BERITA PAJAK HARI INI

Pelaporan Beneficial Ownership Tak Lagi ‘Mandiri’, NIK-NPWP untuk Cek

Redaksi DDTCNews
Selasa, 07 Oktober 2025 | 07.39 WIB
Pelaporan Beneficial Ownership Tak Lagi ‘Mandiri’, NIK-NPWP untuk Cek
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Pelaporan data kepemilikan manfaat atau beneficial ownership kini tidak lagi dilakukan secara mandiri, seperti yang tertuang dalam Perpres 13/2018. Melalui Permenkum 2/2025, skema pelaporannya kini bergeser menjadi verifikasi kolaboratif.

Topik ini menjadi salah satu ulasan media massa pada hari ini, Selasa (7/10/2025).

Merujuk pada Pasal 2 ayat (1) Permenkum 2/2025, setiap korporasi harus menetapkan pemilik manfaat atau beneficial owner dari setiap korporasi. Data beneficial owner dimaksud wajib diperbarui secara berkala setiap 1 tahun.

Guna mengkroscek kebenaran data kepemilikan manfaat, nomor identitas kependidikan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan digunakan untuk validasi.

Analisis data kepemilikan manfaat dilakukan dengan cara mencocokkan data pemilik manfaat yang dilaporkan oleh korporasi dan/atau notaris dengan kuesioner pemilik manfaat.

"Pencocokkan data ... dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian informasi pemilik manfaat yang dilaporkan oleh korporasi dan/atau notaris paling sedikit terhadap: NIK; NPWP; dan/atau dokumen lain yang dapat menunjukkan identitas pemilik manfaat," bunyi Pasal 12 ayat (2) Permenkum 2/2025.

Dalam melakukan analisis data, Kementerian Hukum melalui Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) dapat mengolah dan menganalisis data berkoordinasi dengan instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Guna memastikan kebenaran data pemilik manfaat yang disampaikan oleh korporasi dan notaris, Ditjen AHU bisa melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan akan dikhususkan pada korporasi dengan tingkat risiko tinggi.

Apabila ditemukan adanya perbedaan antara data pemilik manfaat yang disampaikan dan data hasil pemeriksaan, Ditjen AHU bisa melakukan klarifikasi, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Selain informasi soal pelaporan beneficial ownership, ada pula beberapa bahasan yang diangkat oleh media massa pada hari ini. Di antaranya, update dari penundaan pemungutan pajak marketplace, optimisme pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi, hingga risiko shortfall pajak yang mengintai.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Verifikasi Beneficial Ownership

Guna mendukung regulasi baru, pemerintah menyiapkan 3 langkah. Pertama, Kementerian Hukum meluncurkan aplikasi layanan sistem verifikasi pemilik manfaat.

Sebagaimana termuat dalam lampiran Permenkum 2/2025, verifikasi pemilik manfaat diperlukan untuk memastikan bahwa informasi dan dokumen yang disampaikan adalah benar.

Kedua, Kementerian Hukum juga meluncurkan prototipe beneficial ownership gateway. Ketiga, Ditjen AHU menandatangani perjanjian kerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga (K/L) terkait dengan tata kelola data beneficial ownership ke depan. (DDTCNews)

Pajak e-Commerce Ditunda, Merchant Tumbuh

Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati mendukung langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menunda pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan pedagang melalui marketplace.

Anis mengatakan penundaan pemungutan PPh Pasal 22 ini menjadi angin segar bagi para pedagang online atau merchant di marketplace, terutama yang masih berskala UMKM. Menurutnya, kebijakan tersebut memberi ruang bagi merchant untuk mengembangkan usahanya.

"Ketika pemerintah menunda untuk memungut pajak dari marketplace, usaha online bisa lebih bergairah kembali. Dana yang ada bisa digunakan untuk mengembangkan usaha sehingga peluang mereka untuk tumbuh semakin besar," katanya. (DDTCNews)

Ekonomi Tumbuh Berkat Stimulus

Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi pada 2025 bisa menyentuh 5,2% sesuai dengan target yang dipatok tahun ini.

Guna mencapai target pertumbuhan dan mendongkrak konsumsi domestik, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan jajaran kabinet memastikan bahwa implementasi program pemerintahan, terutama paket stimulus, berjalan lancar.

"Para menteri mengadakan rapat koordinasi terutama terkait dengan program ekonomi yang akan didorong untuk bisa dilaksanakan sampai dengan kuartal IV/2025. Pemerintah optimis bahwa pertumbuhan ekonomi 5,2% Insyaallah bisa dicapai," ujarnya. (DDTCNews)

Shortfall Pajak Membayangi

Pemerintah masih dibayangi risiko shortfall atas penerimaan pajak tahun ini. Obral insentif fiskal yang diberikan pemerintah semakin menambah beban target penerimaan pajak 2025.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan hingga 31 Agustus 2025 senilai Rp1.135,4 triliun atau sekitar 52% dari target APBN, yakni Rp2.189,3 triliun.

Kepala Laboratirum Departemen Ekonomika dan Bisnis UGM Kun Hariwibowo memperkirakan penerimaan pajak akan mengalami shortfall cukup besar. Penerimaan dari PPh migas, PPh Pasal 21, dan PPN dalam negeri yang akan tergerus paling dalam. (Koran Kontan).

Jakarta Kejar Pajak Parkir

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari parkir kendaraan. Target pendapatan dari sektor parkir di ibukota pada 2025 hanya Rp300 miliar. Padahal, potensinya jauh di atas itu.

Pansus Perpakiran DPRD DKI Jakarta mengungkapkan kebocoran pendapatan dari sektor pajak parkir mencapai Rp1,4 triliun. Hal ini disebabkan parkir liar yang tidak terekam dalam pendapatan daerah.

Ketua Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta Ahmad Lukman Jupiter menyampaikan kolaborasi antara pemprov dan warga sangat penting untuk menindak parkir ilegal yang tidak pernah menyetorkan pajaknya. Warga diminta tidak takut untuk lapor jika menemukan parkir ilegal di lingkungannya. (Bisnis Indonesia) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.