BERITA PAJAK HARI INI

Tambah Lapisan Penghasilan Kena Pajak, Sri Mulyani Bakal Naikkan Tarif

Redaksi DDTCNews
Selasa, 25 Mei 2021 | 08.07 WIB
Tambah Lapisan Penghasilan Kena Pajak, Sri Mulyani Bakal Naikkan Tarif

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan menambah lapisan penghasilan kena pajak orang pribadi yang akan dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 35%. Rencana tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (25/5/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah berencana mengubah lapisan (layer/bracket) penghasilan kena pajak dan PPh orang pribadi. Akan ada lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun dengan tarif PPh sebesar 35%.

Dia tidak menjelaskan secara detail lapisan dan tarif PPh orang pribadi yang akan menjadi usulan perubahan. Sri Mulyani hanya menegaskan perubahan lapisan penghasilan kena pajak beserta tarif PPh OP itu tidak berdampak besar pada masyarakat Indonesia.

“Itu hanya sedikit sekali orang di Indonesia yang masuk dalam kelompok ini [orang berpenghasilan di atas Rp5 miliar per tahun]. Mayoritas masyarakat kita tidak berubah dari sisi bracket-nya maupun tarifnya,” ujar Sri Mulyani.

Dalam ketentuan saat ini, sesuai dengan Pasal 17 UU PPh, ada 4 layer penghasilan kena pajak dengan besaran tarif PPh yang berbeda-beda. Pertama, penghasilan kena pajak sampai Rp50 juta dengan tarif 5%. Kedua, penghasilan kena pajak di atas Rp50 juta – Rp250 juta dengan tarif 15%.

Ketiga, penghasilan kena pajak di atas Rp250 juta – Rp500 juta dengan tarif 25%. Keempat, penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta dengan tarif 30%. Simak ‘Skema PPh OP, Sri Mulyani Sebut Rencana Penambahan Tarif 35%’.

Selain tentang lapisan penghasilan kena pajak, ada pula bahasan mengenai reorganisasi instansi vertikal Ditjen Pajak (DJP), rencana perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN), rencana pengenaan alternative minimum tax (AMT), hingga pelaksanaan UU Pengampunan Pajak.  

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Ability to pay

Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan kebijakan PPh ke depan akan disesuaikan dengan kemampuan membayar (ability to pay) wajib pajak dan bersifat progresif.

"Kebijakan pajak memperhatikan aspek administrasi dan aspek fairness serta mempertimbangkan fungsi pajak dalam konteks budgetair dan regulerend untuk mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat," katanya.

Sebelumnya, World Bank dalam laporan berjudul Indonesia Economic Prospect mengusulkan penetapan lapisan penghasilan kena pajak baru di atas 4 lapisan penghasilan kena pajak yang saat ini berlaku. Tarif yang dikenakan atas lapisan penghasilan kena pajak tertinggi ini diusulkan sebesar 35%. Simak ‘World Bank Usulkan Indonesia Revisi Skema Tarif PPh Orang Pribadi’. (DDTCNews/Kontan)

  • Penghasilan Pasif

Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat rencana penambahan layer penghasilan kena pajak dengan tarif PPh 35% merupakan hal yang wajar. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19, berbagai lembaga internasional juga merekomendasikan pengenaan pajak bagi kelompok orang kaya.

Untuk Indonesia, wacana tersebut relevan karena hingga saat ini, penerimaan PPh orang pribadi juga belum optimal. Namun, dia meminta pemerintah juga memperhatikan kemungkinan sumber penghasilan orang kaya yang berasal dari penghasilan pasif.

“Oleh karena itu, pemungutan pajak kelompok superkaya perlu mempertimbangkan skema lain, seperti pajak berbasis kekayaan, pajak warisan, dan sebagainya,” kata Darussalam. (Kontan)

  • Kontribusi Penerimaan Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan KPP Madya akan bertambah dari 20 menjadi 38 unit. Dengan penambahan tersebut, target kontribusi pajak yang dikumpulkan KPP Madya juga naik menjadi 33,79%, dari selama ini hanya 19,53%.

"Artinya, kinerja dari KPP Madya akan sangat menentukan dari kinerja keseluruhan penerimaan pajak kita," katanya. Simak pula ‘Ternyata Ini 5 Perubahan Mendasar Penataan Instansi Vertikal DJP’ dan ‘18 KPP Madya Baru, Dirjen Pajak Harap Proses Transisi Berjalan Lancar’. (DDTCNews/Kontan)

  • Kebijakan PPN

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan rencana perubahan kebijakan PPN kepada Komisi XI DPR. Dia mengatakan pemerintah tengah mengkaji penerapan skema PPN multitarif berdasarkan pada jenis barangnya. Menurutnya, skema ini akan membuat kebijakan tarif PPN menjadi lebih adil bagi masyarakat.

"Kami melihat PPN sangat penting dari sisi keadilan atau jumlah sektor yang harus tidak dikenakan atau dikenakan," katanya. (DDTCNews)

  • Alternative Minimum Tax

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan reformasi perpajakan perlu didesain untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan. Hal ini terutama untuk merespons adanya celah yang dimanfaatkan wajib pajak badan untuk melakukan penghindaran pajak atau tax avoidance.

“Kita akan melakukan alternative minimum tax approach supaya compliance menjadi lebih bisa diamankan," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (24/5/2021).

Rencana pengenaan AMT ini sejatinya juga sudah muncul pada 2016, saat pemerintah berencana merevisi UU PPh. Rencana ini muncul setelah maraknya wajib pajak badan yang mengaku rugi bertahun-tahun tapi bisnisnya tetap berjalan. Simak ‘Pemerintah Bakal Pakai Alternative Minimum Tax, Ini Kata Sri Mulyani’. (DDTCNews)

  • Pelaksanaan UU Pengampunan Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta seluruh jajaran di DJP tetap konsisten menjalankan UU Pengampunan Pajak atau tax amnesty beserta aturan turunannya. Sejak disahkan pada 2016, sambungnya, tetap ada sejumlah konsekuensi yang harus dijalankan hingga saat ini.

"Saya minta teman-teman Ditjen Pajak melaksanakannya sesuai dengan peraturan UU Tax Amnesty dan peraturan pemerintah serta PMK-nya secara konsisten," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Pemanfaatan Data AEoI

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyinggung topik tax amnesty ketika menghadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR kemarin. Sri Mulyani mengatakan UU Pengampunan Pajak telah memuat sejumlah rambu mengenai upaya untuk mendorong kepatuhan setelah program berakhir, termasuk pemanfaatan automatic exchange of information (AEoI).

Sri Mulyani mengatakan tindak lanjut data perpajakan yang diperoleh dari AEoI juga menggunakan pasal-pasal yang ada pada UU Pengampunan Pajak. Selain UU, pemerintah juga menerbitkan PP No. 36/2017 dan PMK No. 165/2017 dalam mendorong kepatuhan wajib pajak.

Pemerintah, lanjutnya, telah memberikan pilihan kepada wajib pajak untuk patuh, baik melalui tax amnesty maupun fasilitas lainnya. Pemerintah juga akan fokus pada penerimaan dibandingkan tindak lanjut penuntutan pidana. Simak ‘Rapat dengan DPR, Sri Mulyani Singgung Tax Amnesty’ (DDTCNews/Kontan)

  • Insentif Pajak

Pemerintah mencatat realisasi insentif pajak yang diserap oleh dunia usaha hingga 18 Mei 2021 sudah mencapai Rp29,51 triliun atau 52% dari alokasi anggaran yang disiapkan senilai Rp56,73 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan insentif pajak merupakan bagian dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Hingga 18 Mei 2021, realisasi serapan program PEN mencapai Rp182,39 triliun atau 26,1% dari pagu Rp699,43 triliun. (DDTCNews/Kontan) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
widyadisty tiara
baru saja
mantap menurut saya ini kebijakan yang cukup adil
user-comment-photo-profile
Geovanny Vanesa Paath
baru saja
Kebijakan yang cukup adil untuk menambah bracket menjadi sampai 35% yang utamanya menyasar kepada kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, karena jika melihat kondisi yang sulit pada saat ini pun pengaruhnya tidak begitu signifikan bagi kelompok kaya.