BERITA PAJAK HARI INI

Bea Keluar Emas dan Batu Bara Dikaji, Kepastiannya di Nota Keuangan

Redaksi DDTCNews
Rabu, 09 Juli 2025 | 07.00 WIB
Bea Keluar Emas dan Batu Bara Dikaji, Kepastiannya di Nota Keuangan

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan akan mengkaji usulan pengenaan pungutan bea keluar untuk produk emas dan batu bara pada 2026. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (9/7/2025).

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan pengenaan bea keluar emas dan batu bara menjadi alternatif kebijakan untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun demikian, dia tidak bisa memastikan kebijakan itu akan diterapkan tahun depan.

"Kami masih melihat dan mengkaji. Ini kan diberikan Panja Komisi XI untuk alternatif-alternatif ya dalam rangka hilirisasi, dan untuk insentif macam-macam. Kepastiannya ada di nota keuangan," katanya.

Berdasarkan kesimpulan Panja Penerimaan Komisi XI, lanjut Anggito, pemerintah didorong untuk memungut bea keluar atas 2 komoditas tersebut sebagai langkah ekstensifikasi. Hal itu bertujuan menambah setoran kepabeanan dan cukai tahun depan.

Terlebih, Komisi XI menyepakati kenaikan batas atas target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun anggaran 2026, dari 1,21% menjadi 1,30% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Pada gilirannya, perubahan tersebut pun turut mengerek target pendapatan negara dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2026. Awalnya, batas atas dipatok 12,22%, kini menjadi 12,31% terhadap PDB.

Untuk mengoptimalkan penerimaan negara, Komisi XI menyarankan pemerintah melakukan beberapa strategi. Dua di antaranya, memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), serta memungut bea keluar produk emas dan batu bara.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI Fauzi Amro menjelaskan pemerintah bisa menaikkan atau menurunkan tarif bea keluar komoditas emas dan batu bara mengingat harganya di pasar global sangat fluktuatif hingga saat ini.

Dia menuturkan Kementerian Keuangan perlu bekerja sama dengan Kementerian ESDM untuk menggodok rancangan peraturan menteri keuangan (RPMK) yang mengatur soal bea keluar produk emas dan batu bara ini ke depannya.

Selain topik di atas, ada pula ulasan perihal keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif bea masuk 32% terhadap barang-barang Indonesia. Ada juga bahasan mengenai cadangan devisa, kinerja tax ratio di Asia Pasifik, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Indonesia Tindak Lanjuti Keputusan Trump soal Tarif 32 Persen

Masih terkait dengan kepabeanan, pemerintah juga menindaklanjuti pengenaan tarif bea masuk 32% oleh AS terhadap barang Indonesia. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan langsung berangkat ke AS guna menindaklanjuti bea masuk resiprokal tersebut.

"Menko dijadwalkan bertemu perwakilan pemerintah AS untuk mendiskusikan segera keputusan tarif Presiden AS Donald Trump untuk Indonesia yang baru saja keluar," ujar Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto.

Mengingat bea masuk resiprokal sebesar 32% tersebut baru akan diberlakukan pada 1 Agustus 2025, lanjut Haryo, pemerintah berpandangan masih terdapat waktu bagi kedua pihak untuk melakukan negosiasi atas tarif tersebut. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Ditjen Pajak Sediakan Panduan Penggunaan Aplikasi Genta di DJP Online

DJP menyediakan petunjuk penggunaan aplikasi Generate Data (Genta). Aplikasi Genta merupakan salah satu fitur baru yang ada pada menu DJP Online.

Melalui petunjuk penggunaan tersebut, DJP telah menjelaskan tata cara login ke aplikasi Genta serta tata cara mengajukan permintaan data faktur pajak dan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26.

Selain itu, DJP juga menjabarkan tata cara mengunduh data faktur pajak dan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta proses bisnis permintaan ulang data faktur pajak dan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26. (DDTCNews)

DPR Optimistis Pajak e-Commerce Dorong Kinerja Penerimaan Negara

Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro meyakini bahwa penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak atas transaksi pedagang online akan mengerek penerimaan pajak.

Tak hanya itu, Fauzi menilai otoritas pajak juga dapat menghimpun data dan informasi wajib pajak khususnya pedagang online, ketika kebijakan tersebut diterapkan.

"[Pemungutan pajak] e-commerce itu akan menambah pendapatan negara. Jadi, [sumber penerimaan] dari minuman berpemanis ditambah [pajak] e-commerce," katanya. (DDTCNews)

Tax Ratio Indonesia 2023 Masih di Bawah Rata-Rata Asia Pasifik

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat tax ratio Indonesia masih lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata tax ratio 37 negara Asia Pasifik.

Merujuk pada Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2025 yang dirilis oleh OECD, tax ratio Indonesia pada 2023 tercatat hanya sebesar 12%, di bawah rata-rata Asia Pasifik yang sebesar 19,6%.

"Tax ratio Indonesia tidak berubah pada 2022 dan 2023, tetap sebesar 12% dari PDB pada kedua tahun tersebut. Bila dibandingkan dengan 2007, tax ratio Indonesia turun sebesar 0,2 poin persentase," tulis OECD dalam laporannya. (DDTCNews)

Cadangan Devisa Indonesia Naik Tipis Berkat Pajak dan Global Bond

Cadangan devisa Indonesia per akhir Juni 2025 tercatat US$152,6 miliar, naik tipis dibandingkan dengan cadangan devisa pada bulan sebelumnya senilai US$152,5 miliar.

Kenaikan cadangan devisa didorong oleh penerimaan pajak dan jasa serta penerbitan global bond oleh pemerintah di tengah kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2025 setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," sebut Bank Indonesia (BI). (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.