Salah satu materi yang ditampilkan dalam rapat kerja mengenai pembicaraan pendahuluan RAPBN 2022 dan RKP 2022 dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (31/5/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk secara sukarela melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi.
Pemberian kesempatan pelaporan atau pengungkapan secara sukarela itu menjadi bagian dari program peningkatan kepatuhan wajib pajak. Program itu menjadi salah satu dari beberapa pokok substansi reformasi administrasi dan kebijakan.
Uraian tersebut terlihat dari materi pemaparan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja mengenai pembicaraan pendahuluan RAPBN 2022 dan RKP 2022 dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR. Namun, Sri Mulyani tidak memberikan penjelasan lebih detail.
“Saya rasa saya akan skip untuk penerimaan pajak. Nanti mungkin dibahas di Panja nomor 1,” ujar Sri Mulyani, Senin (31/5/2022).
Dalam materi yang ditampilkan terlihat kesempatan melaporkan atau mengungkapkan secara sukarela kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi wajib pajak dilakukan melalui dua skema.
Pertama, pembayaran pajak penghasilan (PPh) dengan tarif lebih tinggi dari tarif tertinggi pengampunan pajak. Ini berlaku atas pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam pengampunan pajak (tax amnesty).
Kedua, pembayaran PPh dengan tarif normal. Skema ini berlaku atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan orang pribadi tahun pajak 2019. Adapun pembayaran PPh pada kedua skema tanpa pengenaan sanksi.
“Dan diberikan tarif yang lebih rendah apabila harta tersebut diinvestasikan dalam surat berharga negara,” demikian tulis pemerintah dalam materi tersebut.
Selain program peningkatan kepatuhan wajib pajak yang ditempuh dengan pemberian kesempatan secara sukarela untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi, ada pula penguatan administrasi perpajakan.
Dalam aspek ini, dimungkinkan menghentikan penuntutan tindak pidana perpajakan dengan pembayaran sanksi administrasi. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk pemberhentian proses hukum perpajakan sekaligus sebagai upaya pemulihan pendapatan negara.
Selain itu, masih dalam penguatan administrasi perpajakan, pemerintah akan melakukan kerja sama penagihan pajak dengan negara mitra. Langkah ini ditempuh dengan pelaksanaan bantuan penagihan aktif kepada negara mitra atau permintaan bantuan penagihan pajak kepada mitra secara resiprokal.
Kemudian, pokok substansi lain terkait reformasi administrasi dan kebijakan adalah perluasan basis pajak. Hal ini ditempuh dengan pengenaan PPN multitarif dan penunjukkan pihak lain untuk memungut PPh, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak transaksi elektronik (PTE). Kemudian, ada pengenaan carbon/environment tax.
Selain itu, pemerintah juga ingin menciptakan keadilan dan kesetaraan. Hal ini ditempuh dengan penerapan alternative minimum tax (AMT) serta perubahan tarif dan bracket PPh orang pribadi. Terkait dengan penerapan AMT, wajib pajak badan dengan PPh terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai pajak penghasilan minimum. (kaw)