KILAS BALIK 2025

Oktober 2025: Purbaya Tunda Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Marketplace

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 30 Desember 2025 | 18.00 WIB
Oktober 2025: Purbaya Tunda Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Marketplace

JAKARTA, DDTCNews - Memasuki Oktober 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah menunda penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 hingga perekonomian nasional dinyatakan pulih.

Purbaya menjelaskan pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 oleh penyedia marketplace masih belum bisa dipastikan mengingat perekonomian nasional masih belum sepenuhnya pulih. Untuk itu, pemerintah tidak melakukan penunjukan penyelenggara marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 pada tahun ini.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan penundaan penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang tersebut ditunda setidaknya sampai dengan Februari 2026. Namun, Bimo tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai rencana DJP setelah masa penundaan tersebut.

Perlu diketahui, DJP berwenang menunjuk penyedia marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang online di marketplace tersebut. Ketentuan penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak telah diatur dalam PMK 37/2025 dan Perdirjen Pajak PER-15/PJ/2025. Simak Aturan Pemotongan Pajak Pedagang Online Ditunda hingga Februari 2026

Komisi XI DPR pun mendukung langkah Purbaya untuk menunda penerapan PPh Pasal 22 atas penjualan pedagang melalui marketplace. Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan langkah ini mencerminkan sensitivitas pemerintah terhadap kondisi ekonomi nasional. Simak Komisi XI DPR Dukung Penundaan PPh Pasal 22 Marketplace

Selain kabar seputar penundaan PPh Pasal 22 marketplace, terdapat isu, peristiwa, dan peraturan perpajakan baru yang berseliweran sepanjang Oktober 2025. Berikut sejumlah di antaranya yang menarik untuk diulas kembali

Pemerintah Perluas PPh Pasal 21 DTP untuk Industri Pariwisata

Pemerintah memperluas cakupan bidang industri yang dapat memperoleh insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) melalui PMK 72/2025. Perluasan diberikan untuk sektor industri pariwisata yang sebelumnya tidak diatur dalam PMK 10/2025.

Perluasan tersebut diberikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Secara total, ada 77 KLU sektor pariwisata yang tercakup dalam pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP.

Sesuai dengan ketentuan, penghasilan bruto dalam tahun 2025 yang diterima atau diperoleh pegawai tertentu dari pemberi kerja dengan kriteria tertentu diberikan insentif PPh Pasal 21 DTP. Khusus untuk pariwisata maka insentif PPh Pasal 21 DTP diberikan mulai masa pajak Oktober 2025 – Desember 2025.

Dirjen Pajak Atur 6 Kriteria PKP yang Dapat Dinonaktifkan Akses Pembuatan Fakturnya

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto meneken peraturan baru yang mengatur penonaktifan akses pembuatan faktur pajak. Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak No. PER-19/PJ/2025.

Beleid itu memerinci ketentuan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak terhadap pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan. Sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) huruf b PMK 81/2024, penonaktifan akses pembuatan faktur itu menjadi wewenang dirjen pajak.

Melalui PER-19/PJ/2025, dirjen pajak menetapkan 6 kriteria tertentu yang membuat PKP dilakukan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak. Adapun PER-19/PJ/2025 mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu 22 Oktober 2025. Simak Rekap Peraturan Perpajakan Terbaru Sepanjang Oktober 2025

DJP Perbarui Ketentuan Wajib Pajak yang Terdaftar pada KPP BKM

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto merilis Perdirjen Pajak No. PER-17/PJ/2025 tentang Penentuan Tempat Terdaftar Bagi Wajib Pajak, Orang Pribadi, dan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Besar, Khusus, dan Madya.

Beleid itu mengatur penetapan tempat terdaftar bagi wajib pajak orang pribadi dan badan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Besar, Khusus, dan Madya (BKM). PER-17/PJ/2025 dirilis untuk menyesuaikan ketentuan pasca-berlakunya PMK 81/2024.

Adapun PER-17/PJ/2025 berlaku mulai 1 September 2025. Beleid ini mencabut dan menggantikan peraturan terdahulu, yaitu Perdirjen Pajak No. PER-07/PJ/2020 s.t.d.d Perdirjen Pajak No. PER-05/PJ/2021. Simak Apa Itu KPP Besar, Khusus, dan Madya (BKM)?

Pemerintah Kini Kenakan Bea Keluar atas Ekspor Getah Pinus

Pemerintah mengenakan bea keluar atas ekspor getah pinus. Pengenaan bea keluar atas getah pinus tersebut diatur melalui PMK 68/2025 yang merevisi PMK 38/2024. PMK 68/2025 diundangkan pada 15 Oktober 2025 dan berlaku efektif mulai 22 Oktober 2025

Merujuk lampiran PMK 68/2025, getah pinus yang termasuk dalam pos tarif ex 1301.90.90 dikenai bea keluar sebesar 25%. Pengenaan bea keluar atas getah pinus tersebut menambah daftar komoditas yang dikenakan bea keluar yang sebelumnya diatur dalam PMK 38/2024.

PMK 68/2025 juga menurunkan tarif bea keluar atas ekspor biji kakao yang termasuk dalam pos tarif 1801.00.10 dan 1801.00.90. Kemudian, PMK 68/2025 juga menambahkan 2 jenis produk kelapa sawit yang dikenai bea keluar. Keduanya meliputi palm oil mill effluent oil serta high acid palm oil residue.

DJBC Revisi Ketentuan Seputar Pelunasan Cukai

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) kembali merevisi ketentuan soal tata cara pelunasan cukai. Revisi dilakukan melalui Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. PER-10/BC/2025 yang berlaku mulai 29 Agustus 2025. Adapun PER-10/PJ/2025 itu merupakan revisi ketiga dari PER-24/BC/2018.

Tidak banyak yang berubah dari penerbitan PER-10/BC/2025. Melalui peraturan ini, DJBC hanya menyisipkan 1 pasal di antara Pasal 15 dan Pasal 16 PER-24/BC/2018 s.t.d.t.d PER-9/BC/2024, yakni Pasal 15A.

Pasal 15A menyatakan terhadap pengajuan penyediaan dan pemesanan pita cukai (P3C) oleh pengusaha pabrik, dapat dikenakan pembatasan berdasarkan manajemen risiko dalam Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi (SAC-S). SAC-S merupakan sistem aplikasi yang dipergunakan di bidang cukai.

Harmonisasikan Peraturan Pelaporan Keuangan, Pemerintah Rilis PP Baru

Guna menjalankan mandat Pasal 273 Undang-Undang 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 43/2025 tentang Pelaporan Keuangan. PP 43/2025 itu sebenarnya telah diundangkan sejak 19 September 2025, tetapi baru ramai diperbincangkan.

Melalui beleid tersebut, pemerintah mengatur lebih lanjut kewajiban penyusunan dan penyampaian laporan keuangan, standar laporan keuangan, komite standar laporan keuangan, serta platform bersama pelaporan keuangan.

Peraturan ini perlu menjadi perhatian bagi pihak yang diwajibkan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan (pelapor). Pelapor berarti pelaku usaha sektor keuangan dan pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan yang merupakan pemilik laporan keuangan.

Pelapor tersebut di antaranya adalah orang perorangan yang wajib melakukan pembukuan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Poin penting yang banyak mendapat sorotan dalam PP 43/2025 adalah ketentuan pihak yang dapat menyusun laporan keuangan.

Pajak atas Transaksi dengan Danantara

DPR resmi menyetujui pengesahan RUU BUMN menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (2/10/2025). Revisi atas UU BUMN turut memuat 1 pasal khusus terkait perpajakan dalam revisi atas UU BUMN.

Pasal dimaksud adalah Pasal 89A yang mengatur secara khusus tentang perlakuan pajak atas transaksi yang melibatkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), holding investasi, holding operasional, dan entitas yang dimilikinya.

Pecah Usaha Demi PPh Final UMKM 0,5%

Pada Oktober 2025, Bimo Wijayanto mewanti-wanti para pelaku UMKM yang notabene mengalami peningkatan kapasitas bisnis hingga omzet, untuk jangan melakukan praktik culas memecah usahanya demi memanfaatkan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5%.

PPh final UMKM berlaku bagi pelaku usaha dengan omzet hingga Rp4,8 miliar per tahun. Apabila UMKM lebih berdaya saing dan memperoleh omzet di atas threshold tersebut maka wajib mematuhi kewajiban PPh yang berlaku sesuai dengan Pasal 17 UU PPh.

MA Dorong Revisi UU Pengadilan Pajak

Mahkamah Agung (MA) turut mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Pajak. Merujuk pada Rencana Strategis (Renstra) MA 2025-2029, MA berpandangan RUU Pengadilan Pajak diperlukan untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XXI/2023.

Tak hanya itu, RUU Pengadilan Pajak juga diperlukan untuk memastikan integrasi Pengadilan Pajak ke MA berjalan mulus dan tidak menimbulkan persoalan kelembagaan di kemudian hari. Menurut MA, RUU diperlukan untuk memastikan kesesuaian antara sistem yang berlaku di Pengadilan Pajak saat ini dengan sistem yang berlaku pada badan peradilan secara umum.

Pelaporan Beneficial Ownership Tak Lagi ‘Mandiri’, NIK-NPWP untuk Cek

Pelaporan data kepemilikan manfaat atau beneficial ownership kini tidak lagi dilakukan secara mandiri, seperti yang tertuang dalam Perpres 13/2018. Melalui Permenkum 2/2025, skema pelaporannya kini bergeser menjadi verifikasi kolaboratif.

Merujuk pada Pasal 2 ayat (1) Permenkum 2/2025, setiap korporasi harus menetapkan pemilik manfaat atau beneficial owner dari setiap korporasi. Data beneficial owner dimaksud wajib diperbarui secara berkala setiap 1 tahun.

Guna memverifikasi kebenaran data kepemilikan manfaat, nomor identitas kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) digunakan untuk validasi. Analisis data kepemilikan manfaat dilakukan dengan cara mencocokkan data pemilik manfaat yang dilaporkan oleh korporasi dan/atau notaris dengan kuesioner pemilik manfaat. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.