tahunan dengan e-filing di DJP Online

"Caranya mudah dan tidak repot karena tidak perlu ke kantor pajak. Bisa kapan saja dan bisa dari mana saja," kata Jokowi, awal Maret 2022. 

Jalan panjang simplifikasi sistem pelaporan SPT Tahunan melalui sistem elektronik sebenarnya sudah berlangsung hampir 2 dekade. Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan, pelaporan SPT Tahunan secara elektronik mulai dirintis DJP sejak 18 tahun lalu, tepatnya 2004, melalui layanan e-filing. Kebijakan ini dituangkan melalui Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-88/PJ/2004. 

Namun, saat itu e-filing baru tersedia melalui application service provider (ASP) saja. Baru pada 2014, 10 tahun kemudian, DJP meluncurkan e-filing yang bisa diakses langsung di laman resmi DJP (pajak.go.id). Jumlah pengguna layanan online ini pun naik tajam.

Pada 2012-2013, jumlah wajib pajak pengguna e-filing melalui ASP hanya sekitar 20.000-an saja. Beranjak ke 2014, bertepatan dengan peluncuran e-filing melalui DJP Online, ada lebih dari 1 juta wajib pajak memanfaatkan layanan tersebut.

Angkanya terus naik tajam hingga pada 2020 tercatat ada lebih dari 10 juta pengguna e-filing. Artinya, jumlah wajib pajak pengguna e-filing mengalami lonjakan nyaris 50.000% kali dalam kurun waktu 8 tahun.

Peningkatan pengguna juga terjadi terhadap layanan e-form yang mulai diluncurkan pada 2017 lalu. Dari 99.218 pengguna pada 2017, kini e-form dipakai oleh lebih dari 850.000 wajib pajak dalam melaporkan SPT-nya. 

Makin larisnya pemanfaatan layanan online DJP berbanding terbalik dengan pelaporan SPT secara manual, atau kerap disebut dengan 'SPT kertas'. 

Jumlah penyampaian SPT secara manual terus mengalami penurunan. Pada 2013, tercatat ada 27,9 juta SPT kertas yang disampaikan. Jumlah tergerus dengan sangat cepat, hingga pada 2020 tercatat hanya 1,3 juta SPT yang disampaikan secara manual. Artinya, pelaporan SPT Tahunan secara manual mengalami penyusutan lebih dari 2.100% dalam waktu 8 tahun.

Munculnya media sosial juga menunjang pelayanan online yang ditawarkan DJP. Melalui kanal-kanal media sosial, termasuk Twitter dan Instagram, otoritas lebih mudah menjangkau wajib pajak. Lupa nomor EFIN? Bisa diajukan lewat Twitter. Bingung cara mengisi formulir SPT? Bisa saling reply di media sosial. Simpel. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah mencakup simplifikasi administrasi pajak. Menurut menkeu, ada 2 aspek perbaikan yang diupayakan pemerintah dalam mereformasi perpajakan yaitu lingkup administratif dan kebijakan. 

Aspek administratif terdiri dari penguatan institusi dan sumber daya manusia, integrasi sistem TIK dan basis data perpajakan, simplifikasi atau penyederhanaan administrasi, penajaman pengawasan dan praktik ekstensifikasi-intensifikasi perpajakan, serta penguatan penegakan hukum. 

“Reformasi perpajakan ini fokus pada penyelarasan sistem perpajakan agar sesuai dengan best practices dan mampu mengantisipasi dinamika faktor sosial ekonomi dalam jangka menengah-panjang,” kata Sri Mulyani di depan anggota parlemen pada medio 2021 lalu. 

Simplifikasi mendongkrak kepatuhan
Kalau saja teknologi itu sosok manusia, otoritas pajak barangkali perlu berterima kasih berulang kali kepadanya. Betapa tidak, berbagai kemudahan dan penyederhanaan yang ditawarkan membuat animo pelaporan SPT Tahunan oleh wajib pajak ikut meningkat. Artinya, tingkat kepatuhan formal wajib pajak mengalami perbaikan.

Sesuai dengan prinsip pemungutan pajak self assesment yang dianut Indonesia, perbaikan kepatuhan formal tentu berkorelasi erat dengan peningkatan kepatuhan materiel. Ujungnya, penerimaan pajak ikut terdongkrak.

Rasio kepatuhan pelaporan SPT Tahunan oleh wajib pajak tercatat terus menanjak dari tahun ke tahun. Lonjakan cukup tinggi terjadi pada 2014, bersamaan dengan dirilisnya layanan e-filing di laman resmi Ditjen Pajak (DJP Online). Saat itu, rasio kepatuhan formal dalam pelaporan SPT Tahunan naik menjadi 59,12%, dari 56,21% pada tahun sebelumnya. 

Secara berangsur, rasio kepatuhan pelaporan SPT Tahunan PPh oleh wajib pajak terus meningkat. Terakhir, pada 2021 tingkat kepatuhan formal dalam pelaporan SPT Tahunan mencapai 84%, dengan lebih dari 15,9 juta wajib pajak melaporkan SPT-nya. 

Seluruh perbaikan ini erat kaitannya dengan penyederhanaan administrasi perpajakan, sejalan dengan asas ease of administration yang disampaikan oleh Adam Smith. Salah satu indikator yang menunjang kemudahan administrasi ini adalah kenyamanan dan kemudahan prosedur bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Makin mudah prosedur, makin tinggi pula kepatuhan wajib pajak. 

Managing Partner DDTC Darussalam menyebutkan bahwa simplifikasi merupakan salah satu racikan utama dalam proses reformasi perpajakan yang berlangsung saat ini. Darussalam meyakini berbagai terobosan di bidang teknologi informasi terkait dengan administrasi perpajakan bisa menjadi jawaban atas tantangan rumitnya peraturan perpajakan yang dinamis dan cukup rumit. 

"Berbagai terobosan di bidang teknologi informasi administrasi perpajakan tentu bisa menjadi ‘obat penawar’. Penetrasi informasi yang lebih direct, pelayanan yang prima, implementasi AI, serta berbagai fitur-fitur yang ditawarkan memberikan kesederhanaan," ujar Darussalam.

Dia juga mengingatkan bahwa era transparansi pajak sudah di depan mata. Artinya, ruang bagi wajib pajak untuk bermain atas ketidakpatuhan makin sempit. Dengan administrasi perpajakan yang lebih sederhana, harapannya kepatuhan ikut meningkat. 

Bicara soal kepatuhan, DJP sebenarnya menyiapkan kesempatan kedua bagi wajib pajak yang belum dan/atau belum sepenuhnya patuh. Kesempatan kedua yang dimaksud diberikan melalui program pengungkapan sukarela (PPS) yang berlangsung selama 6 bulan, dari 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Pemerintah mengeklaim kebijakan PPS menjadi bagian dari program peningkatan kepatuhan wajib pajak serta menjadi salah satu substansi dari reformasi administrasi dan kebijakan pajak.

Simplifikasi (Harus) Terus Berlanjut
Upaya penyederhanaan administrasi perpajakan, termasuk soal pelaporan SPT Tahunan masih berlanjut. Bahkan bisa dibilang, simplifikasi administrasi perpajakan memang harus dilanjutkan dan disempurnakan.

Terbaru, DJP menutup salah satu saluran pelaporan SPT Tahunan yakni e-SPT. Penutupan dilakukan per 28 Februari 2022 lalu. Kini praktis kanal pelaporan SPT Tahunan 'tersisa' 3 yakni e-filing, e-form, dan saluran yang disediakan penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP). 

Otoritas berdalih penutupan e-SPT merupakan bagian dari perbaikan layanan pelaporan SPT Tahunan.  Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor menyebutkan alasan utama penghapusan e-SPT adalah peningkatan efisiensi pelaporan dan kualitas data perpajakan.

Manager DDTC Fiscal Research & Advisory Denny Visaro menambahkan tujuan utama simplifikasi adalah memudahkan wajib pajak untuk patuh. Buntutnya, menurunkan biaya kepatuhan. Namun, Denny mengakui simplifikasi dalam sistem pajak bukan hal yang mudah.

Mengutip Jeffrey Partlow (2013), upaya simplifikasi pajak memiliki risiko berbenturan dengan pemenuhan prinsip sistem pajak itu sendiri, seperti efisiensi dan keadilan. Artinya, dalam konteks tertentu, kompleksitas dalam kebijakan pajak memang tak terhindarkan.

"Oleh karena itu, simplifikasi memerlukan kehati-hatian dan lebih mengedepankan aspek kemudahan berbasis teknologi. Selain itu, simplifikasi memang sebaiknya tidak dilakukan semata-mata untuk secara langsung mendongkrak penerimaan," kata Denny.

Denny menekankan, spirit dalam simplifikasi pajak haruslah membangun budaya kepatuhan secara sukarela agar pajak menjadi lebih dekat pada masyarakat. Dalam hal ini, dia menilai pemerintah sudah berada dalam arah yang tepat dengan cara tersebut.

"Dengan adanya sistem inti administrasi pajak, di mana setiap data wajib pajak semakin terintegrasi, kita dapat mengantisipasi berbagai simplifikasi lebih lanjut yang dibutuhkan masyarakat," kata Denny. 

Kendati begitu, ada catatan penting untuk pemerintah. Simplifikasi pada hakikatnya hanya salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Upaya lainnya seperti edukasi dan peningkatan literasi perpajakan masih berperan sebagai kunci jangka panjang dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk patuh pajak.

Pemerintah perlu memahami kembali bahwa tax intermediaries atau penyedia jasa perpajakan perlu berpartisipasi lebih luas dalam mengemban peran penting tersebut. Dengan spirit yang sama, masyarakat dapat dibawa untuk lebih sadar akan peran penting pajak sehingga kepatuhan secara sukarela dapat dibangun. Ya, kepatuhan pajak sebaiknya muncul dari kesadaran masyarakat sendiri, bukan semata-mata karena 'lapor SPT-nya gampang'. (sap)

 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.