JAKARTA, DDTCNews - Kabar soal ijon pajak sebagai siasat pemerintah untuk mengejar penerimaan masih menjadi ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (23/12/2025). Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membantah wacana ijon pajak tersebut.
Purbaya menegaskan bahwa dirinya tidak menggunakan ijon pajak untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Ketika ditanya, Purbaya bahkan mengaku dirinya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan ijon pajak dan tidak pernah berencana menerapkan langkah dimaksud.
"Siapa yang bilang ijon pajak? Gua bilang ijon? Saya bilangnya apa? Saya enggak pernah bilang ijon, orang saya bukan tukang ijon. Jadi, saya enggak mengerti istilah itu," katanya.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto sebelumnya mengatakan langkah yang ditempuh instansinya pada akhir tahun ini bukanlah ijon, melainkan peningkatan angsuran PPh Pasal 25 atau dinamisasi.
Bimo menjelaskan DJP berwenang untuk menyesuaikan nilai angsuran PPh Pasal 25 dalam hal wajib pajak mengalami peningkatan kegiatan usaha.
Tanpa penyesuaian angsuran PPh Pasal 25 maka angsuran yang harus disetor wajib pajak setiap bulan ditentukan berdasarkan total pajak terutang pada tahun sebelumnya setelah dikurangi dengan kredit pajak.
Dengan kenaikan angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak berjalan, DJP berupaya untuk menekan kurang bayar atau PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum penyampaian SPT Tahunan.
"Ini supaya angsuran wajib pajak pada tahun berjalan ini sedapat mungkin mendekati jumlah pajak yang seharusnya terutang di akhir tahun. Konteksnya apa? Supaya itu bisa mengurangi beban kurang bayar wajib pajak pada saat penyampaian SPT Tahunan di 2026," ujar Bimo.
Sebenarnya wacana ijon pajak ini muncul sejak pekan lalu. Saat itu pemerintah mewacanakan ijon pajak atau meminta wajib pajak menyetor kewajiban pajak tahun depan lebih awal guna menahan shortfall penerimaan pajak tahun ini.
Menkeu menyebut memang akan ada wacana untuk melakukan ijon pajak tersebut. "Ada, tapi belum tahu berapa [besaran penarikan ijon]," katanya seperti dikutip dari Harian Kontan.
Purbaya menjelaskan bahwa penerimaan pajak 2025 berpotensi mengalami pelebaran selisih antara realisasi dan target penerimaan pajak atau biasa disebut dengan shortfall pajak. Namun demikian, pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah shortfall lebih parah.
Sebagai informasi, Pasal 120 PER-11/PJ/2025 telah mengatur bahwa angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan tersisa dari suatu tahun pajak bisa dihitung kembali dalam hal wajib pajak mengalami peningkatan usaha dan PPh yang akan terutang melebihi 125% dari PPh yang terutang tahun lalu.
Selain berita soal ijon pajak, ada beberapa bahasan lainnya yang juga menjadi sorotan media nasional pada hari ini. Di antaranya, masa berlaku tax holiday yang akan habis, sepinya penerima manfaat tax holiday di IKN, disiapkannya payung hukum relaksasi transfer ke daerah (TKD), hingga dibebaskannya PBB bagi sekolah swasta di Jakarta.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2025 sebagai aturan turunan yang memperjelas ketentuan subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Kebijakan ini dinilai tidak sekadar bersifat administratif, tetapi strategis dalam menjawab tantangan perpajakan lintas yurisdiksi.
Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji menilai kehadiran PER-23/PJ/2025 pada dasarnya merupakan pembaruan sekaligus penyelarasan dengan perubahan Pasal 2 UU PPh sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Peraturan ini kemudian menjabarkan ketentuan subjek pajak secara lebih teknis dan operasional. Dengan pendekatan tersebut, ia menilai PER-23/PJ/2025 telah sejalan dengan praktik internasional yang umumnya tercermin dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). (Kontan)
Pemerintah memulai harmonisasi dalam rangka merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi landasan pemerintah dalam memberikan tax holiday, yakni PMK 130/2020 s.t.d.d PMK 69/2024.
Revisi diperlukan mengingat pemberian dan pengajuan tax holiday berdasarkan PMK 130/2020 s.t.d.d PMK 69/2024 bakal berakhir pada 31 Desember 2025. Oleh karena itu, diperlukan PMK baru sebagai landasan untuk memberikan fasilitas tax holiday pada tahun-tahun berikutnya.
"Penyesuaian ini dinilai penting untuk tetap mendorong peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional melalui dukungan fiskal yang tepat sasaran dan berkelanjutan," ungkap Ditjen Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum pada laman resminya. (DDTCNews)
Insentif tax holiday masih menjadi andalan pemerintah untuk menarik investasi. Hingga Oktober 2025, pemerintah mencatat ada 403 perusahaan yang menerima fasilitas ini melalui 3 koridor, yakni industri pionir, kawasan ekonomi khusus (KEK), dan investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Mayoritas penerima insentif berasal dari skema industri pionir, yakni 290 perusahaan dengan realisasi investasi Rp480 triliun. Kemudian, pada skema KEK terdapat 106 perusahaan dengan nilai investasi Rp16,2 triliun. Terakhir, di IKN, penerima insentif baru 7 perusahaan dengan realisasi investasi masih nihil.
Demi membuat insentif ini lebih menarik investasi di IKN, pemerintah segera menyesuaikan ketentuan dan mekanisme pengajuan insentif melalui revisi PMK 130/2020 s.t.d.d PMK 69/2024. (Harian Kontan)
Kementerian Keuangan menyusun peraturan menteri keuangan (PMK) untuk membantu pemulihan bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Aturan baru ini akan memberikan relaksasi kebijakan transfer ke daerah dan pinjaman pemulihan ekonomi nasional daerah tahun anggaran 2025 dan 2026.
Mengutip laman resmi Kementerian Keuangan, penyusunan PMK merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto kepada Menkeu Purbaya untuk merelaksasi penggunaan dan penyaluran TKD kepada daerah terdampak bencana.
Beleid itu akan mengatur beberapa hal, yakni kemudahan penggunaan dan penyaluran TKD serta kemudahan dalam melunasi kewajiban pinjaman PEN daerah, pengaturan tanggung jawab kepala daerah atas penggunaan TKD, serta pengaturan peralihan mengenai pelaksanaan kemudahan penyaluran TKD. (Bisnis Indonesia)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah fiskal progresif dengan membebaskan 100% pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) bagi seluruh sekolah swasta. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubern ur DKI Jakarta 857/2025.
Pembebasan PBB mencakup seluruh jenjang pendidikan swasra, mulai dari sekolah dasar hingga tingkat menengah atas. Kebijakan ini merespons keluhan yang selama ini disampaikan oleh pengelola sekolah swasta terkait dengan tingginya beban PBB.
Kewajiban pajak itu dianggap kerap menggerus ruang fiskal sekolah swasta untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan dibebaskannya PBB, sekolah swasta diimbau mengalihkan anggaran yang sebelumnya dipakai untuk membayar pajak ke belanja yang lebih produktif. (Koran Kontan) (sap)
