OMNIBUS LAW

BKF: Isi Omnibus Law Perpajakan Bakal Dilebur ke RUU Cipta Kerja

Dian Kurniati | Kamis, 01 Oktober 2020 | 16:11 WIB
BKF: Isi Omnibus Law Perpajakan Bakal Dilebur ke RUU Cipta Kerja

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu. (tangkapan layar Zoom)

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mengatakan pembahasan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian tidak akan berlanjut.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menyebut poin penting dalam RUU tersebut telah dimuat dalam Perpu No.1/2020 yang kini telah disahkan menjadi UU No. 2/2020. Sisanya akan ditampung dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang kini tengah dalam proses pembahasan di DPR.

"Tentang pajak, tidak ada yang hilang. Semuanya masuk ke Omnibus Law Cipta Kerja klaster perpajakan. Kami hemat energi dan waktu, karena suasana lagi susah [untuk bertemu DPR]," katanya melalui konferensi video, Kamis (1/10/2020).

Baca Juga:
Pemerintah Minta Masukan Publik Soal RUU P2SK, Kirim ke Laman Berikut

Febrio menilai tidak ada masalah dengan penggabungan dua rencana omnibus law dalam satu RUU. Semula, pemerintah mengajukan RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan secara terpisah kepada DPR, tetapi dalam pembahasannya disatukan menjadi hanya RUU Cipta Kerja.

Menurutnya, kedua omnibus law tersebut sama-sama bertujuan meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Dia pun berharap upaya reformasi perpajakan tetap berlanjut walaupun RUU Omnibus Law Perpajakan tidak berlanjut.

Febrio menjelaskan isu penting dalam RUU Omnibus Law Perpajakan mengenai penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 22% telah termuat dalam UU No. 2/2020. Sementara itu, RUU Cipta Kerja akan melanjutkan rencana penurunan tarif PPh badan menjadi 20% pada 2022.

Baca Juga:
Memahami, Memaknai, dan Menyikapi Putusan MK atas PUU Cipta Kerja

Selain penurunan tarif PPh badan, poin lain pada RUU Omnibus Law Perpajakan yang telah termuat dalam UU No.2/2020 yakni perlakuan perpajakan dalam kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Kemudian, ada perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk untuk penanganan kondisi darurat serta pemulihan dan penguatan ekonomi nasional.

"Ini sangat efisien. Bagaimana reform yang direncanakan masuk ke dalam satu omnibus law. Tidak terpisah. Lebih efisien," ujarnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Sabtu, 09 Desember 2023 | 08:00 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Kebut Impor Barang Kiriman TKI, DJBC Buka Help Desk Perekaman CN/PIBK

Jumat, 08 Desember 2023 | 17:55 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bahas PPN DTP Rumah, DJP Kembali Adakan Kelas Pajak

Jumat, 08 Desember 2023 | 17:53 WIB PPN PRODUK DIGITAL

Tambah Lagi, Dirjen Pajak Tunjuk 2 Pemungut PPN Produk Digital PMSE

Jumat, 08 Desember 2023 | 16:39 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pindah Domisili, Alamat Wajib Pajak di KTP dan NPWP Beda? Ubah Data

Jumat, 08 Desember 2023 | 16:37 WIB PMK 120/2023

Jual Rumah dengan PPN DTP, PKP Perlu Perhatikan Kode Faktur

Jumat, 08 Desember 2023 | 15:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Insentif DTP untuk PPN Terutang November-Desember 2024, DJP Bilang Ini

Jumat, 08 Desember 2023 | 15:37 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2022

Hindari Tumpang Tindih Penanganan WP, Komite Kepatuhan DJP Punya DSP4

Jumat, 08 Desember 2023 | 15:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Ketentuan Faktur Pajak atas PPN DTP Rumah Tapak dan Rusun