SEWINDU DDTCNEWS
TOKOH PAJAK INTERNASIONAL

Michael Lennard, Sosok di Balik Diplomasi Pajak Negara Berkembang

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 2 Januari 2024 | 10.30 WIB
Michael Lennard, Sosok di Balik Diplomasi Pajak Negara Berkembang

Michael Lennard, Chief International Tax Cooperation in the Financing for Development Office at United Nations.

JAKARTA, DDTCNews - Tax Notes International (TNI) menganugerahkan titel Person of The Year 2023 kepada Michael Lennard. Lennard merupakan Ketua Kerja Sama Pajak Internasional di United Nation (UN) Financing for Sustainable Development Office (FfDO) sekaligus sekretaris UN Tax Committee.

Konsistensinya dalam memikirkan kepentingan pajak negara berkembang menjadikan pria berkebangsaan Australia ini dijuluki An International Tax Diplomat and Champion for Developing Countries oleh TNI.

Julukan tersebut sepadan dengan sepak terjang Lennard sebagai dalang atas beragam agenda dan panduan pajak yang mengakomodir hak negara berkembang. Pemutakhiran model perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (UN Model Double Taxation Convention/UN Model) menjadi secuplik kontribusi Lennard.

Pemutakhiran UN Model tersebut merupakan prioritas utama Lennard saat awal bergabung dengan PBB pada 2006. Langkah itu diambil lantaran Lennard memandang P3B merupakan alat potensial untuk membendung pengalihan keuntungan serta memperlebar hak pemajakan bagi negara berkembang.

Sayangnya, UN Model yang dirancang sebagai model P3B untuk negara-negara berkembang baru direvisi sekali sejak pertama kali diterbitkan pada 1980. Inisiasi Lennard untuk memutakhirkan UN Model sempat terkendala dengan dokumen UN Model versi resmi yang rusak (corrupt), kurang efektinya sistem shared drive (penyimpanan bersama) PBB, serta minimnya catatan dari mantan staf PBB.

Lennard kemudian berhasil menemukan versi PDF dari UN Model versi pertama. Selama berminggu-minggu, pria peraih gelar master hukum internasional ini berupaya mengubah format dokumen tersebut dari PDF menjadi versi microsoft word. Perlu diingat, perubahan format dokumen bukan hal yang mudah pada 2006. 

Upaya Lennard untuk mengganti format dokumen tersebut pada muaranya menjadi jalan bagi UN Tax Committee untuk membuat beberapa perubahan penting terhadap UN Model. Perubahan pertama diterbitkan pada 2011, kemudian 2017, dan terakhir pada 2021.

Seluruh perubahan tersebut pada hakikatnya memperluas sumber hak pemajakan bagi negara-negara berkembang. Penambahan Pasal 12A dan 12B UN Model merupakan poin penting yang turut tercakup dalam perubahan tersebut.

Adapun Pasal 12A secara khusus menangani aspek pemajakan atas pembayaran dari jasa teknis atau biasa disebut fees for technical services. Sementara itu, Pasal 12B mengatur tentang pemajakan atas automated digital services (ADS).

Pengembangan panduan transfer princing untuk negara berkembang dan pengaturan pajak royalty atas transaksi software menjadi kiprah Lennard lainnya. Tidak berhenti di situ, Lennard juga berperan dalam penyusunan subject-to-tax rule (STTR) UN model.  

Lennard juga dikenal akan kepiawaiannya dalam menjadi perantara perjanjian dan kompromi antarnegara. Menurut rekannya, Lennard memiliki kharisma tersendiri yang membuat pihak yang tengah berselisih paham bisa meredam amarahnya serta mendukung solusi yang ditawarkan Lennard. Pria peraih gelar master di Cambridge ini juga cakap dalam menjalin diplomasi termasuk kemitraan dengan OECD dan lembaga lainnya.

Meski ada pro-kontra atas agenda atau solusi yang ditelurkan, selama 2 dekade terakhir UN Tax Committee telah mencapai sejumlah pekerjaan yang paling efektif dan ambisius sepanjang sejarahnya. Tentu, Lennard menjadi salah satu sosok yang berperan besar di dalamnya.

Hal yang penting untuk dicatat, UN Tax Committee melakukan hal tersebut dengan anggaran yang sangat terbatas yang dikelola oleh Lennard. Hal ini berkaitan dengan keputusan komite untuk membentuk subkomite ad hoc guna menangani proyek-proyek tertentu.

Meskipun bisa menjadi lebih produktif, Lennard hanya diberi sedikit sumber daya untuk mendukung tujuan tersebut. Bahkan, Lennard mengaku tidak memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan perjalanan guna bertemu dengan para anggota subkomite.

Bertahun-tahun setelahnya, PBB telah memperkuat dana perwalian untuk komite pajak, yang telah menerima kontribusi dari Norwegia, India, Komisi Eropa, dan Swedia. Dana tersebut terutama digunakan untuk membantu para ahli dari negara-negara berkembang menghadiri pertemuan subkomite mengenai peningkatan kapasitas dan penerjemahan dokumen panduan ke dalam bahasa Spanyol dan Perancis.

Selain perannya yang substantif, Lennard diakui sebagai satu-satunya anggota sekretariat PBB dengan pengalaman yang multidispliner. PBB membutuhkan figur dengan pengalaman yang multidisiplin untuk menavigasi interkoneksi antara pajak dan bidang kebijakan lain.

Hal itulah yang terdapat pada diri Lennard. Sebelum bergabung dengan PBB, Lennard telah mejajaki beragam bidang pendidikan dan karir yang terkait dengan hukum internasional. Dari sisi pajak, Lennard sempat bergabung dengan Australian Taxation Office (ATO). Selain ATO, Lennard juga sempat bergabung dengan OECD sebagai advisor P3B pada 2003.

Jejak Lennard yang pernah bergabung dengan OECD membuatnya sempat diragukan akan kekukuhannya untuk mengakomodasi kepentingan negara berkembang. Namun, selama hampir 20 tahun, Lennard telah memberikan segalanya, baik secara profesional maupun pribadi, dalam upaya memperkaya dunia perpajakan dan mewakili kepentingan pajak negara berkembang.

"Pajak menarik minat saya karena pajak sangat penting bagi masyarakat. Pajak juga membahas bagaimana negara-negara berhubungan satu sama lain, bagaimana hal itu mempengaruhi individu dan perusahaan dan ada banyak teka-teki menarik untuk dipecahkan," ujar Lennard.

Hal menarik lain adalah prediksi Lennard tentang badan pajak UN. Delapan tahun lalu, Michael Lennard menghadiri konferensi Addis Ababa Financing for Development. Konferensi yang diadakan di Ethiopia pada 2015 itu di antaranya memunculkan perdebatan soal perlu tidaknya PBB membentuk badan pajak antarpemerintah.

Alasannya, dibutuhkan mekanisme perumusan sistem pajak global yang tidak lagi didominasi oleh peran OCED. Sebab, latar belakang OECD sebagai perkumpulan negara-negara maju menciptakan kekhawatiran akan tidak terakomodasinya kepentingan negara berkembang.

Namun, ide tersebut mendapat tantangan dari negara-negara maju. Pada akhirnya konferensi tersebut hanya sepakat untuk memperkuat kapasitas UN Tax Committee. Kendati demikian, seruan untuk membentuk badan pajak PBB tidak pernah berhenti.

Baru-baru ini, anggota PBB di Afrika memutuskan untuk menghidupkan kembali kampanye tersebut. Dalam perkembangannnya, Majelis Umum PBB menyetujui resolusi untuk membentuk konvensi kerangka kerja pajak internasional di bawah naungan PBB yang dijuluki UN Tax Convention pada November 2023.

Perkembangan ini mengejutkan beberapa pihak, tetapi tidak bagi Lennard. Setahun sebelum konferensi Addis Ababa, Lennard telah meramalkan bahwa pembentukan badan pajak PBB hanya tinggal menunggu waktu.

"Pandangan pribadi saya peningkatan seperti itu pada akhirnya akan terjadi. Salah satu argumen terbesarnya adalah OECD, yang berfungsi sangat efektif bagi para anggotanya di bidang perpajakan, merupakan sebuah badan antarpemerintah," kata Lennard dalam obrolannya dengan Direktur Pusat Kebijakan Pajak Global WU Jeffrey Owens pada 2014. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.