MATARAM, DDTCNews – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) berencana menyesuaikan tarif beberapa jenis pajak daerah pada 2026. Penyesuaian tarif dilakukan untuk menyikapi pengurangan transfer ke daerah (TKD) ke NTB yang mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Plt Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB Fathurrahman menyebut penyesuaian tarif pajak juga dilakukan untuk menjaga stabilitas fiskal daerah. Selain itu, penyesuaian tarif pajak daerah dimaksudkan untuk memastikan keberlanjutan pembangunan di NTB.
"Beberapa hal yang direncanakan penyesuaian tarif, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB)," jelasnya, dalam temu media Refleksi Kinerja Bappenda NTB 2025, dikutip pada Rabu (31/12/2025).
Fathurrahman menyebut saat ini Provinsi NTB masih menerapkan tarif PKB yang relatif rendah dibandingkan daerah lain. Merujuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi NTB 2/2024, tarif PKB di NTB ditetapkan sebesar 1,025%.
Ada pula tarif PKB sebesar 0,5% yang berlaku atas kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan umum, angkutan karyawan, dan angkutan sekolah, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, pemerintah dan pemerintah daerah.
Sementara itu, sambung Fathurrahman, sejumlah provinsi lain seperti Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Jawa Timur telah menerapkan tarif yang lebih tinggi, bahkan mendekati batas maksimal sebesar 1,2%.
"Maksimal PKB itu kan 1,2 persen, sementara kita NTB masih 1,025 persen. Di daerah sekitar kita, seperti Bali dan NTT, sudah di angka 1,2%," jelas pria yang juga Asisten I Setda NTB tersebut.
Fathurrahman menegaskan rencana penyesuaian tarif PKB tidak akan diberlakukan secara menyeluruh dan tidak serta-merta membebani masyarakat umum. Menurutnya, penyesuaian tarif akan lebih menyasar kendaraan dengan klasifikasi kapasitas mesin atau cubic centimeter (CC) besar.
"Kenaikan ini lebih kepada kendaraan dengan CC tertentu, bukan ke masyarakat yang memiliki kendaraan kecil," ujarnya.
Fathurrahman menyebut klasifikasi kendaraan berbasis CC dimaksudkan agar kebijakan pajak lebih adil dan proporsional. Terlebih, kendaraan dengan kapasitas mesin 200 CC ke atas umumnya dimiliki oleh kelompok masyarakat dengan kemampuan finansial lebih baik sehingga penyesuaian tarif difokuskan pada segmen tersebut.
"Kendaraan di atas 200 CC itu kan secara harga hampir setara dengan mobil. Artinya, pemilik kendaraan tersebut secara ekonomi dianggap mampu," bebernya, dilansir lombokpost.jawapos.com. (dik)
