BERITA PAJAK HARI INI

Coretax, Sri Mulyani: Tidak Hanya IT tapi Juga Ubah Organisasi DJP

Redaksi DDTCNews
Kamis, 01 Agustus 2024 | 09.27 WIB
Coretax, Sri Mulyani: Tidak Hanya IT tapi Juga Ubah Organisasi DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pembangunan coretax administration system (CTAS) turut berimplikasi pada berbagai aspek lainnya. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (1/8/2024).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan CTAS tidak hanya terkait dengan pembangunan sistem teknologi informasi dan database. Adanya CTAS, sambungnya, juga akan diikuti dengan perubahan organisasi serta regulasi, termasuk standard operating procedure (SOP).

“Tidak hanya membangun IT system dan database, tetapi juga mengubah organisasi dari Direktorat Jenderal Pajak, perbaikan kualitas sumber daya manusia, edukasi kepada wajib pajak, dan berbagai regulasi serta SOP dari sisi business model untuk bisa menciptakan kemudahan,” jelas Sri Mulyani.

Terkait dengan penyederhanaan proses bisnis, Sri Mulyani mengatakan otoritas akan mengurangi jumlah aplikasi. Dia mengatakan pada dasarnya, CTAS akan meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi seluruh layanan administrasi perpajakan.

“Hari ini kami melaporkan kepada bapak presiden mengenai kemajuan dan rencana untuk melakukan soft launching dari coretax yang diharapkan bisa selesai sampai dengan tahun ini, yaitu sekitar bulan Desember,” imbuh Sri Mulyani.

Selain mengenai perkembangan dari pembangunan CTAS, ada pula bahasan terkait dengan kebijakan cukai. Selain itu, ada juga ulasan tentang ruang pemberian insentif perbekalan kesehatan tertentu.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Transparansi Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan adanya CTAS, nantinya wajib pajak bisa mendapatkan layanan secara mandiri. Kemudian, pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) bersifat otomatis (prepopulated). Simak ‘Ada Coretax, DJP: Wajib Lapor SPT Tidak Hilang tapi Dipermudah’.

“Transparansi dari akun wajib pajak akan semakin meningkat di mana wajib pajak bisa melihat 360 degree review dari seluruh informasi perpajakan mereka. Layanan menjadi lebih cepat, akurat, dan realtime,” katanya. Simak ‘Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi’. (DDTCNews)

Kepatuhan Pajak dan Tax Ratio

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan adanya CTAS, pengawasan dan penegakan hukum bisa lebih akurat serta adil. Terlebih, data lebih kredibel dan terintegrasi. Dengan demikian, pengambilan keputusan didasarkan pada data yang ada.

“Ini akan menyebabkan kepatuhan wajib pajak jauh lebih baik. Diharapkan akan meningkatkan tax ratio. Kami sudah melakukan berbagai macam uji coba dengan 21 modul proses bisnis yang berubah,” ujar Sri Mulyani. (DDTCNews)

Pengawalan Coretax DJP oleh Penegak Hukum

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pembangunan CTAS telah dikawal aparat penegak hukum. Pengawalan dilakukan mulai dari penyusunan proposal, pengadaan (procurement), hingga pembangunan.

“Mulai dari Kejaksaan Agung, KPK turut mendampingi kita. Dan juga dari berbagai instansi seperti Bappenas, LKPP, dan BPKP, sehingga seluruh tata kelola dari pembangunan coretax tetap bisa dijaga dengan baik,” katanya. (DDTCNews)

Peningkatan Jumlah Wajib Pajak dan Dokumen yang Dikelola

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembangunan CTAS merupakan amanat dari Peraturan Presiden (Perpres) 40/2018. Tujuannya agar Ditjen Pajak (DJP) mampu terus meningkatkan kemampuan dari sisi teknologi informasi. Selain itu, data yang dimiliki makin dapat diandalkan (reliable).

“Ini sesuai dengan tantangan yang makin tinggi. Jumlah wajib pajak kita meningkat dari 33 juta menjadi 70 juta. Jumlah dokumen yang harus diproses sistem pajak kita juga meningkat, seperti e-faktur kita yang tadinya 350 juta dokumen, sekarang meningkat menjadi 776 juta dokumen,” katanya.

Sri Mulyani mengatakan sejak 2018, otoritas telah mendesain perubahan dari sistem perpajakan dengan mengadopsi commercial off-the-shelf (COTS) yang sudah digunakan berbagai negara. Simak ‘Terkait Coretax DJP, Apa Itu Commercial-off-the-shelf (COTS)?’. (DDTCNews)

Insentif untuk Perbekalan Kesehatan Tertentu

Sesuai dengan Pasal 914 PP 28/2024, menteri kesehatan dapat menetapkan perbekalan kesehatan tertentu yang menjadi prioritas kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah pusat juga dapat memberikan insentif terhadap perbekalan kesehatan tertentu tersebut.

"Pemerintah pusat dapat memberikan insentif fiskal dan nonfiskal terhadap perbekalan kesehatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 914 ayat (2) PP 28/2024.

PP 28/2024 mendefinisikan perbekalan kesehatan sebagai semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. (DDTCNews)

Cukai Pangan yang Mengandung Gula, Garam, dan Lemak

Melalui PP 28/2024, pemerintah membuka ruang pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan perlu pembahasan dan kajian yang mendalam untuk menambahkan barang kena cukai (BKC).

"Regulasi baru dibuat, dan nanti pada waktunya Kemenkes akan berkoordinasi dengan Kemenkeu. Teman-teman di BKF akan membuat kajian lengkapnya, dan kami men-support dari Bea Cukai. Ada proses yang harus kita lalui," katanya.

Askolani mengatakan sejauh ini belum ada pembahasan lebih lanjut di antara kementerian/lembaga mengenai pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Kontribusi Wajib Pajak Berpenghasilan di Atas Rp5 Miliar

World Bank mencatat kontribusi wajib pajak berpenghasilan di atas Rp5 miliar terhadap penerimaan PPh orang pribadi meningkat seiring dengan diberlakukannya tarif PPh sebesar 35% terhadap lapisan penghasilan tersebut.

Kontribusi PPh orang pribadi dari wajib pajak kelompok itu meningkat dari 15,7% pada 2020 menjadi 18,7% pada 2022. "Dengan capaian ini, porsi penerimaan PPh dari lapisan penghasilan kena pajak tertinggi telah mencapai puncaknya dalam 5 tahun terakhir," tulis World Bank dalam laporannya. (DDTCNews)

Rating dari S&P

Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) kembali mempertahankan peringkat (rating) kredit jangka panjang Indonesia tetap pada posisi BBB dan jangka pendek pada 'A-2' dengan outlook stabil.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan keputusan ini menjadi cerminan kepercayaan internasional terhadap kebijakan ekonomi dan fiskal Indonesia yang prudent dan solid. S&P pun menilai Indonesia berhasil menjaga stabilitas fiskal dengan kebijakan yang hati-hati.

"Pemerintah mengelola utang secara hati-hati serta akuntabel dengan pemilihan tingkat risiko portofolio yang cermat untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang kuat," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.