JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi menerbitkan peraturan baru mengenai perlakuan PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto. Topik ini menjadi salah satu isu terpopuler dalam sepekan terakhir.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 50/2025, pemerintah ingin memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahaan administrasi perpajakan atas aset kripto.
Mengenai perlakuan PPh atas penghasilan sehubungan dengan aset kripto, Pasal 10 PMK 50/2025 mengatur bahwa penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, PPMSE, atau penambang aset kripto merupakan penghasilan yang dikenai PPh.
Penjualan aset kripto dikenai PPh Pasal 22 bersifat final sebesar 0,21%, atau lebih tinggi dibandingkan dengan tarif sebelumnya sebesar 0,1%.
Untuk diperhatikan, penghasilan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang memfasilitasi transaksi aset kripto serta penghasilan penambang aset kripto merupakan objek pajak yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum sesuai dengan UU PPh. Penghasilan yang diterima PPMSE dan penambang aset kripto wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Terkait dengan perlakuan PPN atas penyerahan aset kripto, Pasal 2 PMK 50/2025 menegaskan bahwa penyerahan aset kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai PPN.
Namun, perlu dicatat, penyerahan jasa kena pajak (JKP) berupa jasa fasilitasi transaksi aset kripto oleh PPMSE dan JKP berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto merupakan penyerahan yang dikenai PPN.
PPN atas jasa fasilitasi transaksi aset kripto harus dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh PPMSE yang sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). PPN yang terutang dihitung menggunakan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari penggantian sebagaimana diatur dalam PMK 131/2024.
Sementara itu, PMK 50/2025 juga mengatur terkait dengan PPN atas jasa verifikasi transaksi aset kripto wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penambang aset kripto yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
PPN tersebut dipungut dan disetor dengan besaran tertentu, yaitu sebesar 20% dikali 11/12 dari tarif dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN. Dengan demikian, tarif efektif PPN yang berlaku atas jasa verifikasi aset kripto oleh penambang adalah sebesar 2,2%.
PMK 50/2025 telah diundangkan pada 28 Juli 2025 dan dinyatakan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Terkait dengan pengenaan PPh menggunakan tarif umum atas penghasilan yang diterima penambang aset kripto, ketentuan tersebut dinyatakan baru berlaku sejak tahun pajak 2026.
Selain informasi mengenai pengenaan pajak aset kripto, ada pemberitaan lain yang juga menarik untul diulas kembali. Di antaranya, revisi peraturan menteri keuangan (PMK) tentang insentif PPN DTP, pembentukan family office, hingga revisi PMK mengenai coretax system.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyetujui pemberian fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas rumah tapak dan rusun sebesar 100% hingga Desember 2025.
Sebagaimana diatur dalam PMK 13/2025, PPN DTP atas rumah sebesar 100% semestinya hanya diberikan pada Januari hingga Juni 2025. Oleh karena itu, Sri Mulyani kini sedang menyusun revisi PMK 13/2025 yang akan menjadi payung hukum pemberian PPN rumah DTP 100% hingga akhir tahun.
"Insentif PPN DTP perumahan 100% kami sudah menyetujui, jadi sekarang sedang dalam proses untuk perubahan PMK untuk diperpanjang sampai dengan Desember," ujarnya.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Pandjaitan memastikan rencana pembentukan family office akan segera terealisasi.
Luhut mengatakan rencana pembentukan family office tinggal menunggu keputusan Presiden Prabowo Subianto. Secara bersamaan, berbagai persiapan untuk pembentukannya juga terus berjalan.
"Kita lagi kejar terus. Kita harap bisa segera diputuskan Presiden," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah kembali menyesuaikan sejumlah ketentuan dalam PMK 81/2024. Kali ini, revisi dilakukan melalui PMK 54/2025.
Beleid yang berlaku mulai 1 Agustus 2025 tersebut diterbitkan untuk menyesuaikan ketentuan dalam PMK 81/2024 dengan perubahan ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bulion dan impor emas batangan serta transaksi perdagangan aset kripto.
Pada dasarnya, PMK 54/2025 menghapus pasal-pasal dalam PMK 81/2024 yang berkaitan dengan kegiatan usaha bulion dan impor emas batangan serta transaksi perdagangan aset kripto. Penghapusan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan peraturan perpajakan terbaru.
DJP meneken perjanjian kerja sama (PKS) dengan Ditjen Minerba Kementerian ESDM dan SKK Migas dalam rangka mengawal penerimaan negara, khususnya dari sektor pertambangan mineral, batu bara, dan migas.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan penandatanganan 2 PKS ini bertujuan mempermudah proses pertukaran data lintas instansi. Dia menilai kerja sama tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor strategis seperti pertambangan dan migas.
"Penandatanganan PKS ini merupakan milestone yang ditunggu sejak awal tahun. Dengan tata kelola yang baik, rekonsiliasi data antara Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan SKK Migas menjadi semakin selaras," ujarnya dalam keterangan resmi. (sap)