PMK 22/2023

Pemerintah Ubah Penamaan KIHT Jadi 'Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau'

Dian Kurniati | Senin, 20 Maret 2023 | 12:00 WIB
Pemerintah Ubah Penamaan KIHT Jadi 'Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau'

Pekerja memproduksi tembakau dari talas beneng di Desa Wantisari, Lebak, Banten, Minggu (12/3/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nz

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah kini mengubah nama kawasan industri hasil tembakau (KIHT) menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau.

Melalui PMK 22/2023, pemerintah resmi mengatur pembentukan aglomerasi pabrik hasil tembakau. Beleid itu dirilis untuk mencabut PMK 21/2020 mengenai KIHT agar produksi hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih berdaya saing.

"Untuk lebih meningkatkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan serta memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha pabrik hasil tembakau pada skala IKM dan UMKM, perlu dilakukan pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau," bunyi salah satu pertimbangan PMK 22/2023, dikutip pada Senin (20/3/2023).

Baca Juga:
Catat! PPN Rokok Berpotensi Naik Jadi 10,7 Persen Tahun Depan

Aglomerasi pabrik merupakan pengumpulan atau pemusatan pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. Aglomerasi pabrik dilakukan untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik.

Aglomerasi pabrik diperuntukkan bagi pengusaha pabrik dengan skala IKM atau UMKM. Beleid ini mengatur bahwa aglomerasi pabrik diselenggarakan di tempat kawasan industri; kawasan industri tertentu; sentra IKM; atau tempat pemusatan industri tembakau lainnya yang memiliki kesesuaian dengan tata ruang wilayah.

Kemudian, tempat diselenggarakannya aglomerasi pabrik merupakan tempat yang peruntukan utamanya bagi industri hasil tembakau. Pengusaha pabrik yang menjalankan kegiatan di tempat diselenggarakannya aglomerasi pabrik juga bakal diberikan berbagai kemudahan mencakup perizinan di bidang cukai; produksi barang kena cukai (BKC); dan pembayaran cukai.

Baca Juga:
Bersama Pemda, Bea Cukai Upayakan Dampak DBH CHT Lebih Terukur

Kemudahan perizinan di bidang cukai yang diberikan berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai pabrik hasil tembakau, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

Selanjutnya, pengusaha pabrik juga diberi kemudahan produksi BKC berupa kerja sama yang dilakukan untuk menghasilkan BKC berupa hasil tembakau. Kerja sama ini dilakukan oleh pengusaha pabrik hasil tembakau yang berada di dalam 1 tempat aglomerasi pabrik, serta berdasarkan perjanjian kerja sama.

Sementara soal kemudahan pembayaran cukai yang diberikan, yakni berupa penundaan pembayaran cukai dalam jangka waktu 90 hari terhitung sejak tanggal pemesanan pita cukai.

Baca Juga:
85 Perusahaan Tunda Bayar Cukai 90 Hari, Nilainya Tembus Rp 13 Triliun

Di sisi lain, pengusaha yang menjalankan kegiatan di tempat aglomerasi pabrik dilarang melakukan kerja sama pengemasan produk hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai; melakukan kerja sama menghasilkan produk dengan pengusaha pabrik di luar tempat aglomerasi pabrik berada; dan/atau menjalankan kegiatan sebagai pengusaha di luar tempat aglomerasi pabrik berada.

Di tempat aglomerasi pabrik, bakal dilakukan beberapa kegiatan yakni penyelenggaraan tempat aglomerasi pabrik; menghasilkan BKC berupa hasil tembakau; dan mengemas BKC berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai.

Kegiatan penyelenggaraan tempat aglomerasi pabrik ini dilakukan oleh penyelenggara, yakni badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum serta berkedudukan di Indonesia yang menyelenggarakan tempat aglomerasi pabrik.

Baca Juga:
Sudah 3 Tahun Berjalan, Begini Evaluasi DJBC Soal Penyelenggaraan APHT

"Penyelenggara ... dapat merangkap sebagai pengusaha pabrik hasil tembakau dan/atau pengusaha lainnya, di dalam 1 tempat aglomerasi pabrik," bunyi Pasal 5 ayat (1) PMK 22/2023.

Untuk mendapatkan penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik, pelaku usaha harus menyampaikan permohonan secara elektronik melalui sistem aplikasi di bidang cukai, serta melakukan pemaparan proses bisnis kepada kepala kanwil atau kepala KPU Bea dan Cukai. Penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik nantinya dilakukan oleh kepala kanwil atau kepala KPU.

Permohonan yang disampaikan harus mencantumkan tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi dan dilengkapi dengan perizinan berusaha atau penetapan dari pemerintah daerah.

Baca Juga:
Menarik! DJBC Beri Edukasi Rokok Ilegal Lewat Kesenian Ebeg Banyumasan

Penelitian dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi dilakukan paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi sebagaimana disampaikan dalam permohonan. Setelahnya, pelaku usaha harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada kepala kanwil atau kepala KPU.

Kepala kanwil atau kepala KPU memberikan persetujuan dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai penyelenggara atau penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan. Persetujuan atau penolakan ini diberikan paling lambat 1 jam setelah pemaparan selesai dilakukan.

Dalam pelaksanaannya, kepala kanwil atau kepala KPU dapat membekukan penetapan sebagai penyelenggara, dalam hal tempat aglomerasi pabrik sudah tidak memenuhi ketentuan; perizinan berusaha atau penetapan sudah tidak berlaku; dan/atau penyelenggara tidak melaksanakan kewajibannya.

Baca Juga:
Itjen Kemenkeu Awasi Cukai Hasil Tembakau, Ada Soal Rokok Elektrik

Pada saat PMK 22/2023 mulai berlaku, permohonan untuk mendapatkan penetapan sebagai pengusaha KIHT yang telah diajukan sebelumnya dan belum mendapat keputusan, penyelesaiannya akan dilakukan berdasarkan PMK 22/2023.

Sementara itu, permohonan pemberlakuan kembali penetapan sebagai pengusaha KIHT yang telah diajukan sebelum berlakunya PMK 22/2023 dan belum mendapat keputusan, dapat diberikan keputusan mengenai penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik hasil tembakau sepanjang memenuhi persyaratan.

Perlu dicatat, keputusan penetapan sebagai pengusaha KIHT berdasarkan PMK 21/2020 tentang KIHT masih tetap berlaku sampai dengan diterbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai penyelenggara aglomerasi pabrik hasil tembakau.

Baca Juga:
Cek Pasar dan Warung, Petugas Bea Cukai Cocokkan Harga Eceran Rokok

"Pada saat peraturan menteri ini mulai berlaku, PMK 21/2020 tentang KIHT dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," bunyi Pasal 17 PMK 22/2023.

PMK 22/2023 berlaku sejak diundangkan pada 14 Maret 2023. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 14 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Catat! PPN Rokok Berpotensi Naik Jadi 10,7 Persen Tahun Depan

Sabtu, 06 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Bersama Pemda, Bea Cukai Upayakan Dampak DBH CHT Lebih Terukur

Jumat, 05 April 2024 | 09:49 WIB BEA CUKAI TANJUNGPINANG

Ada Kompetisi Kapal Layar, Bea Cukai Beri Layanan Vessel Declaration

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M