BERITA PAJAK HARI INI

Untuk Validasi, Marketplace Diminta Sampaikan Juga Nama Akun Pedagang

Redaksi DDTCNews
Senin, 11 Agustus 2025 | 07.30 WIB
Untuk Validasi, Marketplace Diminta Sampaikan Juga Nama Akun Pedagang
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Penyedia marketplace selaku pihak lain wajib untuk turut menyampaikan nama akun milik pedagang dalam negeri yang berdagang di marketplace. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (11/8/2025).

Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh II DJP Ilmiantio Himawan mengatakan informasi nama akun diperlukan mengingat pedagang sering kali memiliki akun dengan nama yang berbeda dengan nama asli.

"Pedagang online yang listing di marketplace itu memiliki karakter yang unik. Dia bisa menamai tokonya misal rizal123 atau gatarakeren. Jadi, dia menggunakan toko yang bukan namanya aslinya," katanya.

Nama akun diperlukan agar Ditjen Pajak (DJP) bisa melakukan validasi atas pedagang dalam negeri dimaksud. Validasi menjadi penting karena PPh Pasal 22 yang dipungut oleh penyedia marketplace merupakan kredit pajak bagi pedagang dalam negeri.

"Siapa pihak yang bisa mengkreditkan [PPh Pasal 22] itu menjadi penting. Kalau pihak yang mengkreditkan itu penting, menjadi perlu juga untuk [memastikan] kebenaran pedagang tadi," ujar Ilmiantio.

Merujuk pada Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025, setidaknya terdapat 4 jenis informasi yang harus disampaikan oleh penyedia marketplace bisa sudah ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.

Pertama, NPWP/NIK dan alamat korespondensi pedagang, surat pernyataan yang disampaikan oleh pedagang dalam negeri bahwa omzetnya sudah melebihi atau belum melebihi Rp500 juta, dan surat keterangan bebas yang disampaikan oleh pedagang dalam negeri.

Kedua, informasi lain berupa:

  • nama, nama akun, dan/atau pilihan negara pedagang dalam negeri;
  • NPWP atau tax identification number dan/atau alamat korespondensi penyedia marketplace selaku pihak lain; dan
  • alamat email dan nomor telepon pembeli barang/jasa.

Ketiga, informasi yang termuat dalam dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemungutan PPh Pasal 22. Adapun informasi yang dimaksud antara lain:

  • nomor dan tanggal dokumen tagihan;
  • nama pihak lain;
  • nama akun pedagang dalam negeri;
  • identitas pembeli barang/jasa berupa nama dan alamat;
  • jenis barang/jasa, jumlah harga jual, dan potongan harga; dan
  • nilai PPh Pasal 22 bagi pedagang dalam negeri masing-masing.

Keempat, PPh Pasal 22 yang sudah dipungut dan disetorkan oleh penyedia marketplace.

PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh penyedia marketplace adalah sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima pedagang dalam negeri sebagaimana tercantum dalam dokumen tagihan.

PPh Pasal 22 sebesar 0,5% tersebut bisa diklaim sebagai kredit pajak pada tahun berjalan ataupun bagian dari pelunasan PPh final.

Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai pemerintah yang bisa memutus akses atas penyedia marketplace sebagai pihak lain. Kemudian, terdapat pembahasan tentang pemanfaatan insentif pajak terkait dengan kegiatan filantropi yang dinilai masih belum maksimal.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Pemerintah Bisa Putus Akses Marketplace yang Tidak Pungut Pajak

Penyedia marketplace yang telah ditunjuk melalui keputusan dirjen pajak sebagai pihak lain harus melaksanakan pemungutan PPh Pasal 22 sesuai dengan PMK 37/2025.

Bila tidak melaksanakan pemungutan pajak, pemerintah bisa melakukan pemutusan akses atas penyedia marketplace yang telah ditunjuk sebagai pihak lain tersebut.

"Pihak lain ... yang tidak memenuhi ketentuan dalam PMK beserta peraturan pelaksanaannya ... selain dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, juga dikenai sanksi berupa pemutusan akses setelah diberi teguran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," bunyi diktum ketiga format keputusan dirjen pajak penunjukan penyedia marketplace sebagai pihak lain dalam Lampiran A PER-15/PJ/2025. (DDTCNews)

Sistem Pajak Indonesia Belum Sepenuhnya Akomodasi Kegiatan Filantropi

Pemanfaatan insentif pajak terkait dengan kegiatan filantropi di Indonesia dinilai masih belum maksimal. Berdasarkan estimasi belanja pajak 2025 pada Laporan Belanja Perpajakan 2023, pajak yang tidak dipungut karena adanya fasilitas pajak berupa sumbangan sebagai pengurang penghasilan bruto hanya sekitar Rp17 miliar.

Tak hanya itu, pengecualian pajak atas sisa lebih lembaga sosial/keagamaan diestimasikan hanya mencapai Rp6 miliar, sedangkan pengecualian pajak atas sisa lebih lembaga pendidikan/litbang mencapai Rp1,6 triliun.

"Dengan nilai yang masih kecil, artinya keberpihakan pemerintah untuk insentif di bidang filantropi itu masih sedikit. Atau kedua, masih sedikit orang-orang yang memanfaatkan insentif tersebut," kata Director of DDTC Fiscal Research and Advisory B. Bawono Kristiaji. (DDTCNews)

Sri Mulyani Minta Periset Ikut Bujuk Industri Pakai Supertax Deduction Litbang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong agar para peneliti untuk turut mengajak pelaku industri memanfaatkan fasilitas supertax deduction atas kegiatan litbang.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah menyediakan fasilitas supertax deduction untuk mendorong sektor swasta melakukan kegiatan litbang. Menurutnya, skema fasilitas supertax deduction akan sangat menguntungkan baik bagi peneliti maupun pelaku industri.

"Saya berharap Bapak dan Ibu peneliti sekalian untuk agak entrepreneurial, ajak saja industri terus bilang 'Eh kalau kamu meneliti sama saya, kamu keluarin Rp1 miliar, you can deduct tripple dari pajak Anda'. Itu kan malah untung, mestinya," katanya. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan)

Dirjen Bea Cukai Pede Fasilitas KB Efektif Dorong Kinerja Ekspor

Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menilai pemberian fasilitas kawasan berikat akan efektif mendorong kinerja produksi dan ekspor nasional.

Hal itu Djaka sampaikan saat mengunjungi salah satu perusahaan penerima kawasan berikat. Dia berharap makin banyak perusahaan yang memanfaatkan fasilitas kepabeanan tersebut, terutama yang berorientasi ekspor.

"Dengan segala kemudahan yang diberikan, kawasan berikat menjadi pilihan menarik bagi pelaku usaha global untuk mengembangkan bisnis mereka," ujarnya. (DDTCNews)

Mendagri Ingatkan Pemda Hati-Hati Bikin Kebijakan Pajak Daerah

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memperingatkan para kepala daerah agar berhati-hati dalam membuat kebijakan pajak daerah karena dapat berdampak pada rakyat kecil.

Hal ini dia sampaikan untuk merespons polemik kebijakan Bupati Pati Sudewo yang menaikkan tarif PBB-P2 sebesar 250%. Menurutnya, pemda dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah perlu memperhatikan kemampuan masyarakatnya.

"Saya minta kepala-kepala daerah lain, dalam buat kebijakan, jangan hanya melihat aspek normatif hukum. Namun, juga mempertimbangkan aspek sosial, dampaknya ke masyarakat bagaimana?" ujar Tito. (Tirto, Detik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.