BERITA PAJAK HARI INI

2 Cara Jika Data Hilang Pasca Update e-Faktur karena Eror ‘Demo Use’

Redaksi DDTCNews
Selasa, 13 Agustus 2024 | 09.07 WIB
2 Cara Jika Data Hilang Pasca Update e-Faktur karena Eror ‘Demo Use’

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak bisa menyalin database atau meminta data kepada Ditjen Pajak (DJP) apabila sejumlah dokumen hilang pascapembaruan (update) patch e-faktur 4.0 karena notifikasi eror ‘demo use’. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (13/8/2024).

Kemarin, Senin (12/8/2024), beberapa wajib pajak mengeluhkan hilangnya faktur pajak dan SPT pada bulan tertentu yang telah diunggah sebelumnya. Hilangnya data dokumen itu terjadi setelah e-faktur di-update dengan patch terbaru. Simak ‘Eror ‘Demo Use’ di e-Faktur 4.0? Coba Cara Ini’.

“Jika terdapat data faktur dan SPT yang hilang, silakan Kakak mencoba copy database dari folder back up dengan cara mengekstrak salah satu zip dengan tanggal terkini. Lalu paste db tersebut ke dalam folder aplikasi e-faktur 4.0,” tulis contact center DJP, Kring Pajak.

Selain menyalin database dari folder back up, wajib pajak dapat mengajukan permintaan data e-faktur ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak pengusaha kena pajak (PKP) dikukuhkan. Permintaan data dilakukan dengan surat yang dibuat sesuai dengan contoh format Lampiran huruf L PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022.

Berdasarkan pada contoh format dalam lampiran tersebut, surat berisi informasi mengenai nama PKP, NPWP, dan alamat. Selain itu, ada penjabaran mengenai masa pajak data e-faktur serta alasan permintaan data tersebut.

Selain mengenai e-faktur 4.0, ada pula ulasan terkait dengan faktur pajak digunggung. Kemudian, ada juga ulasan terkait dengan automatic exchange of information (AEOI). Ada juga bahasan tentang kenaikan tarif PPN.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Permintaan Data e-Faktur

Ssesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (8) PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, PKP dapat mengajukan permintaan data faktur pajak berbentuk elektronik apabila data faktur pajak berbentuk elektronik dimaksud rusak atau hilang.

Sejatinya, berdasarkan pada Pasal 35 beleid tersebut, permintaan data e-faktur dapat diajukan oleh PKP secara elektronik melalui laman DJP atau langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan jika data e-faktur rusak atau hilang.

Namun, untuk saat ini, permintaan data baru bisa dilakukan secara langsung di KPP. Adapun permintaan data e-faktur terbatas pada data e-faktur yang dibuat dan telah diunggah (di-upload) ke DJP serta telah memperoleh persetujuan dari DJP. Simak 'Minta Data e-Faktur, DJP: Saat Ini Hanya Bisa Langsung di KPP’. (DDTCNews)

PPN dalam Faktur Pajak Digunggung

Tidak adanya identitas pembeli berimplikasi pada PPN yang tercantum dalam faktur pajak digunggung. PKP tidak perlu menginput faktur pajak keluaran melalui e-faktur 4.0. Faktur pajak digunggung diadministrasikan pada SPT Masa PPN Lampiran 1111 AB.

“PPN yang tercantum dalam faktur pajak [digunggung] … merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan,” bunyi penggalan Pasal 26 ayat (9) PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022.

Adapun sesuai dengan ketentuan dalam PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, faktur pajak harus dibuat dengan mencantumkan keterangan yang paling sedikit memuat beberapa informasi berikut ini. Simak ‘Faktur Pajak Digunggung, DJP Sebut PKP Tak Perlu Input Ini di e-Faktur’. (DDTCNews)

Pengawasan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean

Pemerintah menerbitkan PMK 50/2024 yang mengatur mengenai tata laksana pelayanan dan pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean. PMK 50/2024 terbit sebagai peraturan pelaksana Pasal 85A ayat (3) UU Kepabeanan.

“Pengawasan pengangkutan barang tertentu ... bertujuan untuk mencegah penyelundupan ekspor dengan modus diangkut melalui laut dari satu tempat ke tempat lain di dalam daerah pabean,” bunyi Pasal 2 PMK 50/2024.

PMK 50/2024 diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Juli 2024, serta akan mulai berlaku setelah 90 hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Simak pula ‘Ekspor Barang Tertentu Tak Dilaporkan, Akses Kepabeanan Bisa Diblokir’. (DDTCNews)

Penelitian Jika Ada Indikasi Pelanggaran terkait Laporan AEOI

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan dalam PMK 47/2024 terdapat 1 tahapan baru, yakni penelitian. Simak pula ‘PMK Baru! DJP Bisa Klarifikasi dan Pidanakan Pihak yang Hindari AEOI’.

“Ditjen pajak melakukan penelitian bila ada indikasi pelanggaran atas pemenuhan kewajiban penyampaian laporan,” ujar Dwi.

Sesuai dengan Pasal 30A ayat (1) PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 47/2024, setiap orang dilarang melakukan kesepakatan ataupun praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban-kewajiban yang diatur dalam UU 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. (Kontan/DDTCNews)

Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan penundaan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan. Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan meski kenaikan PPN 12% tahun depan sudah diatur dalam undang-undang, pelaksanaannya bisa ditunda seperti pada pemungutan pajak karbon yang seharusnya efektif per 1 April 2022.

“Seharusnya ada kajian yang lebih mendalam karena tren daya beli masyarakat sedang menurun,” ujar Ajib. (Bisnis Indonesia/Kompas)

Pengawasan terhadap Koperasi

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) berkomitmen untuk menindak tegas koperasi yang tidak memiliki izin atau melanggar ketentuan lain. Untuk itu, kementerian terus mengupayakan penguatan pengawasan.

Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi mendorong pengawas koperasi untuk memiliki keberanian dan kepercayaan diri dalam menindak penyelewengan praktik koperasi di wilayah kerjanya.

Misal, penyegelan dan/atau penutupan kantor koperasi simpan pinjam (KSP)/koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah (KSPPS) yang menjalankan usaha tanpa izin. Usaha itu seperti simpan-pinjam tanpa izin, penghimpunan dana masyarakat, atau praktik jasa keuangan lain.

“Selain itu, diharapkan pengawasan juga terarah pada KSP/KSPPS yang memberikan bunga pinjaman di atas 24% per tahun, yang menyalahi aturan pada Pasal 27 ayat (3) Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 8 Tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi,” kata Zabadi. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.