Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) optimistis pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan akan lebih efektif dan efisien pada 2023. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (5/1/2023).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan menjadi salah satu kegiatan yang akan dilakukan DJP untuk mencapai target penerimaan pajak pada tahun ini. Efektivitas pengawasan berbasis kewilayahan ini didukung situasi meredanya pandemi Covid-19.
“Kami mencoba untuk penetrasi ke wilayah. Alhamdullilah sekarang [kasus] Covid sudah menurun sangat luar biasa sehingga penetrasi kewilayahan dapat kami laksanakan. Insyallah dapat kami laksanakan dengan lebih efektif dan lebih efisien,” ujar Suryo.
Seperti diketahui, pengawasan berbasis kewilayahan membutuhkan dukungan kegiatan dengan cara terjun langsung ke lapangan. Kegiatan ini sempat terhambat karena kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat pada masa pandemi Covid-19.
Sebagai informasi kembali, sesuai dengan APBN 2023, penerimaan pajak ditargetkan senilai Rp1.718 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak pada 2022 senilai Rp1.716,8 triliun, target dalam APBN 2023 hanya tumbuh 0,07%.
Selain pengawasan yang menjadi bagian dari upaya untuk mencapai target penerimaan pajak 2023, ada pula bahasan terkait dengan capaian penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan pada 2022 yang tumbuh sebesar 71,72%.
DJP akan melakukan uji kepatuhan terhadap wajib pajak. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan uji kepatuhan terhadap wajib pajak akan dilakukan dengan menggunakan data dan informasi yang selama ini dikumpulkan. Prioritas uji kepatuhan dilakukan untuk tahun pajak 5 tahun ke belakang.
“Kami melakukan uji kepatuhan terhadap wajib pajak, khususnya terkait dengan tahun pajak-tahun pajak 5 tahun ke belakang sebelum daluwarsa penetapan yang dilakukan,” ujar Suryo.
Suryo mengatakan otoritas berupaya untuk terus menggali dan mengumpulkan data dan informasi terkait dengan wajib pajak. Dengan data dan informasi tersebut, DJP juga dapat menentukan prioritas pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan. (DDTCNews)
DJP juga akan mengoptimalkan kegiatan inti berupa pengawasan pembayaran masa. Pengawasan ini dilakukan terhadap wajib pajak atas perilaku pelaporan dan pembayaran masa yang dikaitkan dengan aktivitas ekonomi pada tahun pajak berjalan.
“Untuk memastikan bahwa wajib pajak yang mendapatkan blessing ataupun performance yang bagus di tahun berjalan, mereka juga harus memberikan kontribusi kepada negara atas penghasilan yang diterima di tahun berjalan yang mengalami peningkatan signifikan,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Sebagai gambaran, pada 2021, cakupan kegiatan pengawasan pembayaran masa antara lain, pertama, pengawasan pembayaran dan pelaporan. Kedua, dinamisasi angsuran masa. Ketiga, tindak lanjut data matching. Keempat, pengawasan pemberian fasilitas perpajakan.
Kelima, ekstensifikasi, yaitu pengawasan wajib pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Keenam, kegiatan pengumpulan data lapangan (KPDL). Ketujuh, pengawasan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pertumbuhan penerimaan PPh badan pada 2022 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 2021 sebesar 25,58%. Menurutnya, kinerja korporasi tersebut telah menunjukkan pemulihan dari pandemi Covid-19.
"Tahun lalu sudah tumbuh 25,5%, tetapi ini tumbuhnya menembus 71,72%. Suatu pemulihan kesehatan dari pelaku ekonomi yang luar biasa," katanya.
Sri Mulyani mengatakan penerimaan PPh badan dapat menjadi salah satu indikator tentang pemulihan ekonomi yang terjadi setelah pandemi Covid-19. Jenis pajak ini juga mencerminkan neraca keuangan korporasi yang kembali membukukan keuntungan sehingga dapat menyetorkan pajak lebih besar. (DDTCNews)
Penandatanganan secara elektronik atas bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi masih menggunakan sertifikat elektronik (sertel) wajib pajak badan.
Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak, mengatakan penggunaan sertel wajib pajak badan telah disampaikan melalui pengumuman terbaru dari otoritas. Simak ‘Pengumuman Terbaru Ditjen Pajak Soal Sertel, EFIN, dan Kode Verifikasi’.
“Untuk e-bupot unifikasi masih menggunakan sertel badan ya,” tulis akun Twitter @kring_pajak merespons pertanyaan warganet. Simak ‘Tanda Tangan Elektronik e-Bupot Unifikasi? Masih Pakai Sertel Badan’. (DDTCNews)
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan DPR akan mulai mempelajari isi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) 2/2022 tentang Cipta Kerja pada masa sidang mendatang. Saat ini, DPR sedang berada dalam masa reses.
"Jadi, Perpu Cipta Kerja sudah dikeluarkan oleh presiden baru disampaikan saat masa reses. Nah, kita baru akan aktif masa sidang pada tanggal 10 Januari dan tentunya DPR akan mempelajari isi Perpu tersebut," ujar Dasco. (DDTCNews)
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada 2022 senilai Rp687,6 triliun atau setara dengan 108% dari target.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja positif penerimaan PPN dan PPnBM menunjukkan konsumsi masyarakat yang mengalami perbaikan. Berdasarkan jenis pajak, kontribusi PPN juga terus menguat.
"PPN kita tumbuh 24,6%. Ini di atas target," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
DJP menyatakan pengenaan PPh atas natura berdasarkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akan menciptakan keadilan bagi pemberi kerja.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan melalui UU HPP, imbalan dalam bentuk natura yang diterima oleh karyawan akan diperlakukan sebagai objek pajak. Sebaliknya, biaya yang dikeluarkan oleh pemberi kerja untuk memberikan natura bisa dibiayakan.
"Pengenaan PPh atas natura ini lebih memberikan rasa keadilan bagi pemberi kerja karena biaya terkait dengan kegiatan mengumpulkan penghasilan mestinya dapat dibiayakan. Bagi penerima merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang menjadi objek pajak," ujar Suryo. (DDTCNews) (kaw)