JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyebut masih banyak penambang batu bara yang tidak menyetorkan pajak ke kas negara meski sudah terdaftar sebagai wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (12/12/2025).
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan DJP Ihsan Priyawibawa mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi DJP dalam memajaki wajib pajak sektor pertambangan batu bara adalah sulitnya mengawasi struktur biaya dari pelaku usaha sektor tersebut.
"Struktur cost of goods sold itu harus kita akui tidak sama untuk setiap wajib pajak," ujar Ihsan dalam seminar Kolaborasi Optimal Menuju Pajak Adil dan Konsisten (Kompak) yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Pajak.
Tantangan pemajakan atas wajib pajak sektor batu bara juga diperparah oleh kompleksitas struktur grup perusahaan pertambangan batu bara.
Struktur grup perusahaan yang kompleks meningkatkan risiko manipulasi transfer pricing pada sektor pertambangan batu bara. Terlebih, banyak perusahaan tambang yang membutuhkan jasa dari pihak afiliasi atau related parties dalam melaksanakan bisnisnya.
"Kalau kita bicara related parties, pasti ada risiko transfer pricing. Belum lagi ketika bicara invoice, kalau related parties bisa ada overinvoiving atau underinvoicing dan juga transaksinya mungkin bisa banyak layer," ujar Ihsan.
Berkaca pada kondisi di atas, DJP telah mengembangkan compliance risk management (CRM) khusus sektor minerba. Dalam CRM khusus dimaksud, DJP memanfaatkan 27 variabel yang bersifat spesifik guna mendeteksi indikasi ketidakpatuhan wajib pajak penambang batu bara.
CRM memberikan rekomendasi treatment terhadap wajib pajak. Rekomendasi tersebut nantinya akan ditindaklanjuti oleh unit vertikal terkait.
"Rekomendasi treatment terhadap wajib pajak mineral dan batu bara selama 2020 – 2024, mayoritas adalah pemeriksaan. Memang risiko kepatuhan di sektor ini cukup tinggi. Aktivitas pengawasan dan pemeriksaan itu nilainya bisa hampir mendekati 90%," ujar Ihsan.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai persiapan DJP dalam skema pertukaran data properti global OECD. Ada juga bahasan terkait dengan pelaporan data dalam SPT orang kaya, ganjalan Indonesia dalam proses aksesi ke OECD, dan lain sebagainya.
DJP mencatat tunggakan pajak dari perusahaan atau wajib pajak di sektor pertambangan mineral dan batu bara dalam tahun berjalan ini cukup besar, yaitu mencapai Rp3 triliun.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan nilai tunggakan pajak bisa bertambah setelah kasus-kasus sengketa pajak selesai diputuskan oleh Pengadilan Pajak, baik kasus di tingkat keberatan maupun banding.
"Kami sadar di sektor minerba, tunggakan pajaknya itu kira-kira yang sudah inkrah itu hampir Rp2-Rp3 triliun. Selain itu, yang sedang dalam proses keberatan, banding, juga cukup signifikan," ujarnya. (DDTCNews)
DJP bersiap mempertukarkan data kepemilikan properti lintas yurisdiksi secara otomatis berdasarkan Immovable Property Information Multilateral Competent Authority Agreement (IPI MCAA) mulai 2029 atau 2030.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Rosmauli mengatakan otoritas pajak saat ini sedang melakukan persiapan yang meliputi penguatan basis data, integrasi informasi, dan koordinasi dengan instansi terkait.
"Pertukaran informasi akan mencakup data kepemilikan, perolehan, pelepasan, serta penghasilan berulang seperti sewa properti oleh subjek pajak luar negeri," katanya. (DDTCNews)
DJP mengeklaim telah memanggil orang kaya (high wealth individual/HWI) untuk mengklarifikasi data-data yang terkait dengan pajak.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan DJP memiliki data-data yang bisa menjadi landasan untuk melakukan benchmarking atas kepatuhan para wajib pajak.
"Wajib pajak mungkin merasa kita tidak mempunyai akses terhadap data tersebut sehingga di laporan SPT-nya tidak dimasukkan," ujarnya. (DDTCNews/Kontan)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) akan mempertimbangkan pemberian relaksasi pelunasan pita cukai menjadi 90 hari dari normalnya 2 bulan pada 2026.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan relaksasi pelunasan pita cukai dapat diberikan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan kinerja industri hasil tembakau.
"Kita lihat situasinya. Karena kan itu [relaksasi] pelunasan pita cukai termasuk instrumen untuk membantu pabrik rokok," ujarnya. (DDTCNews)
Pemerintah buka suara soal sikap Indonesia dalam potensi normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel sebagai syarat aksesi keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Posisi Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomasi dengan Israel menjadi tantangan tersendiri di tengah upaya mengejar target menjadi anggota penuh OECD pada 2027. Alasannya, mekanisme penerimaan anggota baru OECD yang mewajibkan persetujuan bulat (unanimous decision) dari seluruh negara anggota, termasuk Israel.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui proses keanggotaan memang membutuhkan persetujuan mutlak dari seluruh anggota. Namun, terkait isu Israel, dia menegaskan posisi Indonesia tetap berpedoman pada arahan Presiden Prabowo Subianto. (Bisnis Indonesia/Kontan)
DJBC telah mendapatkan 7.219 laporan penipuan yang mengatasnamakan DJBC hingga November 2025. Dari jumlah ini, salah satu modus penipuan yang paling banyak dilaporkan ialah terkait dengan transaksi belanja online.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menyebut ribuan laporan penipuan tersebut terdiri atas 2.751 laporan dengan klaim kerugian dan 4.468 laporan tanpa ada klaim kerugian.
"Dalam tahun berjalan ini ada 7.219 laporan, di mana 4.468 laporan itu upaya penipuan yang berhasil dicegah, sedangkan 2.751 sisanya itu dengan kerugian yaitu kasus yang sudah menyebabkan korban kehilangan uang," katanya. (DDTCNews)
