Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. (foto: Kemendag)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akan terus berupaya mendorong pemulihan ekonomi dengan meningkatkan ekspor nonmigas. Langkah ini akan dilakukan melalui optimalisasi berbagai perjanjian perdagangan.
Lutfi mengatakan pandemi Covid-19 menjadi tantangan berat dalam aktivitas perdagangan internasional. Namun, dia meyakini masih ada kesempatan untuk meningkatkan ekspor ke pasar-pasar yang telah ada.
"Untuk mencapai target pertumbuhan ekspor nonmigas, kita harus membuka pasar Indonesia dan berkolaborasi dengan berbagai negara melalui perjanjian dagang yang sudah ada. Hal itu sekaligus sebagai upaya meningkatkan nilai tambah masing-masing produk yang diekspor," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (9/2/2021).
Menurutnya, beberapa perjanjian perdagangan yang potensial meningkatkan ekspor nonmigas yaitu Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) serta Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA).
Ada pula Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IP-PTA), Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), serta Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA).
Lutfi menyebut neraca perdagangan Indonesia pada 2020 mencatatkan surplus US$21,7 miliar dan menjadi yang tertinggi sejak 2012. Namun, hal itu juga perlu diwaspadai karena surplus neraca perdagangan disebabkan penurunan impor yang lebih tajam dibandingkan penurunan ekspornya. Sepanjang 2020, ekspor tercatat hanya turun 2,6%, sementara kontraksi impor mencapai 17,3%.
Lutfi menyebut ada 3 negara yang menjadi sumber surplus neraca perdagangan terbesar Indonesia. Ketiganya adalah Amerika Serikat (surplus US$11,13 miliar), India (US$6,47 miliar), dan Filipina (US$5,26 miliar).
Adapun 5 produk ekspor dengan pertumbuhan positif tertinggi pada 2020 adalah besi baja sebesar 46,84%, perhiasan 24,21%, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) 17,5%, furnitur 11,64%, serta alas kaki 8,97%.
Pada 2020, komoditas besi baja menempati urutan ketiga pada ekspor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 7% atau senilai US$10,85 miliar. Indonesia menjadi negara penghasil komoditas besi dan baja terbesar kedua di dunia setelah China. Lebih dari 70% besi baja Indonesia diekspor ke China.
Komoditas perhiasan juga menjadi andalan ekspor Indonesia. Produk perhiasan pada 2020 menempati urutan kelima pada ekspor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 5,3% dengan nilai US$8,2 miliar. Hampir 80% produk perhiasan diekspor ke Singapura, Swiss, dan Jepang.
Lutfi menegaskan pemerintah akan terus mengawal dan memastikan pengamanan perdagangan produk-produk Indonesia di luar negeri dengan diplomasi perdagangan untuk memastikan ekspor terus berjalan. Pasalnya, sepanjang 2020, tercatat ada 37 kasus pengamanan perdagangan dari 14 negara yang terdiri atas 24 kasus antidumping dan 13 kasus safeguard.
"Pemerintah juga berkomitmen menjalani proses baku penyelesaian sengketa di WTO terkait bahan mentah Indonesia dan hambatan perdagangan produk biodiesel berbahan baku minyak sawit oleh Uni Eropa," ujarnya. (kaw)