SEPERTI halnya pegawai tetap yang mulai bekerja pada tahun berjalan, penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pegawai tetap yang berhenti bekerja pada tahun berjalan juga perlu memerhatikan hilang atau tidaknya kewajiban pajak subjektifnya. Simak Menghitung PPh Pasal 21 Bagi Pegawai yang Jadi SPDN di Tahun Berjalan
Hilang atau tidaknya kewajiban pajak subjektif menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir bagi pegawai tetap yang berhenti bekerja pada tahun berjalan.
Apabila kewajiban pajak subjektif pegawai tetap berakhir sebelum Desember maka penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir dihitung berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan. Selain itu, penghitungan pajak terutangnya dilakukan secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
Namun, apabila pegawai tetap tersebut tidak kehilangan kewajiban subjektifnya maka penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir tidak dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan (tidak disetahunkan).
Nah, seri kelas pajak kali ini akan memberikan contoh penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap yang berhenti bekerja pada tahun berjalan sekaligus kehilangan kewajiban pajak subjektifnya berdasarkan ketentuan PMK 168/2023.
Misal, Tuan Jacob merupakan warga negara asing (WNA) mulai bekerja di PT X sejak 2020. Tuan Jacob berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/0). Pada 1 September 2024, Tuan Jacob berhenti bekerja dan meninggalkan Indonesia untuk kembali ke negara asalnya untuk selamanya. Selama 2024, Tuan Jacob menerima atau memperoleh gaji senilai Rp18.500.000 per bulan.
Berdasarkan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Tuan Jacob (TK/ 0) maka besarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Tuan Jacob dihitung berdasarkan tarif efektif (TER) bulanan kategori A dengan tarif sebesar 8%.
Penghitungan PPh Pasal 21 pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan Jacob adalah sebagai berikut:

Mengingat Tuan Jacob terakhir bekerja di PT X pada Agustus 2024 maka masa pajak tersebut merupakan masa pajak terakhir. Untuk itu, penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada Agustus 2024 saat Tuan Jacob menggunakan formula penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir.
Selain itu, Tuan Jacob juga telah meninggalkan Indonesia untuk selamanya yang membuat kewajiban subjektifnya pun turut berakhir sebelum Desember. Untuk itu, penghitungan PPh Pasal 21 terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
Berikut ilustrasi penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada masa pajak terakhir, yaitu Agustus 2024:

(dik)
