Ilustrasi. |
JAKARTA, DDTCNews - Data perdagangan yang disampaikan oleh penyedia marketplace kepada Ditjen Pajak (DJP) bakal menjadi landasan dalam melakukan pengawasan. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (17/7/2025).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan penerimaan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan jual beli di marketplace memang tidak terlalu signifikan. Namun, data yang diperoleh dari marketplace bisa digunakan untuk mendukung kegiatan pengawasan.
"Nanti di dalam sistem DJP akan terakumulasi. Itu memang yang kemudian kita akan awasi dan dijadikan sarana untuk mengedukasi wajib pajak," ujar Yon.
Yon mencontohkan dalam hal data yang terkumpul menunjukkan bahwa omzet pelaku usaha yang berdagang di marketplace sudah melebihi Rp4,8 miliar, pelaku usaha tersebut akan didorong melakukan pelaporan usaha guna dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Merujuk pada Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025, setidaknya terdapat 4 informasi terkait perdagangan barang dan jasa di marketplace yang harus disampaikan oleh penyedia marketplace kepada DJP.
Pertama, NPWP/NIK dan alamat korespondensi pedagang, surat pernyataan yang disampaikan oleh pedagang dalam negeri bahwa omzetnya sudah melebihi atau belum melebihi Rp500 juta, dan surat keterangan bebas yang disampaikan oleh pedagang dalam negeri.
Kedua, informasi lain berupa:
Ketiga, informasi yang termuat dalam dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemungutan PPh Pasal 22. Adapun informasi yang dimaksud antara lain:
Keempat, PPh Pasal 22 yang sudah dipungut dan disetorkan oleh penyedia marketplace.
Sebagai informasi, PMK 37/2025 mewajibkan penyedia marketplace untuk memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima pedagang sebagaimana tercantum dalam dokumen tagihan.
Penyedia marketplace selaku pihak lain bakal ditunjuk dan diwajibkan memungut PPh Pasal 22 bila penyedia marketplace dimaksud menggunakan escrow account untuk menampung penghasilan dan memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut:
Batasan nilai transaksi dan traffic akan ditetapkan oleh dirjen pajak selaku pihak yang memperoleh delegasi dari menteri keuangan.
Setelah batasan nilai transaksi dan traffic ditetapkan melalui peraturan dirjen pajak, DJP akan menerbitkan keputusan dirjen pajak guna menunjuk penyedia marketplace yang berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai jasa logistik di marketplace yang turut dikenakan PPh Pasal 22. Setelahnya, ada pembahasan mengenai kesepakatan tarif bea masuk barang Indonesia di Amerika Serikat (AS), extra effort untuk optimalisasi penerimaan kepabeanan dan cukai, serta penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
PPh Pasal 22 berdasarkan PMK 37/2025 juga harus dipungut oleh penyedia marketplace atas jasa pengiriman atau ekspedisi yang terkait dengan jual beli barang di marketplace.
Kewajiban ini timbul mengingat perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi yang bertransaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) juga dikategorikan sebagai pedagang dalam negeri.
"Termasuk pedagang dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui PMSE," bunyi Pasal 5 ayat (2) PMK 37/2025. (DDTCNews)
Pemerintah berencana menunjuk penyedia marketplace yang berkedudukan di luar negeri sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima oleh pedagang online.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan PMK 37/2025 telah memberikan ruang untuk menunjuk penyedia marketplace di luar negeri sebagai pemungut PPh Pasal 22. Menurutnya, hal itu diperlukan mengingat banyak orang Indonesia yang memanfaatkan platform marketplace luar negeri untuk berjualan.
"Ketika kita lihat nanti ada marketplace luar negeri, entah di Singapura, China, Jepang, atau Amerika, ternyata banyak orang Indonesia yang berjualan, itu kita bisa tunjuk dia sebagai pemungut PPh 0,5%. Why not 'kan," ujarnya. (DDTCNews)
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk mengenakan bea masuk sebesar 19% atas barang-barang impor dari Indonesia, turun dari rencana awal yang sebesar 32%.
Bea masuk yang diberlakukan atas barang Indonesia turun menjadi 19% setelah tercapainya kesepakatan antara Trump dan Presiden Prabowo Subianto. Namun, Prabowo menyatakan pemerintah Indonesia masih akan menegosiasikan tarif bea masuk tersebut.
"Saya tetap nego, saya katakan beliau ini [Presiden AS Donald Trump] seorang negosiator yang cukup keras," katanya. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menjalankan extra effort untuk mengamankan target penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2025.
Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama mengatakan kegiatan extra effort telah menghasilkan penerimaan senilai Rp2,1 triliun pada semester I/2025. Extra effort tersebut dilaksanakan melalui peningkatan kepatuhan dan penggalian potensi penerimaan kepabeanan dan cukai.
Kegiatan yang dijalankan dalam extra effort ini antara lain nota pembetulan (notul), audit dan penelitian ulang, penolakan keberatan, pengenaan sanksi, dan penerapan ultimum remedium atau menjadikan sanksi pidana sebagai upaya terakhir. (DDTCNews)
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali memangkas suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) dari sebesar 5,5% menjadi 5,25% pada Juli 2025.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penurunan suku bunga acuan ini mempertimbangkan kondisi dan risiko perekonomian ke depan. Suku bunga deposit facility juga dipangkas menjadi sebesar 4,5%, sedangkan suku bunga lending facility menjadi 6%.
Sebelumnya, BI telah menurunkan suku bunga acuannya pada Mei 2025, juga sebesar 25 basis points ke level 5,5%. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan, Kompas)