Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat posisi utang pemerintah hingga November 2023 tercatat Rp8.041,01 triliun sehingga rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 38,11%
Laporan APBN Kita edisi Desember 2023 menyatakan rasio utang tersebut lebih rendah dibandingkan dengan akhir 2022 sebesar 39,7%. Capaian rasio utang itu juga di bawah batas aman 60% PDB sesuai dengan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.
"Rasio ini juga masih lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40%," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Selasa (19/12/2023).
Laporan itu menyatakan pengelolaan utang pemerintah yang baik tercermin pada hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit pada 2023 yang masih mempertahankan sovereign rating Indonesia pada level investment grade.
Beberapa di antaranya antara lain S&P dan Fitch (BBB/Stable), serta peningkatan outlook menjadi positif oleh R&I (BBB+/positive).
Pemerintah juga senantiasa melakukan pengelolaan utang secara cermat dan terukur lewat komposisi mata uang, suku bunga, serta jatuh tempo yang optimal.
Selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,91%.
Berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN mencapai 88,61%. Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Pada periode ini, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun.
Pengelolaan utang pemerintah melalui penerbitan SBN juga turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, inklusi keuangan, serta peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society.
Sejalan dengan hal itu, kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 dari 2,95% menjadi 7,69% pada periode ini.
Selanjutnya, bagi lembaga keuangan, SBN berperan penting dalam memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu instrumen mitigasi risiko.
"Oleh sebab itu, perbankan merupakan pemegang SBN domestik terbesar, yang pada periode ini mencapai 27,67%," bunyi laporan tersebut. (rig)