BERITA PAJAK HARI INI

Dianggap Ritel, Jual Emas ke Bulion Kurang dari Rp10 Juta Tak Kena PPh

Redaksi DDTCNews
Kamis, 14 Agustus 2025 | 07.30 WIB
Dianggap Ritel, Jual Emas ke Bulion Kurang dari Rp10 Juta Tak Kena PPh
<table style="width:100%"> <tbody> <tr> <td> <p>Ilustrasi.</p> </td> </tr> </tbody> </table>

JAKARTA, DDTCNews - Pihak-pihak yang menjual emas batangan tidak lebih dari Rp10 juta kepada bank bulion dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (14/8/2025).

Menurut Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh II Ditjen Pajak (DJP) Ilmiantio Himawan, orang yang menjual emas tidak lebih dari Rp10 juta bisa dikategorikan sebagai penjualan oleh pelaku ritel.

"Emak-emak ini menjual emas ke bank bulion juga dikecualikan dari pemungutan. Namun ada syaratnya, nilainya Rp10 juta. Mengapa ada nilai itu? Kami beranggapan ini menjadi batas representasi dari ritel," ujar Ilmiantio.

Bila penjualan kepada lembaga jasa keuangan yang melakukan kegiatan usaha bulion melebihi Rp10 juta, lembaga jasa keuangan dimaksud harus melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,25%.

"... atas pembelian emas batangan oleh lembaga jasa keuangan penyelenggara kegiatan usaha bulion yang telah memperoleh izin dari OJK sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN," bunyi Pasal 3 ayat (1) huruf h PMK 51/2025.

PPh Pasal 22 yang dipungut oleh lembaga jasa keuangan penyelenggara kegiatan usaha bulion merupakan pajak yang bersifat tidak final sehingga bisa dikreditkan oleh wajib pajak yang dikenai pemungutan pada tahun berjalan.

Lembaga jasa keuangan penyelenggara kegiatan usaha bulion wajib membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 lalu memberikan bukti pungut tersebut kepada wajib pajak yang dipungut.

Pemungutan PPh Pasal 22 harus dilaporkan kepada DJP selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir. Pelaporan dilakukan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi.

Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai realisasi pajak hingga pertengahan Agustus 2025. Kemudian, terdapat pembahasan tentang perlakuan pajak bagi penambang kripto serta pemanfaatan supertax deduction litbang pada industri permesinan.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

SKB Impor Emas Batangan Dihapus Demi Ciptakan Equal Treatment

Penghapusan fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 atas impor emas batangan yang akan diproses menjadi emas perhiasan untuk keperluan ekspor bertujuan menciptakan equal treatment.

Bila fasilitas ini tidak dihapuskan, produsen emas perhiasan yang membeli emas batangan dari dalam negeri akan dikenai PPh Pasal 22 sebesar 0,25%, sedangkan produsen yang mengimpor emas batangan dari luar negeri justru terbebas dari PPh Pasal 22 sepanjang memiliki surat keterangan bebas (SKB).

"Pengecualian PPh Pasal 22 impor ini akan menciptakan unequal treatment. Kalau impor tidak kena PPh Pasal 22, tetapi kalau lokal akan ada PPh 0,25%," ujar Penyuluh Pajak DJP Ahmad Rif'an. (DDTCNews)

Realisasi Penerimaan Pajak Baru Rp996,5 Triliun

DJP mencatat penerimaan pajak hingga 11 Agustus 2025 baru mencapai Rp996,5 triliun atau 45,51% dari target sebesar Rp2.189,3 triliun. Angka ini turun 16,72% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jawa Barat III Waluyo menyatakan sisa waktu 4 bulan menjadi tantangan berat bagi pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak, terutama di tengah perlambatan ekonomi global dan tekanan harga komoditas.

"Belanjanya sudah harus dilakukan, sementara penerimaan baru 45,51%," katanya. (Kontan)

Pemerintah Belum Akan Munculkan Pajak Alternatif Baru

Pemerintah belum berencana menerbitkan kebijakan pajak baru lagi pada paruh kedua tahun ini meski realisasi penerimaan pajak hingga pertengahan 2025 masih jauh dari target.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan otoritas pajak lebih memilih mengoptimalkan aturan yang telah ada. Selain itu, otoritas juga berfokus untuk mengintensifkan pengawasan dan menggali potensi yang sudah terdata.

"Semester II ini kami fokus mengelaborasi, mengintensifkan, menggali potensi, dan pengawasan yang sudah ada. Ini menjadi tugas rutin DJP untuk memastikan target pajak bisa direalisasikan," ujarnya. (Kompas)

Rezim Baru Berlaku 2026, Penambang Kripto Masih Kena PPh 22 Final 0,1%

Wajib pajak yang merupakan penambang aset kripto pada tahun ini masih harus membayar PPh Pasal 22 bersifat final sebesar 0,1% terkait dengan penambangan aset kripto.

Baru mulai tahun pajak 2026, penambang aset kripto wajib melaksanakan kewajiban pajaknya dengan mengacu pada ketentuan umum. Artinya, tarif PPh yang berlaku atas penghasilan penambang aset kripto ialah tarif yang termuat dalam Pasal 17 UU PPh.

"Karena terjadi perubahan rezim dari final menjadi tidak final, khusus untuk PPh mining ini akan berlaku ketentuan yang baru mulai tahun depan," kata Ilmiantio. (DDTCNews)

Industri Permesinan Didorong Manfaatkan Supertax Deduction Litbang

Kementerian Perindustrian mendorong pelaku industri permesinan untuk memanfaatkan fasilitas pajak seperti supertax deduction.

Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Ditjen ILMATE Kemenperin Solehan mengatakan supertax deduction bisa dinikmati oleh industri yang melaksanakan kegiatan litbang. Tidak hanya keringanan pajak, industri yang melaksanakan litbang juga dapat menghasilkan produk permesinan baru yang sesuai dengan tren teknologi.

"Pemerintah telah menyiapkan insentif seperti supertax deduction bagi industri yang berinvestasi pada penelitian dan pengembangan," ujarnya. (DDTCNews, Tempo)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.