JAKARTA, DDTCNews - Sebanyak 26 yurisdiksi, termasuk Indonesia, akan mempertukarkan data properti untuk kepentingan perpajakan secara otomatis mulai 2029 atau 2030. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (10/12/2025).
Pertukaran data akan dilaksanakan berdasarkan Multilateral Competent Authority Agreement on the Exchange of Readily Available Information on Immovable Property (IPI MCAA) yang dikembangkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
"Kepemilikan dan transaksi properti sering kali memiliki unsur lintas yurisdiksi. Untuk itu, kami menyadari perlunya mekanisme untuk memastikan otoritas pajak memiliki akses terhadap informasi yang relevan mengenai properti yang dimiliki dan penghasilan yang diperoleh dari properti di luar negeri," tulis 26 yurisdiksi dalam pernyataan bersamanya.
Dalam pernyataan bersama tersebut, Indonesia diketahui menjadi salah satu yurisdiksi yang turut berkomitmen untuk mempertukarkan data properti secara otomatis. Selain Indonesia, yurisdiksi yang menyepakati perjanjian multilateral ini antara lain Belgia, Brasil, Chile, dan Kosta Rika.
Selanjutnya, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, dan Italia, Korea Selatan, Malta, Lithuania, Selandia Baru, Norwegia, Peru, Portugal, Rumania, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Inggris, dan Gibraltar.
"Adopsi IPI MCAA secara luas merupakan langkah penting untuk mewujudkan transparansi pajak atas aset nonkeuangan. Hal ini akan memperkuat kemampuan kita dalam menegakkan kepatuhan pajak serta memerangi pengelakan pajak yang menekan penerimaan pendapatan negara," ungkap 26 yurisdiksi dalam pernyataan bersama.
Perlu diketahui, dengan IPI MCAA, yurisdiksi-yurisdiksi partisipan akan mempertukarkan data kepemilikan properti, nilai properti, riwayat transaksi properti, hingga penghasilan yang berasal dari sewa properti.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai usulan insentif pajak untuk industri pertahanan dalam negeri. Lalu, ada juga bahasan terkait dengan penambahan jumlah KEK di tahun depan, pembaruan KBLI, aturan baru DJP perihal pengaduan, dan lain sebagainya.
OECD menyatakan salah satu tujuan dari IPI MCAA ialah memperluas cakupan pertukaran informasi untuk kepentingan perpajakan yang selama ini hanya berfokus pada aset keuangan.
"Melalui pertukaran data properti otomatis, yurisdiksi-yurisdiksi telah membantu upaya peningkatan transparansi pada sektor yang selama ini sulit dipantau," kata Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD Manal Corwin.
Dia juga berharap yurisdiksi lain dapat bergabung dalam inisiatif penting ini serta berkontribusi dalam mewujudkan sistem perpajakan yang lebih kuat dan transparan. (DDTCNews)
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu mengatakan pemerintah akan menambah kawasan ekonomi khusus (KEK) baru. Menurutnya, rencana ekspansi KEK ini sebagai bagian dari strategi pemerintah memperkuat daya tarik investasi nasional.
Hingga saat ini, pemerintah telah menetapkan 25 KEK dan menargetkan penambahan enam kawasan baru pada 2026 sehingga totalnya akan mencapai 31 KEK.
"Kita sudah punya sekitar 25 dan tahun depan mudah-mudahan bisa bertambah sekitar enam lagi akan menjadi 31," katanya dalam acara Indonesia SEZ Business Forum 2025. (Kontan)
Pemerintah akan menyempurnakan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang menjadi panduan penting bagi seluruh pelaku usaha dan bisnis.
Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menilai kode KBLI perlu menyesuaikan perubahan zaman. Dia juga menerangkan bahwa perbaikan KBLI dilakukan tiap 5 tahun sekali, merujuk pada rekomendasi Committee of Experts on International Statistical Classification (CEISC).
KBLI terakhir diterbitkan oleh BPS pada 2020. "KBLI perlu terus dilakukan penyempurnaan sesuai rekomendasi CEISC, agar tetap relevan dan responsif terhadap dinamika perubahan dan kebutuhan zaman," ujarnya. (DDTCNews)
Komisi VII DPR mendorong pemerintah memberikan dukungan fiskal secara khusus bagi industri pertahanan dalam negeri, termasuk 3 perusahaan pelat merah seperti PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, dan PT Pindad.
Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay berpandangan dukungan khusus yang diberikan bisa berupa keringanan pajak. Menurutnya, pengurangan beban pajak bisa mendorong perusahaan-perusahaan tersebut berkembang lebih baik dan kompetitif.
"Industri pertahanan kita harus bisa bicara langsung dengan Kementerian Keuangan. Harus ada afirmasi bagi industri seperti PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, dan PT Pindad sehingga beban pajak yang dikenakan dapat dikurangi," ujarnya. (DDTCNews)
Komisi XI DPR menyetujui kebijakan bea keluar atas ekspor emas dan batu bara yang direncanakan oleh pemerintah. Keputusan ini diambil sebagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan membantu pemerintah dalam menekan defisit anggaran.
Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun berharap kebijakan bea keluar yang telah disetujui DPR itu dapat juga dibarengi dengan penetapan indikator kinerja utama (IKU) yang mendukung dihasilkannya nilai tambah.
"Hal ini akan memperkuat penerimaan negara dan menjamin keberlanjutan suplai dalam negeri," ujar Misbakhun. (DDTCNews)
Dirjen Pajak Pajak Bimo Wijayanto menerbitkan peraturan baru terkait dengan tata cara penyampaian pengaduan di lingkungan Ditjen Pajak (DJP). Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Dirjen Pajak No. PER-21/PJ/2025.
Beleid tersebut diterbitkan untuk mewujudkan perlindungan dan kepastian hukum serta kemudahan bagi pegawai dan masyarakat dalam menyampaikan pengaduan. PER-21/PJ/2025 juga mengatur ulang ketentuan tata cara penyampaian pengaduan di lingkungan DJP.
“Untuk memenuhi kebutuhan penyesuaian tata cara penyampaian pengaduan di DJP terhadap perkembangan organisasi, perlu mengatur kembali ketentuan tata cara penyampaian pengaduan di lingkungan DJP,” bunyi pertimbangan PER-21/PJ/2025. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memandang pemerintah telah memberikan subsidi kepada pelaku usaha sektor batu bara akibat revisi UU PPN melalui UU Cipta Kerja.
Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, batu bara yang awalnya bukan barang kena pajak (BKP) kini menjadi BKP. Akibatnya, pelaku usaha bisa mengajukan restitusi dalam hal pajak masukan yang terkait dengan ekspor atau penyerahan batu bara melebihi pajak keluarannya.
"Kita subsidi lho. Net-nya kita memberikan subsidi, bukan dapat pajak," ujar Purbaya. (DDTCNews)
