JAKARTA, DDTCNews – Besarnya PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap pada masa pajak terakhir dihitung berdasarkan jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam 1 tahun pajak dikurangi dengan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir.
Secara ringkas, PPh Pasal 21 terutang dalam setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif Pasal 17 UU PPh. Adapun penghasilan kena pajak dihitung sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
“Penghasilan neto...merupakan seluruh jumlah penghasilan bruto...dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dikurangi dengan pengurangan yang diperbolehkan,” bunyi Pasal 8 ayat (5) PMK 168/2023, dikutip pada Rabu (31/12/2025).
Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap pada masa pajak Desember (masa pajak terakhir) akan memperhitungkan biaya yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Berdasarkan Pasal 10 PMK 168/2023, ada 3 biaya yang menjadi pengurang penghasilan bruto. Pertama, biaya jabatan. Besarnya biaya jabatan yang dapat menjadi pengurang ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto dan maksimal Rp6 juta setahun atau paling banyak Rp500.000 sebulan.
Kedua, iuran terkait program pensiun dan hari tua yang dibayar oleh pegawai melalui pemberi kerja kepada:
Iuran yang dimaksud seperti iuran pensiun, iuran jaminan pensiun, iuran jaminan hari tua/tunjangan hari tua. Iuran tersebut bisa menjadi pengurang penghasilan bruto atas bagian yang dibayarkan sendiri oleh pegawai melalui pemberi kerja.
Terkait dengan biaya ini, biasanya pemberi kerja mengalami kerancuan antara premi dan iuran kepada BPJS atau dana pensiun yang akan menambah penghasilan atau mengurangi penghasilan bruto pegawai tetap.
Untuk memperjelas, berikut ringkasan perlakuan perpajakan atas program BPJS terhadap penghasilan bruto pegawai:

Ketiga, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Ketiga biaya tersebut perlu menjadi perhatian bagi pemotong PPh Pasal 21 agar memperoleh dasar pengenaan pajak (DPP) yang tepat. Hal lain yang perlu diperhatikan, jenis bukti potong yang digunakan pada masa pajak terakhir adalah BPA1 bukan BPMP. Simak Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap (rig)
