BERITA PAJAK HARI INI

Sukarela Ungkap Harta, Ini Gambaran Awal Rencana Tarif Pajaknya

Redaksi DDTCNews | Rabu, 02 Juni 2021 | 08:13 WIB
Sukarela Ungkap Harta, Ini Gambaran Awal Rencana Tarif Pajaknya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Tarif pajak penghasilan (PPh) yang akan diberlakukan untuk rencana kebijakan pelaporan atau pengungkapan harta secara sukarela akan lebih tinggi dari tarif tertinggi dalam pengampunan pajak. Hal tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (2/6/2021).

Rencana yang dikabarkan menjadi skema pengampunan pajak dalam revisi UU KUP ini dimuat dalam materi pemaparan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Senin (31/5/2021).

“Pembayaran PPh dengan tarif lebih tinggi dari tarif tertinggi pengampunan pajak, atas pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam pengampunan pajak (tax amnesty),” tulis pemerintah dalam materi tersebut.

Baca Juga:
Pakai TER, Ini Kata DJP Soal PPh Pasal 21 pada Bulan Diterimanya THR

Dalam program pengampunan pajak pada 2016/2017, tarif untuk harta yang berada di dalam wilayah NKRI atau harta repatriasi dari luar negeri sebesar 2%, 3%, dan 5% (3 periode). Kemudian, tarif atas harta yang ada di luar negeri tapi tidak direpatriasi sebesar 4%, 6%, dan 10%. Bagi wajib pajak UMKM berlaku tarif 0,5% (harta sampai dengan Rp10 miliar) dan 2% (harta lebih dari Rp10 miliar).

Dalam pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela, pemerintah menghapuskan pengenaan sanksi. Selain itu, akan ada tarif yang lebih rendah jika harta tersebut diinvestasikan dalam surat berharga negara.

Selain mengenai rencana kebijakan pelaporan atau pengungkapan harta secara sukarela, ada pula bahasan terkait dengan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Ada pula bahasan tentang target penyesuaian ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) pada tahun depan untuk memberikan kemudahan investasi.

Baca Juga:
Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Tarif Normal

Selain skema tarif PPh untuk pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam pengampunan pajak, ada pula skema tarif atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan orang pribadi tahun pajak 2019.

“Pembayaran PPh dengan tarif normal, atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan OP tahun pajak 2019,” tulis pemerintah dalam materi pemaparan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR.

Baca Juga:
Sentralisasi Aplikasi Pajak Bakal Tingkatkan Efisiensi Kerja Fiskus

Dalam ketentuan saat ini, sesuai dengan Pasal 17 UU PPh, ada 4 layer tarif PPh orang pribadi. Pertama, penghasilan kena pajak sampai Rp50 juta dengan tarif 5%. Kedua, penghasilan kena pajak di atas Rp50 juta – Rp250 juta dengan tarif 15%. Ketiga, penghasilan kena pajak di atas Rp250 juta – Rp500 juta dengan tarif 25%. Keempat, penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta dengan tarif 30%. (DDTCNews/Kontan)

  • Kenaikan Tarif PPN

Pemerintah dikabarkan akan menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 12%. Namun demikian, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan rencana kenaikan tarif PPN masih dalam kajian pemerintah. Implementasinya juga akan bergantung pada pembahasan dengan DPR.

“Sedang dalam proses kajian dan menunggu pembahasannya dengan DPR. Implementasi juga masih menunggu pembahasan,” ujarnya. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim
  • Tren Kenaikan Tarif PPN

Jika melihat dalam konteks global, ternyata ada tren kenaikan tarif PPN/GST (goods and services tax) selama 10 tahun terakhir. Berdasarkan pada data IBFD Tax Research Platform, diketahui tren tarif PPN/GST selama 10 tahun terakhir (2010-2020) di 127 negara.

Berdasarkan data tersebut, tarif rata-rata PPN/GST secara global naik dari 14,9% (16 negara) pada 2010 menjadi 15,4% (127 negara) pada 2020. Dengan demikian, ada kenaikan tarif rata-rata PPN/GST sebesar 0,5 poin persentase dalam satu dekade terakhir. Simak selengkapnya pada artikel ‘Ternyata, Tarif PPN/GST Secara Global Naik 10 Tahun Terakhir Ini’. (DDTCNews)

  • Penyesuaian Perda PDRD

Pemerintah menargetkan 318 daerah menyesuaikan ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) pada tahun depan untuk memberikan kemudahan investasi. Target ini merupakan bagian dari salah satu prioritas nasional yang tertuang rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022.

Baca Juga:
Pemeriksaan Bukper Pajak Dilakukan Jika Belum Lewat Daluwarsa Ini

Sebagai perbandingan, pada tahun lalu tercatat sebanyak 51 daerah yang sudah melakukan harmonisasi dan penyesuaian peraturan daerah (perda) mengenai PDRD untuk mendorong kemudahan investasi.

Pada tahun ini, jumlah pemerintah daerah yang mampu menyesuaikan ketentuan PDRD masing-masing agar sejalan dengan tujuan pemberian kemudahan dalam berinvestasi ditargetkan mencapai 210. (DDTCNews)

  • Bisa Dicabut

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemberian insentif pajak hanya akan diarahkan kepada kegiatan ekonomi strategis yang memiliki multiplier effect kuat. Nanti, Kementerian Keuangan akan menggandeng Kementerian Investasi dalam mengkaji insentif pajak 2022 tersebut.

Baca Juga:
Harta Dibagi atau Belum, Penagihan Pajak ke Ahli Waris Sesuai Porsi

"Dalam hal ini kami bekerja sama dengan Menteri Investasi/BKPM di dalam terus meneliti apakah insentif fiskal benar-benar digunakan dan efektif. Apabila tidak [efektif], kami bisa melakukan pembatalan atau pencabutan," katanya. (DDTCNews/Kontan)

  • Harapkan Segera Dibahas

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) akan mencakup pengembangan pajak daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional secara efisien. Dia meyakini ketimpangan kemampuan fiskal antara provinsi dan kabupaten/kota dapat semakin mengecil ke depannya.

"Kualitas desentralisasi fisal ini akan bisa diperbaiki dengan RUU HKPD, yang kami harap bisa dibahas dengan dewan pada masa sidang ini," katanya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR. (DDTCNews)

Baca Juga:
Turun 27 Persen, Setoran Pajak dari Sektor Tambang Hanya Rp 19 Triliun
  • Diskon PPnBM

Besaran diskon pajak penjualan barang mewah (PPnBM) atas pembelian mobil mulai 1 Juni 2021 menjadi 50% sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 31/2021.

Pemerintah memberikan diskon PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) atas pembelian mobil selama 10 bulan yang terbagi dalam tiga periode. Untuk periode Maret-Mei 2021, diskon PPnBM yang diberikan pemerintah sebesar 100%.

"[Insentif potongan] 50% dari PPnBM yang terutang [berlaku] untuk masa pajak Juni 2021 sampai dengan masa pajak Agustus 2021," bunyi Pasal 5 PMK 31/2021. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

03 Juni 2021 | 13:16 WIB

Pemerintah mungkin perlu meninjau kembali akan hadirnya kebijakan ini dan mempertimbangkan beberapa aspek lainnya terutama terkait kepatuhan pajak, pasalnya pemberian pengampunan pajak secara berulang juga berpotensi menciptakan moral hazard dan menggerus kepatuhan wajib pajak. Mungkin pemerintah dapat lebih bijaksana lagi dalam memilih kebijakan optimalisasi penerimaan.

02 Juni 2021 | 16:08 WIB

ketimbang "ungkap harta" lebih aktual dan masuk akal jika "revaluasi harta"

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pakai TER, Ini Kata DJP Soal PPh Pasal 21 pada Bulan Diterimanya THR

Rabu, 27 Maret 2024 | 10:37 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Rabu, 27 Maret 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Sentralisasi Aplikasi Pajak Bakal Tingkatkan Efisiensi Kerja Fiskus

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:15 WIB KINERJA FISKAL

Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

BERITA PILIHAN