JAKARTA, DDTCNews - Setidaknya ada 2 topik perpajakan yang paling menyedot perhatian netizen selama sepekan terakhir. Pertama, kabar soal ijon pajak. Kedua, kebijakan kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) pada tahun depan.
Isu soal ijon pajak pertama kali dilontarkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Pemerintah mewacanakan ijon pajak atau meminta wajib pajak menyetor kewajiban pajak tahun depan lebih awal guna menahan shortfall penerimaan pajak tahun ini.
Menyusul pernyataan menkeu, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto turut buka suara. Menurutnya, kebijakan yang dilakukan DJP sebenarnya adalah dinamisasi, yakni meningkatkan angsuran PPh Pasal 25 agar sesuai dengan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak pada tahun berjalan.
"Ketika tahun berjalan, DJP diberi kewenangan untuk menyesuaikan besaran angsuran dalam rangka penyesuaian terhadap adanya penghasilan-penghasilan yang beda polanya dengan tahun sebelumnya, atau beberapa penghasilan yang sifatnya tidak teratur, atau perubahan size usaha, dan juga peningkatan bisnis dari wajib pajak," ujar Bimo.
Tanpa adanya dinamisasi, angsuran PPh Pasal 25 yang harus disetor wajib pajak setiap bulan ditentukan berdasarkan total pajak terutang pada tahun sebelumnya setelah dikurangi dengan kredit pajak.
Melalui dinamisasi, Bimo mengatakan DJP berupaya untuk menekan kurang bayar atau PPh Pasal 29 yang harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum penyampaian SPT Tahunan.
"Hal ini dimaksudkan supaya angsuran wajib pajak pada tahun berjalan ini sedapat mungkin mendekati jumlah pajak yang seharusnya terutang di akhir tahun. Konteksnya apa? Supaya itu bisa mengurangi beban kurang bayar wajib pajak pada saat penyampaian SPT Tahunan di 2026," kata Bimo.
Lalu soal kenaikan batas PTKP, Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Kacaribu menegaskan tidak ada rencana kenaikan PTKP pada 2026.
Batasan PTKP untuk wajib pajak orang pribadi di Indonesia tercatat tidak berubah dalam kurun 1 dekade terakhir. Ketentuan mengenai PTKP masih mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 101/2016.
"Enggak ada, belum ada [rencana penyesuaian PTKP tahun depan]," ujarnya kepada awak media di Kantor Kemenko Perekonomian.
PTKP merupakan pengurang penghasilan neto wajib pajak orang pribadi dalam menentukan besaran penghasilan kena pajak. Berdasarkan PMK 101/2016, batasan PTKP bagi wajib pajak orang pribadi tanpa tanggungan dan belum kawin (TK/0) ialah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan.
Sederhananya, jika penghasilan wajib pajak orang pribadi tidak melebihi PTKP senilai Rp54 juta per tahun, maka tidak terutang PPh. Sementara itu, bila penghasilannya melebihi PTKP, maka selisihnya akan menjadi dasar pengenaan PPh.
Sebelumnya, kalangan masyarakat dan pengusaha sempat menyuarakan meningkatkan batasan PTKP. Jika batas PTKP dikerek, makin besar pula take home pay yang bisa diterima pegawai sehingga pada akhirnya bakal meningkatkan konsumsi masyarakat.
Selain 2 informasi di atas, ada beberapa bahasan lainnya yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, uji materiil UU Pengadilan Pajak, perpanjangan masa aktif kode billing, realisasi penerimaan pajak terkini, hingga update jumlah wajib pajak yang sudah aktivasi akun coretax system.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak hingga November 2025 baru senilai Rp1.634,43 triliun atau 74,65% dari target penerimaan pajak pada APBN 2025 senilai Rp2.189,3 triliun.
Bila dibandingkan dengan realisasi hingga November 2024 yang mencapai Rp1.688,64 triliun, penerimaan pajak pada tahun ini masih terkontraksi sebesar 3,21%.
"Pada November 2025, progres atau kinerja pengumpulan pajak kita membaik dibandingkan dengan hasil pada Oktober lalu," ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.
Badan hukum bernama PT Arion Indonesia mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 78 Undang-Undang No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu kuasa hukum dari PT Arion Indonesia, yaitu Kahfi Permana, mengaku telah dirugikan oleh putusan yang ditetapkan oleh hakim pajak berdasarkan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak. Dalam pasal dimaksud mengatur bahwa putusan Pengadilan pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta keyakinan hakim.
"Dalam perkara a quo, pemohon mengalami kerugian konkret, spesifik, dan aktual sebagai badan hukum privat akibat penerapan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak yang dilaksanakan secara prematur sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-007055.99/2024/PP/M.XIVA Tahun 2025 tertanggal 19 November 2025," ujar Kahfi.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto memperpanjang masa aktif kode billing dari 7 hari menjadi 14 hari. Perpanjangan masa aktif tersebut berlaku untuk kode billing yang dibuat sejak 17 Desember 2025.
DJP mengumumkan perpanjangan masa aktif kode billing tersebut melalui Pengumuman No. PENG-4/PJ/2025 tentang Perpanjangan Masa Aktif Kode Billing untuk Mendukung Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
"... Perlu ditentukan kebijakan khusus berupa perpanjangan masa aktif kode billing menjadi selama 336 jam atau 14 x 24 jam sejak kode billing diterbitkan,” bunyi salah satu poin PENG-4/PJ/2025.
DJP menjamin coretax system bakal berjalan lancar saat wajib pajak melaksanakan pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2025 yang dimulai pada awal tahun depan.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan DJP telah melakukan uji coba login coretax secara sekaligus. Dia menuturkan langkah tersebut bertujuan mengecek keandalan server dan sistem administrasi pajak yang baru.
"Kemarin kita sudah tes dengan 60.000-an orang login sekaligus di coretax, dan coretax-nya bisa berjalan dengan baik," katanya.
DJP mencatat baru 7,7 juta wajib pajak yang mengaktivasi akun wajib pajaknya melalui coretax system.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan total wajib pajak yang tercatat wajib melaporkan SPT Tahunan pada 2024 mencapai 14,9 juta wajib pajak. Dengan demikian, jumlah wajib pajak yang mengaktivasi akun coretax baru separuh atau 51,66%.
"Jumlah wajib pajak yang wajib lapor SPT tahun 2024 ada 14,9 juta. Sementara wajib pajak yang sudah aktivasi akun coretax 7,7 juta, jadi persentase 51,66%," ujarnya. (sap)
