JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengatur pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% atas penghasilan yang diperoleh pedagang online (merchant) yang berdagang di platform marketplace. Meski pada akhirnya ditunda, topik ini menjadi salah satu peristiwa perpajakan yang santer dibahas sepanjang Juli 2025.
Pengaturan pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace tersebut diatur melalui PMK 37/2025. Beleid itu mengatur penunjukan marketplace alias penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPh Pasal 22.
Beleid tersebut juga mengatur tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang dalam negeri dengan mekanisme PMSE (merchant). PMK 37/2025 ini berlaku mulai 14 Juli 2025. Simak Kumpulan Artikel PMK 37/2025
Selain pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace, ada perilisan aplikasi Generate Data (Genta) dan terbitnya berbagai peraturan perpajakan baru mewarnai lanskap dunia perpajakan sepanjang Juli 2025. Berikut sejumlah peristiwa dan peraturan perpajakan baru yang terjadi selama Juli 2025.
Ditjen Pajak (DJP) meluncurkan aplikasi baru bernama generate data coretax (Genta) yang dapat diakses melalui laman genta.pajak.go.id. Aplikasi tersebut berfungsi untuk memperoleh data faktur pajak dan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 secara elektronik.
Adapun data tersebut merupakan data hasil pemrosesan dari Coretax DJP. DJP mengembangkan aplikasi Genta dengan 2 tujuan. Pertama, memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam melakukan request secara online untuk mendapatkan data faktur pajak dan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Kedua, memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam mengunduh data faktur pajak dan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26. DJP pun menyediakan petunjuk penggunaan aplikasi Genta yang dapat diunduh melalui laman https://genta.pajak.go.id/. Simak Ditjen Pajak Sediakan Panduan Penggunaan Aplikasi Genta di DJP Online
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merombak ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPh Pasal 22 atas transaksi perdagangan aset kripto. Pengaturan ulang tersebut dilakukan melalui PMK 50/2025. Simak Kumpulan Artikel PMK 50/2025
Perombakan dilakukan karena adanya perubahan status aset kripto dari yang awalnya komoditi menjadi aset keuangan digital. Sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset kripto kini dikategorikan sebagai aset keuangan yang dipersamakan surat berharga.
Perubahan tersebut membuat penyerahan aset kripto kini tidak lagi dikenai PPN. Namun, perlu dicatat, penyerahan jasa kena pajak (JKP) berupa jasa fasilitasi transaksi aset kripto oleh PPMSE dan JKP berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto tetap dikenai PPN.
Dari sisi PPh, penjualan aset kripto kini dikenai PPh Pasal 22 bersifat final sebesar 0,21% dari nilai transaksi apabila dilakukan melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dalam negeri. Sementara itu, penjualan aset kripto melalui PPMSE luar negeri dikenai PPh Pasal 22 dengan tarif 1%.
Sehubungan dengan perubahan ketentuan PPN, pemerintah pun menghapus aturan besaran tertentu atas transaksi aset kripto dalam PMK 11/2025. Penghapusan tersebut dilakukan melalui penerbitan PMK 53/2025. Adapun PMK 50/2025 dan PMK 53/2025 ditetapkan pada 25 Juli 2025 dan berlaku mulai 1 Agustus 2025. Simak Kumpulan Artikel PMK 53/2025.
Kemenkeu juga menerbitkan PMK 51/2025 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. PMK 51/2025 ini berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Pokok pengaturan baru dalam PMK 51/2025 meliputi penunjukan lembaga jasa keuangan (LJK) bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan. Ada pula penetapan PPh Pasal 22 atas impor emas batangan dengan tarif sebesar 0,25%. Simak Kumpulan Artikel PMK 51/2025
PMK 51/2025 juga mengatur penjualan emas oleh konsumen akhir kepada LJK bulion sampai dengan Rp10 juta dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22. Selain itu, impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor kini tidak lagi dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Selain PMK 51/2025, Kemenkeu juga mendukung perkembangan kegiatan usaha bulion melalui penerbitan PMK 52/2025. Melalui PMK 52/2025 tersebut, pemerintah mengatur ketentuan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion dalam bentuk perdagangan (bullion trading).
PMK 52/2025 menetapkan pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan emas perhiasan atau emas batangan oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau emas batangan kepada konsumen akhir, wajib pajak UMKM dengan PPh final, serta wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22.
Pengecualian serupa juga berlaku untuk penjualan emas batangan kepada Bank Indonesia, melalui pasar fisik emas digital, dan kepada LJK bulion. PMK 52/2025 juga berlaku mulai 1 Agustus 2025. Simak Kumpulan Artikel PMK 52/2025.
Kemenkeu kembali menyesuaikan sejumlah ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024. Kali ini, revisi dilakukan melalui PMK 54/2025. PMK 54/2025 tersebut berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Beleid itu diterbitkan untuk menyesuaikan ketentuan dalam PMK 81/2024 dengan perubahan ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bulion dan impor emas batangan serta transaksi perdagangan aset kripto.
Penyesuaian dilakukan dengan menghapus pasal-pasal dalam PMK 81/2024 yang berkaitan dengan kegiatan usaha bulion dan impor emas batangan serta transaksi perdagangan aset kripto. Penghapusan itu dilakukan seiring dengan terbitnya PMK 50/2025, PMK 51/2025, PMK 52/2025, dan PMK 53/2025.
Ditjen Pajak (DJP) resmi meluncurkan Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charter). Piagam Wajib Pajak yang tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-13/PJ/2025 ini menjadi dokumen resmi yang memuat secara eksplisit hak dan kewajiban wajib pajak.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto memimpin langsung peluncuran Piagam Wajib Pajak tersebut. Peluncuran ini pun menjadi tonggak penting dalam memperkuat hubungan antara negara dan wajib pajak. Simak Aturan Perpajakan yang Terbit Juli 2025
Jumlah konsultan pajak di Indonesia dinilai masih perlu ditambah guna mendukung otoritas pajak dalam memberikan edukasi kepada wajib pajak.
Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia DJP Mukhammad Faisal Artjan mengatakan konsultan pajak merupakan mitra strategis otoritas pajak. Dia menilai konsultan pajak dibutuhkan untuk menjangkau lebih banyak wajib pajak.
Faisal menjelaskan DJP akan menggencarkan pelayanan perpajakan secara elektronik. Oleh karena itu, lanjutnya, peran konsultan pajak dan petugas pajak menjadi penting untuk menjangkau wajib pajak dan memberikan layanan secara online.
Kementerian Keuangan menerbitkan peraturan baru yang mengatur skema pemberian pinjaman dari bank pemerintah kepada koperasi desa merah putih (KDMP)/koperasi kelurahan merah putih (KKMP). Peraturan yang dimaksud yaitu PMK 49/2025.
Melalui beleid tersebut, setiap KDMP/KKMP dapat menerima pinjaman dari bank pemerintah maksimal senilai Rp3 miliar, dengan tingkat suku bunga sebesar 6% per tahun dan jangka waktu (tenor) pinjaman maksimal 72 bulan
Perlu diketahui, kepatuhan pajak turut menjadi syarat pemberian pinjaman oleh bank BUMN kepada koperasi desa merah putih. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) PMK 49/2025. Pasal tersebut mengatur kepemilikan NPWP atas nama koperasi sebagai salah satu syarat agar koperasi desa merah putih bisa menerima pinjaman. Simak NPWP Jadi Syarat Pencairan Pinjaman Bank bagi Kopdes Merah Putih
