Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memberikan penegasan mengenai batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh badan tahun pajak 2021 beserta kebijakan pelayanannya. Hal tersebut menjadi salah satau bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (22/4/2022).
DJP menyampaikan penegasan tersebut melalui Pengumuman No. PENG-9/PJ.09/2022. Otoritas mengatakan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) badan paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
“Untuk wajib pajak dengan periode tahun buku Januari—Desember, batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2021 adalah 30 April 2022,” demikian penegasan yang disampaikan dalam pengumuman tersebut.
Pelayanan perpajakan secara tatap muka di kantor pelayanan pajak (KPP) dan kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan (KP2KP), serta layanan melalui Kring Pajak dibuka sampai dengan 28 April 2022.
Seperti diketahui, akhir bulan ini (30/4/2022) merupakan hari libur (Sabtu). Selain itu, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menag, Menaker, Menteri PANRB No. 375/2022, No. 1/2022, No. 1/2022, Jumat (29/4/2022) ditetapkan sebagai hari cuti bersama Idulfitri 1443 Hijriah.
Selain mengenai pelaporan SPT Tahunan PPh badan, ada pula bahasan terkait dengan penyusunan peraturan menteri keuangan (PMK) untuk mengimplementasikan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi.
Berdasarkan pada PENG-9/PJ.09/2022, wajib pajak masih dapat memanfaatkan layanan konsultasi perpajakan pada 29 dan 30 April 2022. Layanan terbatas melalui saluran komunikasi KPP dan KP2KP (dapat dilihat pada pajak.go.id/unit- kerja serta layanan live chat laman www.pajak.go.id.
“Waktu pelayanan perpajakan selama Ramadan 1443 H/2022 M adalah pukul 08.00 sampai dengan 15.00 waktu setempat (khusus layanan melalui Kring Pajak dan live chat mengacu pada zona WIB),” bunyi penggalan informasi dalam pengumuman tersebut.
Wajib pajak tetap dapat melaporkan SPT Tahunan secara daring (online) melalui e-filing, e-form, dan e-SPT pada laman www.pajak.go.id atau aplikasi Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) sampai dengan 30 April 2022. (DDTCNews)
PMK terkait dengan pengimplementasian NIK sebagai NPWP orang pribadi disusun bersamaan dengan peraturan pemerintah (PP) serta PMK lainnya untuk mendukung pelaksanaan ketentuan UU KUP pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Di KUP ada 9 PMK, lebih ke arah mengartikulasikan apa yang kami tulis di PP, termasuk implementasi NIK sebagai NPWP, tata cara pembayaran, tata cara penagihan, dan juga kuasa wajib pajak," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mengubah aturan penundaan pembayaran cukai bagi pengusaha pabrik yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai.
Ketentuan tersebut tertuang dalam PMK 74/2022 yang merevisi PMK 57/2017 s.t.d.d PMK 93/2021. Adapun perubahan ketentuan penundaan pembayaran cukai tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum. Simak ‘PMK Baru! Kemenkeu Revisi Ketentuan Penundaan Pembayaran Cukai’. (DDTCNews)
Pemerintah mencatat realisasi pemberian insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga saat ini baru mencapai Rp544 miliar atau 8,11% dari pagu Rp6,7 triliun.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan realisasi pemanfaatan insentif pajak untuk membantu likuiditas pelaku usaha sudah cukup besar. Namun demikian, insentif lainnya yang diarahkan untuk mendorong konsumsi masih relatif kecil.
"Insentif Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 3/2022 sudah terserap Rp465 miliar dari pagunya senilai Rp1 triliun atau sekitar 44,7%," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kesepakatan pajak global tetap menjadi fokus penting walaupun tidak dibahas dalam 2nd G-20 Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting pada Kamis (21/4/2022).
Sri Mulyani mengatakan pembahasan mengenai kesepakatan pajak global saat ini sudah menunjukkan kemajuan, sehingga harus dilanjutkan di bawah presidensi Indonesia. Hal ini mengingat semua negara sedang menghadapi tantangan dalam meningkatkan penerimaan pajak dan menyehatkan APBN.
"Kesepakatan pajak global ini sangat penting karena kita menyadari ruang fiskal semua negara sedang menyempit. Karena itulah, langkah konsolidasi dan peningkatan penerimaan pajak menjadi penting," katanya. (DDTCNews)
International Monetary Fund (IMF) memperkirakan negara-negara bertarif pajak rendah akan segera meningkatkan tarif pajaknya masing-masing seiring dengan diterapkannya tarif pajak minimum global sebesar 15%.
IMF menyebut negara-negara bertarif pajak rendah kemungkinan besar hanya akan meningkatkan tarif pajaknya menjadi sebesar 15%. Kenaikan hanya terkait dengan sektor dan perusahaan yang memang tercakup dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Merespons langkah negara-negara bertarif pajak rendah, negara-negara dengan tarif pajak tinggi diperkirakan akan berhenti menurunkan tarif. Mereka diproyeksi justru meningkatkan tarif pajak korporasinya masing-masing. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)