Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Selain bendahara, penggunaan aplikasi e-bupot unifikasi dan PPh Pasal 21 instansi pemerintah juga berpotensi meningkatkan kepatuhan pajak lawan transaksinya. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (26/7/2021).
Kementerian Keuangan mengatakan sistem dari aplikasi e-bupot unifikasi dan PPh Pasal 21 instansi pemerintah real time dan tervalidasi. Dengan demikian, otoritas pajak dapat memantau pemenuhan kewajiban bendahara.
“Selain itu, data bukti pemungutan/ pemotongan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengejar wajib pajak lawan transaksi bendahara yang belum melaporkan penghasilannya,” tulis Kementerian Keuangan dalam dokumen APBN Kita Juli 2021.
Kementerian Keuangan mengatakan hanya cukup membuka satu kanal, bendahara dapat melaporkan dan membuat bukti pemungutan/pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 26, pajak pertambahan nilai (PPN) Put, dan PPh Pasal 21.
Penggunaan aplikasi e-bupot unifikasi dan PPh Pasal 21 instansi pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan pemenuhan kewajiban bendahara. Pasalnya, beban administrasi dan kerepotan menginstalasi berbagai macam aplikasi. Simak ‘Kendala Pelaporan Pajak Bendahara Pemerintah, Aplikasi Ini Jadi Solusi’.
Selain mengenai penggunaan aplikasi e-bupot unifikasi dan PPh Pasal 21 instansi pemerintah, ada pula bahasan terkait dengan perpanjangan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 mulai 26 Juli hingga 2 Agustus 2021.
Sebelum aplikasi e-bupot unifikasi dan PPh Pasal 21 instansi pemerintah diluncurkan, Kementerian Keuangan telah melakukan pembenahan regulasi terkait dengan administrasi bendahara.
Salah satunya adalah melalui penerbitan PMK 231/2019 pada 31 Desember 2019. Dalam beleid ini diatur mengenai pendaftaran dan penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) instansi pemerintah menggantikan NPWP bendahara lama.
“Dan adanya kewajiban untuk menggunakan SPT (Surat Pemberitahuan) Masa unifikasi instansi pemerintah sejak masa Januari 2021,” ujar Kementerian Keuangan dalam dokumen APBN Kita Juli.
Dengan terbitnya PMK 231/2019, NPWP melekat pada instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. Simak beberapa ulasan mengenai PMK 231/2019 di sini. (DDTCNews)
Otoritas juga telah menerbitkan peraturan pelaksanaan dari PMK 231/2019, yakni PER-02/PJ/2021, pada18 Februari 2021. Regulasi ini diperlukan karena sejak berlakunya PMK 231/2019 per 1 April 2020, masih terjadi kesulitan di lapangan terkait dengan penerapan PMK tersebut.
Kesulitan terutama muncul pada unit-unit pelaksana yang menginduk pada satu instansi pemerintah. Contohnya, sekolah yang berada di bawah Dinas Pendidikan atau puskesmas yang ada di bawah Dinas Kesehatan.
Menurut Kementerian Keuangan, perlu adanya pengaturan agar unit-unit pelaksana tidak perlu melakukan kompilasi bukti potong secara manual. Untuk itu, ditambahkan fitur khusus untuk mendaftarkan subunit organisasi instansi pemerintah dalam aplikasi e-bupot unifikasi instansi pemerintah. (DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan memberikan insentif pajak atas sewa toko di mal. Insentif itu berupa pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP). Rencananya, pemberian insentif untuk masa pajak Juni sampai dengan Agustus 2021.
"Ini PMK (peraturan menteri keuangan)-nya sedang dalam proses," ujarnya. (DDTCNews/Kontan)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan insentif pajak tidak hanya disiapkan untuk pelaku usaha ritel yang beroperasi di mal. Menurutnya, insentif serupa juga tengah digodok untuk sektor transportasi dan pariwisata terutama hotel, restoran, dan kafe (horeka).
"Akan diberikan juga untuk sektor lain yang terdampak, termasuk transportasi, horeka pariwisata. Yang ini sedang dalam finalisasi," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Melalui PMK 93/2021, pemerintah memperpanjang waktu penundaan pembayaran cukai untuk pengusaha pabrik yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai dari sebelumnya 2 bulan menjadi 90 hari. PMK tersebut merupakan perubahan kedua dari PMK 57/2017.
“Untuk memberikan keberlanjutan dukungan dalam menjaga produktivitas dan arus kas pengusaha pabrik barang kena cukai di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung,” bunyi penggalan pertimbangan pemberian relaksasi dalam PMK 93/2021. Simak ‘Penerimaan Tidak Terpengaruh Perpanjangan Waktu Tunda Bayar Cukai’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Pengadilan Pajak memperpanjang penundaan pelaksanaan persidangan dan penghentian sementara layanan administrasi secara tatap muka pada 26 Juli—2 Agustus 2021. Sebelumnya, penundaan dan penghentian sementara direncanakan sampai 23 Juli 2021.
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak No. SE-15/PP/2021. Kebijakan ini diambil karena adanya perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa dan Bali pada 26 Juli—2 Agustus 2021.
Selain itu, masih terdapat beberapa hakim dan pengawai Sekretariat Pengadilan Pajak yang terpapar Covid-19. Kemudian, ada komitmen Pengadilan Pajak untuk menindaklanjuti ketentuan penanganan wabah penyakit Covid-19 secara menyeluruh sesuai ketentuan yang berlaku. Simak ‘PPKM Diperpanjang, Persidangan Pengadilan Pajak Dihentikan Lagi’. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada sejumlah barang yang ditambahkan dalam lampiran PMK 92/2021 seperti oksigen dan perangkat pendukungnya. Pemerintah lantas mengalokasikan pagu Rp20,85 triliun untuk memberikan fasilitas perpajakan atas barang yang dibutuhkan untuk penanganan pandemi.
"Kami memberikan insentif perpajakan di bidang kesehatan, Rp20,85 triliun pembebasan pajak dan bea cukai untuk berbagai impor dari vaksin dan alat kesehatan, termasuk nanti oksigen," kata Sri Mulyani. (DDTCNews) (kaw)