JAKARTA, DDTCNews - Terdakwa pada perkara tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dijatuhi pidana bersyarat/pengawasan.
Hal ini diatur oleh Mahkamah Agung (MA) pada Peraturan MA (Perma) 3/2025 yang menjadi pedoman bagi hakim dalam menangani perkara tindak pidana di bidang perpajakan.
"Pidana bersyarat/pengawasan tidak dapat dijatuhkan kepada terdakwa tindak pidana di bidang perpajakan," bunyi Pasal 17 ayat (4) Perma 3/2025, dikutip Rabu (24/12/2025).
Dalam Pasal 15 Perma 3/2025, ditegaskan bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa tindak pidana di bidang perpajakan adalah:
Sesuai dengan Pasal 14 Perma 3/2025 serta Pasal 44B UU KUP, pidana denda tanpa pidana penjara dapat dijatuhkan terhadap terdakwa yang melunasi pokok pajak dan sanksi administratif berdasarkan Pasal 44B UU KUP ketika perkara pidana sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Pembayaran pokok pajak dan sanksi administratif menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan lamanya pidana penjara dan besarnya pidana denda.
Sebagai informasi, pidana bersyarat adalah pidana yang memungkinkan terpidana untuk tidak menjalani hukumannya berdasarkan putusan hakim sepanjang terpidana memenuhi syarat-syarat tertentu selama masa percobaan. Pidana bersyarat diatur pada Pasal 14a hingga Pasal 14f KUHP lama.
Sementara itu, pidana pengawasan adalah alternatif dari pidana penjara yang diatur dalam KUHP baru yang mulai berlaku pada tahun depan, yakni UU 1/2023. Pidana pengawasan dapat dijatuhkan terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun.
Pidana pengawasan dijatuhkan paling lama sama dengan pidana penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 tahun. Adapun syarat umum dalam putusan pidana pengawasan adalah terpidana tidak akan melakukan tindak pidana lagi.
Selain syarat umum di atas, putusan pidana pengawasan juga bisa memuat syarat khusus, yakni:
