JAKARTA, DDTCNews - Dokumen Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 3/2025 bakal menjadi pedoman tata cara penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan. Ke depannya, diharapkan tidak ada lagi perbedaan tafsir dan perbedaan penanganan perkara tindak pidana perpajakan di pengadilan.
Topik tentang pedoman baru terhadap penanganan tindak pidana perpajakan ini menjadi salah satu pembahasan media nasional pada hari ini, Rabu (24/12/2025).
Perma 3/2025 diperlukan karena selama ini tidak terdapat ketentuan yang mengaturnya sehingga kerap menimbulkan perbedaan penafsiran.
“Belum tersedia ketentuan tentang tata cara penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan sehingga menimbulkan perbedaan penafsiran dan penerapan penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan di pengadilan,” bunyi salah satu pertimbangan Perma 3/2025.
Secara garis besar, Perma 3/2025 diterbitkan dengan 4 tujuan. Pertama, memberikan pedoman bagi hakim dalam penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan. Kedua, mencegah timbulnya perbedaan penafsiran dan penerapan ketentuan dalam penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan.
Ketiga, meningkatkan efektivitas dan optimalisasi penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan. Keempat, mengoptimalkan pemulihan kerugian pada pendapatan negara. Beleid yang berlaku mulai 23 Desember 2025 itu terdiri atas 6 bab dan 22 pasal.
Pasal-pasal tersebut di antaranya mengatur ketentuan seputar penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mulai dari pertanggungjawaban pidana pajak, penanganan administratif dan penanganan pidana, ketentuan praperadilan, hingga penunjukan hakim.
Perma 3/2025 juga mengatur ketentuan seputar hukum acara tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mulai dari pemblokiran harta kekayaan, penyitaan untuk pembuktian serta pemulihan, pembayaran pokok dan sanksi administrasi, putusan pengadilan, hingga ketentuan apabila terdakwa tidak hadir atau meninggal dunia.
Dengan berlakunya Perma 3/2025 maka semua peraturan dan kebijakan Mahkamah Agung terkait penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Perma 3/2025.
Adapun perkara tindak pidana di bidang perpajakan yang telah dilimpahkan ke pengadilan tetap dilanjutkan sampai memperoleh putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum adanya Perma 3/2025.
Selain informasi soal penanganan perkara perpajakan, ada beberapa bahasan lain yang diulas oleh media massa pada hari ini. Di antaranya, masa reses Pengadilan Pajak pada momen libur akhir tahun, melonjaknya angka restitusi, perpanjangan tax holiday, serta ajakan Menkeu Purbaya kepada pengusaha agar mengadukan kendala yang dialami.
Pengadilan Pajak menetapkan masa reses sidang dalam rangka perayaan Natal dan Tahun Baru 2026.
Penetapan masa reses tersebut diumumkan melalui Pengumuman No. PENG-1/SP/2025. Berdasarkan pengumuman tersebut, masa reses sidang Pengadilan Pajak ditetapkan mulai 22 Desember 2025 sampai dengan 2 Januari 2026. Adapun persidangan akan di mulai kembali pada 5 Januari 2026.
“Selama masa reses tersebut, kegiatan persidangan ditiadakan, dan akan dilanjutkan kembali mulai tanggal 5 Januari 2026,” bunyi penggalan PENG-1/SP/2025. (DDTCNews)
Tingginya pengembalian pajak alias restitusi kerap dituding sebagai penyebab turunnya penerimaan pajak. Terlebih, angkanya melonjak pada tahun ini.
Penerimaan pajak neto hingga November 2025 tercatat Rp1.634,4 triliun, 3,2% lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu. Restitusi dituding jadi penyebabnya. Nilai restitusi pajak hingga November 2025 mencapai Rp351 triliun, melonjak 35,5% dari tahun lalu.
Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio N. Kacaribu mengatakan pengembalian pajak yang tinggi terjadi pada komoditas batu bara. Komoditas tersebut sebagian besar diekspor sehingga bebas dari PPN. (Bisnis Indonesia)
Kementerian keuangan memutuskan untuk memperpanjang insentif tax holiday hingga 2026. Sesuai dengan PMK 69/2024, jangka waktu tax holiday hanya sampai dengan Desember 2025. Karenanya, pemerintah tengah menggodok PMK yang baru sebagai perpanjangan periode insentif.
Tidak hanya mengatur soal perpanjangan, beleid itu juga akan disesuaikan dengan ketentuan pajak minimum global. Febrio N. Kacaribu menyampaikan implementasi pajak minimum global yang disepakati dalam kerangka OECD membuat pemberian tax holiday tidak lagi bisa dilakukan secara penuh seperti sebelumnya.
"Karena kalau kita berikan tax holiday penuh, itu artinya dia akan bayar pajak 15% ke negara asalnya dia. Itu sama saja kita menyubsidi APBN ke negara lain," kata Febrio. (Koran Kontan)
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menilai perangkat desa wajib memiliki pemahaman mengenai aspek perpajakan desa.
Bimo mengatakan pemahaman mengenai aspek perpajakan desa bakal mendukung pengelolaan keuangan desa berjalan dengan baik.
"Dalam rangka memastikan pengelolaan keuangan desa dengan baik, para kepala urusan keuangan desa mau enggak mau, wajib memiliki kompetensi yang memadai terkait dengan tata kelola keuangan negara, terkhusus terkait dengan aspek perpajakan desa," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mendorong pelaku usaha agar mengadukan hambatan usaha yang dihadapinya ke Satuan Tugas Percepatan Program Strategi Pemerintah (Satgas P2SP). Pengaduan bisa disampaikan melalui laman https://lapor.satgasp2sp.go.id/.
Purbaya mengatakan setiap aduan akan ditindaklanjuti secara bertahap. Pada tahap pertama, aduan akan dianalisis oleh kelompok kerja (pokja) pada Satgas P2SP. Pada tahap kedua, aduan akan dibahas oleh para pejabat eselon I dan II kementerian terkait serta ketua pokja 2.
"Apabila tidak selesai maka dieskalasi ke level menteri. Penyelesaian masalah dapat dilakukan pada kementerian dan lembaga terkait dengan tetap di-monitoring penyelesaiannya oleh pokja 2," ujar Purbaya. (DDTCNews) (sap)
