BERITA PAJAK HARI INI

PMK Baru, Penyesuaian Kebutuhan Jabatan Fungsional DJP Dihitung Ulang

Redaksi DDTCNews
Senin, 08 Desember 2025 | 07.30 WIB
PMK Baru, Penyesuaian Kebutuhan Jabatan Fungsional DJP Dihitung Ulang
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - DJP perlu menghitung ulang penyesuaian kebutuhan jabatan fungsionalnya, termasuk penilai pajak, asisten penilai pajak, penyuluh pajak, asisten penyuluh pajak, pemeriksa pajak, dan asisten pemeriksa pajak. Hal ini disebabkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru saja menerbitkan beleid baru, yakni PMK 78/2025, mengenai pedolan penghitungan kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara.

Topik ini menjadi salah satu pemberitaan hangat oleh media massa pada hari ini, Senin (8/12/2025).

Setelah dilakukan penghitungan kembali, penyesuaian kebutuhan jabatan fungsional lantas diusulkan penetapannya kepada Kementerian PANRB setelah mendapatkan rekomendasi dari instansi pembina jabatan fungsional di bidang keuangan negara.

Sementara itu, sejak PMK 78/2025 ini mulai berlaku, kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara, termasuk jabatan fungsional di DJP, yang telah mendapatkan persetujuan dari menteri PANRB tetap dapat digunakan sebagai kebutuhan jabatan fungsional sampai dengan ditetapkan kebutuhan jabatan fungsional yang baru.

Dikutip dari dokumen peraturan, PMK 78/2025 terbit untuk menyelaraskan kebijakan tata kelola jabatan fungsional dengan peraturan yang diterbitkan oleh menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Penerbitan PMK 78/2025 ini juga mencabut PMK 37/2020 tentang Pedoman Penghitungan dan Pengusulan Kebutuhan Jabatan Fungsional pada Kementerian Keuangan.

"Untuk menyesuaikan perubahan kebijakan nasional mengenai tata kelola jabatan fungsional dan sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri PANRB 11/2023, perlu disusun ketentuan mengenai pedoman penghitungan kebutuhan jabatan fungsional yang baru," bunyi salah satu pertimbangan PMK 78/2025.

Pedoman penghitungan kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara dilakukan berdasarkan penghitungan kebutuhan dan pengusulan kebutuhan.

Pedoman penghitungan kebutuhan jabatan fungsional ini dimaksudkan sebagai acuan teknis bagi pejabat yang berwenang di lingkungan Kemenkeu dalam menghitung dan mengusulkan kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara yang digunakan di lingkungan Kemenkeu; dan pada instansi pemerintah dalam menghitung dan mengusulkan kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara yang digunakan pada instansi pemerintah.

Jabatan fungsional di bidang keuangan negara terdiri atas analis keuangan negara; pengawas keuangan negara; penilai; dan pelelang.

"Pedoman penghitungan kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara bertujuan untuk mendapatkan kebutuhan jumlah dan susunan jabatan fungsional untuk jangka waktu 5 tahun," bunyi Pasal 3 PMK 78/2025.

Pedoman penghitungan kebutuhan jabatan fungsional dilaksanakan dengan memperhatikan 3 prinsip. Pertama, akurat, yaitu suatu hasil perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan setelah melalui proses pengolahan berdasarkan data dan informasi yang memadai, serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Kedua, holistik, yaitu dalam memperhitungkan Kebutuhan jabatan fungsional mempertimbangkan seluruh aspek-aspek organisasi yang saling terkait. Ketiga, sistematis, yaitu melalui tahapan yang jelas dan berurutan.

Penghitungan kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara disusun berdasarkan beban kerja jabatan fungsional yang berasal dari data historis dan proyeksi beban kerja. Penghitungan ini dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun dan diperinci per 1 tahun dengan mempertimbangkan prioritas kebutuhan organisasi; rencana strategis organisasi; dan/atau dinamika perkembangan organisasi.

Penghitungan kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara dilaksanakan dengan pendekatan tugas per tugas jabatan; hasil kerja; objek kerja; peralatan kerja; dan/atau pendekatan lain yang disesuaikan dengan karakteristik jabatan fungsional di bidang keuangan negara.

Penghitungan kebutuhan jabatan fungsional di bidang keuangan negara dengan pendekatan tersebut dilakukan dengan standar kemampuan rata-rata (SKR); norma waktu; dan/atau persentase kontribusi, menggunakan jam kerja efektif yang berlaku di lingkungan instansi masing-masing.

SKR, norma waktu, dan persentase kontribusi ditetapkan oleh sekretaris jenderal untuk dan atas nama menteri keuangan.

Selain informasi soal penyesuaian kebutuhan jabatan fungsional di Kemenkeu, ada beberapa bahasan lain yang juga diulas oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, catatan soal tindak pidana pajak sepanjang 2024, dilarangnya pegawai DJP untuk cuti akhir tahun, hingga proyeksi tergerusnya pertumbuhan ekonomi akibat bencana banjir yang melanda banyak daerah di Indonesia.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Pegawai DJP Dilarang Cuti

Dirjen Pajak Bumo Wijayanto menginstruksikan seluruh pegawai DJP untuk menunda cuti tahunan sepanjang Desember 2025. Tujuannya, mengamankan target penerimaan negara menjelang tutup buku tahun anggaran 2025.

Instruksi itu tertuang dalam Nota Dinas No. ND-338/PJ/PJ01/2025 yang ditandatangani pada 2 Desember 2025. Lewat Nota Dinas tersebut, Bimo meminta jajaran pimpinan di DJP untuk fokus mengejar target penerimaan dan menjaga kualitas layanan perpajakan.

Kendati begitu, cuti masih diberikan kepada beberapa kepentingan yang dianggap mendesak dan tidak bisa dihindari, atau untuk kepentingan hari besar keagamaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Bisnis Indonesia, Detik)

Tindak Pidana Pajak, SPT Tidak Benar Terbanyak

Selama tahap penyidikan atas kasus tindak pidana di bidang perpajakan pada 2024, DJP menemukan modus operandi paling banyak ialah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tidak benar.

Berdasarkan Laporan Tahunan DJP 2024, terdapat 7 jenis modus operandi tindak pidana di bidang perpajakan dengan total 112 kasus. Dari jumlah tersebut, modus menyampaikan SPT tidak benar mendominasi, yakni sebanyak 59 kasus.

"Dari 86 berkas perkara dengan status P-21 dan yang disetarakan dan 26 kasus penyidikan yang dihentikan berdasarkan Pasal 44B UU KUP, kasus dengan modus operandi terbesar adalah menyampaikan SPT tidak benar," ulas Laporan Tahunan DJP 2024. (DDTCNews)

Pengusaha Sawit Diminta Segera Perbaiki SPT

DJP mendorong wajib pajak sektor kelapa sawit dan produk turunannya untuk melakukan pembetulan atas SPT-nya masing-masing.

Pasalnya, DJP menemukan ada 463 wajib pajak sektor kelapa sawit yang melakukan underinvoicing dengan secara sengaja mendeklarasikan crude palm oil (CPO) yang diekspor sebagai fatty matter atau palm oil mill effluent (POME).

"Mari kita jadikan momentum ini sebagai langkah nyata untuk meningkatkan kepatuhan, mengoptimalkan penerimaan negara, dan mendorong daya saing sektor kelapa sawit di sektor global," ujar Dirjen Pajak Bimo Wijayanto. (DDTCNews)

Purbaya Tolak Danantara Bebaskan Pajak BUMN

Menkeu Purbaya menolak permintaan CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani untuk membebaskan kewajiban pajak sejumlah BUMN yang belum dipenuhi sejak 2023 lalu. Purbaya mengungkapkan perusahaan yang disebut meminta keringanan pajak itu turut dimiliki sahamnya oleh perusahaan asing dan justru mencetak untung.

Purbaya menuturkan bahwa Danantara mengajukan keringanan pajak untuk BUMN, salah satunya dalam hal melaksanakan sejumlah aksi korporasi dalam 2-3 tahun ke depan.

"Ya enggak bisa itu kan sudah terjadi di masa lalu. Perusahaannya untung dan ada komponen perusahaan asing juga di situ," ujar menkeu. (Bisnis Indonesia)

Banjir Gerus Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi RI diprediksi makin meleset dari target. Hal ini turut dipengaruhi oleh rentetan bencana banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumetara Barat dalam beberapa pekan terakhir. Hal ini disampaikan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

Di sisi lain, Menkeu Purbaya justru masih optimistis bahwa ekonomi Indonesia mampu tumbuh kuat, mencapai 5,5% di kuartal IV/2025. "Saya pikir masih akan di atas 5,5%. Saya akan monitor kondisi keuangan di sistem finansial," kata menkeu.

Purbaya menambahkan aktivitas perbaikan fasilitas dan bangunan pascabencana juga memberikan dorongan tambahan bagi perekonomian nasional. (Koran Kontan) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.