BERITA PAJAK HARI INI

Pemungutan PPh 22 Bergantung ‘Kejujuran’ Pedagang, Omzet Tidak Dicek

Redaksi DDTCNews
Selasa, 12 Agustus 2025 | 07.30 WIB
Pemungutan PPh 22 Bergantung ‘Kejujuran’ Pedagang, Omzet Tidak Dicek
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Penyedia marketplace tidak punya kewajiban untuk mengecek kebenaran dari omzet pedagang dalam negeri yang berdagang di platform marketplace. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (12/8/2025).

Selama pedagang dalam negeri menyampaikan surat pernyataan bahwa omzetnya belum melebihi Rp500 juta, penyedia marketplace tidak perlu memungut PPh Pasal 22 atas peredaran bruto pedagang di marketplace tersebut. Sederhananya, pemungutan PPh Pasal 22 bergantung atas kejujuran pedagang dalam mengungkap omzetnya.

"Marketplace tidak ada kewajiban memvalidasi omzetnya benar atau tidak. Jadi benar-benar dibatasi lingkupnya itu hanya interaksi antara pedagang dan marketplace yang dijadikan tempat dagang," ujar Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh II Ditjen Pajak (DJP) Ilmiantio dalam regular tax discussion (RTD).

Dengan demikian, kewajiban pembayaran pajak atas penghasilan yang diterima dari luar marketplace harus dilaksanakan oleh pedagang bersangkutan.

Misal, dalam hal pedagang yang berdagang di marketplace ternyata juga berdagang di kios pasar, pajak atas penghasilan yang diterima pedagang dari penjualan di kios dimaksud harus dilunasi oleh pedagang sendiri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sebagai informasi, pedagang dalam negeri yang merupakan wajib pajak orang pribadi bisa tidak dipungut PPh Pasal 22 oleh penyedia marketplace bila menyampaikan surat pernyataan bahwa omzetnya belum melebihi Rp500 juta.

Bila omzet pedagang yang merupakan wajib pajak orang pribadi sudah melebihi Rp500 juta, pedagang tersebut harus menyampaikan surat pernyataan bahwa omzet yang bersangkutan sudah melebihi Rp500 juta. Surat pernyataan ini harus disampaikan selambat-lambatnya akhir bulan saat peredaran bruto melebihi Rp500 juta.

PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto mulai dipungut pada awal bulan berikutnya setelah surat pernyataan diterima oleh penyedia marketplace.

PPh Pasal 22 yang dipungut oleh penyedia marketplace bisa diklaim sebagai kredit pajak pada tahun berjalan atau sebagai bagian dari pelunasan PPh final.

Selain informasi mengenai pemungutan PPh Pasal 22 atas pedagang e-commerce, ada pula beberapa bahasan penting lainnya yang juga diulas oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, update seleksi Hakim Agung, perkembangan terkini soal UN Tax Convention, hingga RAPBN 2026 yang dibayangi anjloknya daya beli masyarakat.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Marketplace Asing Diberikan NPWP

DJP berwenang menunjuk penyedia marketplace luar negeri sebagai pihak lain yang memungut PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang online dalam negeri yang bertransaksi dalam platform tersebut.

Setelah ditunjuk jadi pemungut pajak, marketplace luar negeri akan diberikan tanda pengenal atau identitas berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Secara teknis, ketentuan ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-15/PJ/2025.

Beleid itu mengatur NPWP marketplace asing akan diberikan oleh DJP dengan cara menerbitkan surat keterangan terdaftar dan kartu nomor identitas perpajakan. (DDTCNews)

Tiga Calon Hakim Agung Khusus Pajak

Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama 13 calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lolos seleksi. Nanti, CHA yang lolos dari rangkaian seleksi KY ditetapkan berdasarkan rapat pleno pada Sabtu (9/8/2025).

Dari 13 CHA yang lolos, 3 di antaranya merupakan CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak. Tiga CHA TUN khusus pajak dimaksud, yaitu Budi Nugroho, Diana Malemita Ginting, dan Triyono Martanto.

Perlu diketahui, Budi Nugroho dan Triyono Martanto merupakan CHA dengan latar belakang jabatan sebagai hakim pada Pengadilan Pajak, sedangkan Diana Malemita Ginting adalah auditor utama pada Itjen Kemenkeu. (DDTCNews)

Pajak Ekstraktif di UN Tax Convention

Negara-negara Afrika menyerukan agar kebijakan pemajakan atas industri ekstraktif dipertimbangkan untuk masuk sebagai komitmen tambahan dalam UN Tax Convention.

Anggota Kelompok Afrika di PBB yang menyeruakan pemajakan atas ekstraksi sumber daya alam (SDA) antara lain Kamerun, Kenya, dan Tanzania.

"[Kami] mendorong komitmen perpajakan SDA pada dasarnya juga mencakup bagian yang adil dari pendapatan sumber daya dari eksploitasi sumber daya yang ada di benua ini," ujar delegasi dari lembaga Tax Justice Network Africa Everlyn Muendo. (DDTCNews)

Daya Beli Jadi Risiko RAPBN 2026

Presiden Prabowo Subianto bakal menyampaikan Nota Keuangan RAPBN 2026 pada 15 Agustus 2025. Kecenderungannya, pemerintah akan mengajukan anggaran di kisaran batas atas proyeksi yang disusun bersama DPR.

Aspek daya beli menjadi salah satu pertimbangan utama dalam merancang APBN tahun depan. Dalam pembehasan bersama DPR, pendapatan negara tahun depan dipatok di kisaran Rp3.094 triliun hingga Rp3.114 triliun, sementara belanja dipatok di kisaran Rp3.800 triliun hingga Rp3.820 triliun.

Ketua Badan Anggaran Said Abdullan menyampaikan RAPBN 2026 menjadi milestone bagi pemerintah dalam menjalankan program strategis seperti makan bergizi gratis (MBG), koperasi desa merah putih, sekolah rakyat, hingga pemeriksaan gratis. (Kontan)

Perlunya Inklusi pajak untuk Masyarakat Adat

Tanggal 9 Agustus lalu diperingati sebagai Hari Masyarakat Adat Internasional. Ada satu aspek yang selama kerap dilupakan dalam mendukung hak-hak masyarakat adat, yakni inklusivitas pajak.

Masyarakat adat, dengan populasinya yang tinggi di Indonesia, perlu memahami secara terperinci mengenai hak-hak mereka sebagai wajib pajak, serta mengerti untuk apa saja uang pajak yang dikumpulkan oleh negara. Masyarakat adat perlu merasakan hasil pembangunan secara proporsional.

Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi Lucky Akbar mengatakan inklusi pajak memiliki 2 dimensi penting untuk masyarakat adat. Pertama, partisipasi ekonomi, mengingat mayoritas masyarakat adat bergerak di sektor informal. Kedua, pemerataan manfaat. (Antara) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.