RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa perlakuan pajak atas pemberian hadiah/cinderamata oleh wajib pajak. Sengketa dipicu oleh perdebatan tentang apakah pemberian hadiah yang diperdebatkan sebagai entertainment dapat dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 21 atau bukan.Â
Wajib pajak menyatakan pemberian hadiah tersebut tergolong sebagai biaya marketing sehingga dapat menjadi biaya pengurang penghasilan. Sebaliknya, otoritas pajak menilai adanya pembebanan entertainment pada dasarnya merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak ditolak oleh otoritas pajak sehingga wajib pajak melakukan banding. Putusan Pengadilan Pajak kemudian menyatakan mengabulkan permohonan banding wajib pajak.
Merespons keputusan tersebut, otoritas pajak memutuskan untuk menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Pada akhirnya, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan dari Pemohon PK. Berikut ulasan selengkapnya.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 tertanggal 26 April 2013.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan jika terdapat hubungan langsung antara pemberi penghasilan dengan penerima penghasilan wajib pajak orang pribadi. Namun, atas kegiatan pemberian hadiah tersebut tidak memiliki hubungan langsung sehingga tidak memenuhi ketentuan PPh Pasal 21.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, koreksi otoritas pajak tidak dapat dipertahankan. Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan permohonan banding wajib pajak.
Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-65021/PP/M.XVB/10/2015 tertanggal 21 Oktober 2015, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK pada 28 Januari 2016. Pada proses PK ini, otoritas pajak -yang selanjutnya disebut Pemohon PK- menghadapi wajib pajak sebagai Termohon PK.
Pokok permasalahan sengketa pajak terletak pada koreksi atas objek atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21 sebesar Rp4.736.210.077.Â
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK berdalih bahwa Pengadilan Pajak mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pengadilan Pajak dinilai telah melakukan kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam pertimbangan hukumnya. Hal ini mengakibatkan putusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem).
Pemohon PK menyatakan keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Koreksi objek PPh Pasal 21 berdasarkan hasil ekualisasi dengan biaya pada PPh Badan, diketahui terdapat biaya lain-lain (other expenses). Biaya lain-lain tersebut merupakan pengeluaran untuk pembelian lukisan, furniture dan patung kepada orang pribadi yang belum dilaporkan oleh Termohon PK.
Selanjutnya, Pemohon PK melakukan koreksi atas biaya lain-lain. Sebab, penelitian terhadap bukti/dokumen pendukung menunjukkan bahwa biaya tersebut merupakan pemberian hadiah kepada orang-orang pribadi. Lebih lanjut, mereka adalah orang-orang yang menempati posisi jabatan pada bagian keuangan yang dianggap sebagai rekan bisnis oleh Termohon. Adapun hadiah yang diberikan terkait pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya bukanlah cuma-cuma, tetapi terdapat kepentingan di dalamnya
Dengan demikian, Pemohon PK berpendapat bahwa pemberian hadiah yang dilakukan Termohon untuk orang pribadi dan dipakai sendiri oleh yang bersangkutan. Secara substansi, atas biaya yang dimaksud merupakan objek PPh Pasal 21.
Lebih lanjut, Pemohon PK juga berpendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak bersikap tidak berimbang. Pembuktian yang dilakukan Termohon dalam persidangan di Pengadilan Pajak kurang kuat, tetapi Majelis Hakim tetap mengabulkan permohonan banding wajib pajak. Padahal, Hakim seharusnya mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak agar sesuai dengan asas audio et alteram partem.
Di sisi lain, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi tersebut. Alasan yang diungkapkan yakni biaya lain-lain tersebut digolongkan sebagai biaya marketing. Biaya marketing bertujuan untuk memelihara dan mendapatkan pasar sehingga bukan pemberian berupa uang atau menambah penghasilan bagi customer.
Termohon PK tidak setuju dengan koreksi DPP PPh Pasal 21 karena biaya yang dimaksud merupakan biaya entertainment yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang telah dibuatkan daftar nominatif. Hal tersebut tidak relevan dengan sengketa yang ditetapkan oleh Pemohon PK.
Termohon berdalih bahwa hadiah-hadiah yang diberikan bukan diperuntukkan bagi orang-orang pribadi, tetapi untuk perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan usaha Termohon PK dalam rangka memelihara penghasilan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
ALASAN-alasan permohonan Pemohon PK dapat dibenarkan. Argumen yang diungkapkan oleh Pemohon dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pemberian hadiah yang diberikan tersebut tidak memenuhi syarat sebagai hadiah dan merupakan tambahan kemampuan ekonomis. Pertambahan kemampuan ekonomis ini tergolong dalam objek pajak PPh Pasal 21. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan oleh Pemohon pada saat tahap banding tetap dipertahankan.
Oleh karena itu, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak dan membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-65021/PP/M.XVB/10/2015 tanggal 21 Oktober 2015.
Pada akhirnya, dalam Jawaban Memori PK tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan alasan PK. Dengan dikabulkannya permohonan otoritas pajak, maka Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Putusan dapat diakses melalui laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini. (Disclaimer)