BERITA PAJAK SEPEKAN

Lagi, Implementasi e-Faktur Versi 3.0 Jadi Topik Terpopuler

Ringkang Gumiwang | Sabtu, 03 Oktober 2020 | 08:01 WIB
Lagi, Implementasi e-Faktur Versi 3.0 Jadi Topik Terpopuler

Gedung Ditjen Pajak. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Implementasi e-faktur 3.0 secara nasional resmi berjalan mulai 1 Oktober 2020. Beragam informasi terkait dengan e-faktur 3.0 menyedot perhatian publik paling besar sepanjang pekan ini.

Ditjen Pajak menyatakan telah melakukan pemberitahuan surat elektronik (e-mail) kepada 542.000 Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk segera memperbarui aplikasi dari e-faktur 2.2 menjadi e-faktur 3.0.

Apalagi, e-faktur 2.2 direncanakan tidak bisa lagi digunakan oleh PKP pada pekan depan. Untuk itu, PKP diimbau untuk segera memperbarui e-faktur dengan versi terbaru. Simak ‘Cara Update E-Faktur Versi 3.0’.

Baca Juga:
Dirjen Anggaran Sebut Surplus APBN 2024 Tak Bakal Setinggi Tahun Lalu

Setidaknya terdapat empat fitur baru dalam e-faktur versi 3.0 antara lain prepopulated pajak masukan, prepopulated SPT, sinkronisasi kode cap fasilitas, dan prepopulated pemberitahuan impor barang (PIB).

Selain itu, DJP juga mengingatkan PKP wajib memakai e-faktur web based untuk pelaporan SPT Masa PPN seiring dengan dimulainya implementasi e-faktur 3.0 secara nasional pada 1 Oktober 2020.

Menurut DJP, pelaporan SPT Masa PPN menggunakan skema Comma Separated Values (CSV) melalui DJP Online dan saluran tertentu lainnya tidak dapat dilakukan mulai masa pajak September 2020.

Baca Juga:
Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Selain itu, jika akan melakukan pelaporan SPT Masa PPN atau pembetulan SPT Masa PPN untuk masa pajak sebelum September 2020, PKP dapat melakukan posting SPT pada aplikasi e-faktur 3.0 kemudian melaporkan CSV melalui DJP Online. Berikut berita pajak pilihan lainnya (28 September-2 Oktober).

Diperpanjang, 4 Fasilitas PPh PP 29/2020 Berlaku Hingga Desember
Pemerintah memperpanjang masa pemberlakuan empat fasilitas pajak penghasilan (PPh) yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 143/2020

Empat fasilitas PPh dalam penanganan Covid-19 tersebut antara lain pertama, tambahan pengurangan penghasilan neto bagi wajib pajak dalam negeri yang memproduksi alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga.

Baca Juga:
Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Kedua, sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Ketiga, pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima sumber daya manusia di bidang kesehatan.

Keempat, pengenaan tarif PPh 0% dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta.

BKF: Isi Omnibus Law Perpajakan Bakal Dilebur ke RUU Cipta Kerja
Kementerian Keuangan menyatakan pembahasan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian tidak akan berlanjut.

Baca Juga:
Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Hal ini dikarenakan poin penting dalam RUU tersebut telah dimuat dalam Perpu No.1/2020 yang kini disahkan menjadi UU No. 2/2020. Sisanya, akan ditampung dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang kini tengah dalam proses pembahasan di DPR.

Menurut Kemenkeu, penggabungan dua rencana omnibus law dalam satu RUU tidak menjadi soal. Rencananya, penurunan tarif PPh badan menjadi 20% pada 2022 akan diatur dalam RUU Cipta Kerja.

DPR Akhirnya Sahkan RUU Bea Meterai Jadi Undang-Undang
DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Bea Meterai menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar Selasa (29/9/2020).

Baca Juga:
Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Payung hukum ini rencananya mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Salah satu perubahannya mengenai tarif bea meterai, yang sebelumnya terdiri atas Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi tarif tunggal senilai Rp10.000.

Dokumen usaha kecil dan menengah yang bernilai di bawah atau sama dengan Rp5 juta tidak perlu membayar bea meterai untuk dokumen. Pada ketentuan yang lama, dokumen di atas Rp1 juta wajib membayar bea meterai.

Putusan MK: Menkeu Tak Punya Otoritas Tentukan Ketua Pengadilan Pajak
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi atas Pasal 8 ayat (2) UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. Ketua dan wakil ketua Pengadilan Pajak kini dipilih oleh internal hakim tanpa keterlibatan menteri keuangan.

Baca Juga:
Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

Pasal 8 ayat 2 UU Pengadilan Pajak, yang menyatakan ketua dan wakil ketua Pengadilan Pajak diangkat oleh presiden dari para hakim Pengadilan Pajak yang diusulkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung (MA), dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Permohonan uji materi atas Pasal 8 ayat (2) UU No. 14/2002 tersebut diajukan oleh tiga hakim Pengadilan Pajak, yaitu Haposan Lumban Gaol, Triyono Martanto dan Redno Sri Rezeki.

Baru Terbit! Pemerintah Tawarkan Insentif Bea Masuk DTP
Pemerintah memberikan insentif perpajakan berupa fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (DTP) atas bahan baku yang diimpor oleh industri sektor tertentu yang terdampak pandemi Covid-19.

Baca Juga:
Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan

Insentif tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 134/2020. Dalam PMK itu, pemerintah menilai pandemi Covid-19 telah menimbulkan kerugian material yang semakin besar dan berdampak pada perlambatan ekonomi, penurunan penerimaan negara, dan memengaruhi stabilitas ekonomi nasional.

Sektor industri tertentu yang tercakup dalam PMK No. 134/2020 dan berhak mendapatkan bea masuk DTP sebanyak 33 sektor industri dengan pagu bea masuk DTP yang bervariasi untuk masing-masing sektor industri. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara