RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Farrel Arkan Muhammad
Jumat, 11 Oktober 2024 | 20.30 WIB
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi penghasilan neto seorang wajib pajak orang pribadi (WPOP) pasca mendapat hibah properti dari suaminya.

Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan seorang warga negara Indonesia (WNI) yang juga istri dari Tuan X, seorang warga negara asing (WNA) dari Taiwan. Dalam hal ini, wajib pajak mendapatkan hibah berupa satu unit rumah dan satu unit ruko dari Tuan X.

Otoritas pajak berpendapat bahwa hibah tersebut merupakan penambahan harta kekayaan yang juga objek pajak penghasilan (PPh). Otoritas pajak menilai bahwa tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak merupakan objek PPh.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi otoritas pajak tersebut. Sebab, tidak terdapat penghasilan yang seharusnya menjadi objek PPh atas perolehan aset hibah tersebut. Wajib pajak menilai sangat tidak adil apabila wajib pajak perlu menanggung koreksi tersebut.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.59883/PP/M.IA/14/2015 tanggal 9 Maret 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 25 Juni 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif penghasilan neto tahun pajak 2007 senilai Rp15.571.662.000 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang membatalkan koreksi positif penghasilan neto sebesar Rp15.571.662.000.

Sebagai informasi, Termohon PK dan Tuan X adalah suami istri yang sah baik menurut agama maupun hukum perkawinan di Indonesia. Dalam hal ini, Tuan X memberikan harta hibah kepada istrinya, yaitu Termohon PK.

Adapun terkait harta hibahan yang diberikan Tuan X kepada Termohon PK pada tahun 2007 terdiri atas rumah senilai Rp15.000.000.000 serta ruko senilai Rp681.200.000. Pemberian hibah tersebut dilakukan Tuan X setelah dirinya menjual apartemen di Singapura pada November 2006.

Sengketa ini muncul setelah Pemohon PK melakukan penelitian terhadap SPT Tahunan PPh Termohon PK tahun pajak 2007 Pembetulan I yang dilaporkan pada 31 Desember 2008. Berdasarkan penelitian tersebut, ditemukan fakta bahwa Termohon PK memperoleh tambahan kekayaan neto dari hibah senilai Rp15.681.200.000.

Terhadap harta hibah yang diperolehnya tersebut, Pemohon PK melaporkannya dalam SPT sebagai penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Adapun penghasilan neto yang dilaporkan sebagai objek PPh hanya sebesar Rp109.538.000 saja. Menurut Pemohon PK, harta hibah yang diperoleh Termohon PK tersebut seharusnya tetap dikenakan pajak.

Pendapat Pemohon PK tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf p Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 (UU PPh). Ketentuan tersebut menyatakan bahwa penghasilan yang dikenakan pajak termasuk juga tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Pemohon PK menambahkan bahwa koreksi tersebut dilakukan juga karena hibah yang diterima Termohon PK tidak termasuk ke dalam hibah yang dikecualikan dari objek PPh sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU PPh.

Sebab, regulasi tersebut mengatur bahwa harta hibah termasuk ke dalam nonobjek PPh hanya apabila diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukannya sudah tepat dan dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK menilai bahwa hibah yang diterima dari suaminya dikecualikan dari objek PPh. Sebab, harta hibah tersebut berasal dari suami yang pada hakikatnya merupakan satu kesatuan ekonomis sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU PPh.

Dengan begitu, Termohon PK menyatakan tidak terdapat PPh yang kurang dibayar. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan sehingga harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruh permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung menilai bahwa koreksi penghasilan neto tahun pajak 2007 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, jumlah tambahan kekayaan bersih tahun 2007 yang berasal dari hibah suami bukan merupakan objek pajak sesuai undang-undang di bidang pajak penghasilan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum membayar biaya perkara. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.