BERITA PAJAK HARI INI

Aspek Pajak Jadi Penopang Iklim Investasi, Skor RI di Atas Rata-Rata

Redaksi DDTCNews
Kamis, 31 Oktober 2024 | 09.11 WIB
Aspek Pajak Jadi Penopang Iklim Investasi, Skor RI di Atas Rata-Rata

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - World Bank memberikan skor kepada Indonesia sebesar 59,91 atas aspek perpajakan (taxation) dalam laporan Business Ready (B-Ready) 2024. Laporan ini mengukur indikator kemudahan berusaha dan iklim investasi sekaligus menjadi pengganti indikator sebelumnya, Ease of Doing Business (EoDB). 

Topik tersebut menjadi salah satu bahasan utama media nasional pada hari ini, Kamis (31/10/2024). 

Dalam laporan B-Ready 2024 disebutkan skor yang diperoleh Indonesia pada aspek taxation masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor 50 negara yang tercakup dalam laporan B-Ready 2024 sebesar 53,5 dan median sebesar 55,65.

World Bank mengungkapkan aspek taxation diukur melalui 3 pilar, yakni kualitas regulasi perpajakan (pilar I), layanan publik yang diberikan oleh otoritas pajak (pilar II), dan implementasi praktis dari sistem perpajakan yang berlaku (pilar III).

Untuk pilar I, penilaiannya dihitung berdasarkan beberapa indikator antara lain ketersediaan pedoman pajak, keberadaan binding rulings, transparansi penyusunan ketentuan pajak, dan penyelenggaraan konsultasi publik dalam penyusunan regulasi.

Pilar I juga menilai kesederhanaan proses pelaporan SPT, kemudahan dalam mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, hingga prosedur untuk mengajukan restitusi PPN. Adapun skor Indonesia terkait dengan pilar I ialah sebesar 66,75.

Pada pilar II, World Bank melakukan penilaian atas sistem administrasi elektronik yang berlaku, pengelolaan data, transparansi, serta prosedur pemeriksaan dan sengketa. Skor Indonesia untuk pilar II ini sebesar 61,67.

Untuk pilar III, World Bank melakukan penilaian atas waktu yang dibutuhkan wajib pajak untuk melapor dan membayar SPT, menempuh proses pemeriksaan dan sengketa, dan mengajukan restitusi PPN.

Pilar III tersebut juga mengukur tarif efektif PPh badan dan tarif efektif PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan. Adapun skor Indonesia untuk pilar III tersebut sebesar dan 51,3.

Selain bahasan mengenai laporan kemudahan berusaha, ada pula beberapa ulasan lain yang menjadi sorotan sejumlah media nasional pada hari ini. Di antaranya, dorongan bagi pemerintah daerah untuk melakukan simulasi pemungutan opsen pajak, warning bagi wajib pajak terkait dengan modus baru penipuan, hingga masukan bagi pemerintah untuk kembali memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP). 

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Regulasi Pajak yang Kompleks Tekan Minat Investasi

Laporan B-Ready yang diterbitkan World Bank menyimpulkan bahwa taxation adalah salah satu aspek yang turut memengaruhi kemudahan berusaha dan iklim investasi. Regulasi pajak yang kompleks dan sistem administrasi pajak yang tidak efisien memiliki keterkaitan dengan tingginya korupsi dan minimnya kegiatan penanaman modal.

Untuk itu, kebijakan pajak yang efektif harus mampu mendukung upaya peningkatan penerimaan negara sekaligus menekan beban yang ditanggung oleh wajib pajak.

Sistem pajak yang efisien juga dinilai mampu meningkatkan produktivitas perusahaan dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, sistem pajak yang rumit justru akan menghambat proses formalisasi perekonomian. (DDTCNews)

Pemda Perlu Simulasi Pemungutan Opsen

Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) meminta para pemerintah daerah untuk dapat melakukan simulasi beban pajak yang timbul ketika ketentuan opsen pajak diterapkan pada tahun depan.

Simulasi diperlukan untuk meminimalkan penambahan beban pajak yang timbul akibat implementasi opsen pajak kendaraan bermotor (PKB), opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan opsen pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).

"Kebijakan pengenaan opsen dilakukan dengan tidak menambah beban maksimum. Ini dilakukan dengan simulasi penghitungan, simulasi kebijakan, dan strategi komunikasi publik," kata Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Anna Mei Rani. (DDTCNews)

Sudah Belasan Ribu WP Simulasi Coretax

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Dwi Astuti mengatakan jumlah wajib pajak yang terdaftar pada simulator coretax system sejauh ini mencapai 47.779 wajib pajak. Namun, belum semua wajib pajak tersebut telah login dan menggunakan simulator coretax.

"Jumlah wajib pajak yang sudah login ke simulator sebanyak 16.152," katanya. 

Dari 47.779 wajib pajak yang mendaftar pada simulator coretax, 29.582 wajib pajak di antaranya merupakan orang pribadi, ⁠⁠17.746 wajib pajak dari badan, dan 451 wajib pajak dari instansi pemerintah. (DDTCNews)

Waspada Penipuan Berkedok Pemadanan NIK-NPWP

DJP kembali mengingatkan wajib pajak agar mewaspadai berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan otoritas.

Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Iqbal Rahadian mengatakan penipuan yang mengatasnamakan otoritas bahkan marak ditemui jelang implementasi coretax system. Menurutnya, kini ditemukan kasus penipuan bermodus imbauan pemadanan NIK sebagai NPWP, tetapi diberikan tautan untuk mengunduh aplikasi palsu.

"Adanya kegiatan persiapan untuk menggunakan aplikasi coretax, makanya diimbau melakukan pemadanan [NIK sebagai NPWP], tetapi di bawahnya ada tautan yang harus diklik. Ini perlu dicek," katanya. (DDTCNews)

PPh Pasal 21 DTP Diusulkan Diberikan Lagi

Pemerintah diimbau untuk kembali memberikan sejumlah insentif pajak untuk membantu daya beli masyarakat yang melemah. Salah satunya, insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) atau akrab disebut insentif pajak penghasilan pekerja. 

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan telah bertemu dengan Kementerian Keuangan agar insentif PPh Pasal 21 DTP kembali diberikan oleh pemerintah. Sebenarnya insentif ini pernah diberikan pada awal pandemi Covid-19 lalu untuk mengurangi beban perusahaan.

Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto menyampaikan insentif pajak pekerjaa ini mestinya tidak hanya menyasar sektor padat karya tetapi seluruh setor industri. (Kontan)

Pertumbuhan Kredit Melambat

Daya beli yang melemah juga tecermin pada melambatnya pertumbuhan kredit perbankan pada September 2024.

Bank Indonesia melaporkan penyaluran kredit industri perbankan sepanjang tahun kalender 2024 telah tumbuh 2 digit. Hanya saja, pertumbuhan kredit melambat pada kuartal III/2024, yakni sebesar 10,85% secara tahunan.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Sunarso menyampaikan BRI telah menyalurkan kredit senilai Rp.1353,36 triliun atau tumbuh 8,21% secara tahunan dengan porsi terbanyak, yakni 81,7%, kepada pelaku UMKM. (Harian Kompas)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.