BERITA PAJAK HARI INI

Tidak Ada Lagi Insentif Pajak Karyawan Ditanggung Pemerintah pada 2021

Redaksi DDTCNews | Jumat, 04 September 2020 | 08:03 WIB
Tidak Ada Lagi Insentif Pajak Karyawan Ditanggung Pemerintah pada 2021

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tidak akan memberikan lagi insentif untuk karyawan berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) pada tahun depan. Rencana pemerintah ini menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (4/9/2020).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan jenis insentif pajak yang diberikan pada tahun depan tidak akan sebanyak tahun ini. Rencananya, insentif dihentikan adalah PPh Pasal 21 DTP, pembebasan PPh Pasal 22, dan diskon angsuran PPh Pasal 25.

“[Insentif pajak] tahun depan tidak dilakukan seperti sekarang. PPh Pasal 21, PPh Pasal 25, PPh Pasal 22 tidak dilakukan lagi untuk tahun depan,” katanya.

Baca Juga:
Diskon Pajak Pasal 31E UU PPh Bisa Digunakan Tanpa Ajukan Permohonan

Melalui RAPBN 2021, sambung Sri Mulyani, pemerintah menyiapkan insentif perpajakan senilai Rp20,4 triliun. Alokasi tersebut memang tidak sebesar tahun ini yang mencapai Rp120,61 triliun. Simak artikel ‘Makin Konservatif Beri Insentif Pajak, BKF: 2021 Konsolidasi Fiskal’.

Selain mengenai insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan kajian dan evaluasi yang dilakukan pemerintah atas Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan. Pembahasan revisi UU tersebut akan dilanjutkan. Kemudian, ada bahasan mengenai revisi UU Bea Meterai.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara
  • Restitusi PPN Dipercepat

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan insentif pajak yang masih akan berlanjut pada tahun depan adalah restitusi PPN dipercepat dan pajak DTP. Namun, untuk pajak DTP, belum ada penjelasan detail mengenai jenis pajak yang akan diberikan.

Pemerintah juga tetap akan memberikan insentif tax holiday dan tax allowance untuk sektor usaha tertentu pada 2021. Dia berharap pemberian insentif tersebut dapat membantu dunia usaha bangkit dari tekanan pandemi virus Corona. (Kontan/DDTCNews)

  • Relaksasi yang Selektif

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dihentikannya beberapa insentif pajak dikarenakan ada sinyal perbaikan ekonomi. Namun, demikian perekonomian masih rapuh sehingga masih dibutuhkan adanya relaksasi yang selektif. Hal ini juga untuk mengantisipasi tingginya tax expenditure.

Baca Juga:
RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Dia sepakat jika pemerintah akan melanjutkan insentif restitusi PPN dipercepat. Selain menjamin hak wajib pajak, insentif ini bisa digunakan untuk menjaga cash flow perusahaan. Selian itu, masih ada skema insentif pajak lain yang bisa dipertimbangkan untuk mendorong penyerapan tenaga kerja dan investasi. (Kontan)

  • Revisi UU PPh

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapan kajian mengenai UU PPh dilakukan untuk memperoleh kebijakan perpajakan yang optimal, memberikan rasa keadilan, mengikuti perkembangan terkini, mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.

“Pada saat yang bersamaan dapat memperluas basis perpajakan. Kajian dan evaluasi terus kami lakukan,” katanya. Terkait dengan PPh, DDTC belum lama ini meluncurkan buku terbaru berjudul Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak
  • Revisi UU Bea Meterai

Pemerintah dan Komisi XI DPR akhirnya menyepakati perubahan dalam 6 klaster revisi Undang-Undang (UU) Bea Meterai. RUU telah disepakati dalam pembahasan tingkat I dan akan dibawa pada pembahasan tingkat II dalam sidang paripurna DPR.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perubahan 6 klaster dalam RUU Bea Meterai tersebut akan lebih memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Menurutnya, revisi itu telah disusun berdasarkan perubahan zaman dan sesuai kebutuhan masyarakat saat ini.

“Ada hal-hal yang sangat penting di dalam perubahan undang-undang tersebut, yang sebetulnya sudah 34 tahun belum pernah direvisi, yaitu adanya penyetaraan pemajakan atas dokumen," katanya. Simak artikel ‘Tarif Bea Materai Rp10.000 Rencananya Berlaku Mulai 1 Januari 2021’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
DJP Bakal Tunjuk Wajib Pajak, Uji Coba Kesiapan Coretax System
  • Penggabungan data NIK dan NPWP

Pemerintah tengah berupaya menggabungkan data nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) menjadi satu guna memuluskan rencana penerapan identitas tunggal atau single identity number (SIN).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemerintah sedang berupaya untuk menyinkronkan kedua data tersebut. Bila berhasil, langkah ini akan menghasilkan dampak positif bagi upaya peningkatan penerimaan pajak. "Prosesnya saat ini jalan terus pokoknya,” katanya. (DDTCNews)

  • SE Baru Pengamanan Fasilitas Pengolahan Data

Dirjen Pajak Suryo Utomo menetapkan pedoman pengamanan perangkat dan fasilitas pengolahan data serta informasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pedoman tersebut tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-45/PJ/2020.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

“Penetapan surat edaran ini bertujuan untuk memberikan pedoman tentang ketentuan, mekanisme, dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengamanan perangkat dan fasilitas pengolahan data dan informasi,” demikian bunyi tujuan SE-45/PJ/2020. Simak artikel ‘Dirjen Pajak Rilis SE Baru Soal Pengamanan Fasilitas Pengolahan Data’. (DDTCNews)

  • Terlanjur Pakai Diskon 30%

Wajib pajak yang terlanjur menggunakan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli 2020 memiliki dua opsi langkah atas kelebihan pembayaran pajak. Seperti diketahui, sesuai ketentuan PMK 110/2020, diskon naik menjadi 50% mulai masa pajak Juli 2020.

Sesuai dengan SE-47/PJ/2020, wajib pajak bisa memilih salah satu dari dua alternatif langkah atas kelebihan pembayaran pajak tersebut. Pertama, memperhitungkan kelebihan pembayaran tersebut sebagai angsuran PPh Pasal 25 masa pajak selanjutnya.

Kedua, melakukan pemindahbukuan. Jika wajib pajak memilih untuk mengajukan pemindahbukuan, kelebihan pembayaran PPh Pasal 25 tidak dapat diperhitungkan sebagai angsuran PPh Pasal 25 masa pajak berikutnya. Pemindahbukuan dilakukan sesuai dengan ketentuan PMK 242/2014. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

09 September 2020 | 23:12 WIB

Dengan tidak lagi ditanggungnya PPh 21 untuk karyawan ini, bagaimana jika terjadi demand shock akibat menurunnya daya beli masyarakat? sejatinya, pemerintah harus sudah memastikan adanya alternatif solusi untuk mengantisipasi hal tersebut.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 06:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diskon Pajak Pasal 31E UU PPh Bisa Digunakan Tanpa Ajukan Permohonan

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara