Ilustrasi. Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). DJP akan melakukan pungutan PPN sebesar 10% bagi produk digital impor dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa (streaming music, streaming film, aplikasi, games digital dan jasa daring dari luar negeri) oleh konsumen di dalam negeri mulai 1 Juli 2020. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
JAKARTA, DDTCNews – Bukti pungut PPN yang diterbitkan pemungut PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atas pembelian atau pemanfaatan produk digital dapat digunakan sebagai faktur pajak.
Ketentuan ini tertuang dalam PMK 48/2020. Sama halnya dengan ketentuan PPN secara umum, pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE harus membuat bukti pungut PPN atas PPN yang telah dipungut.
“Bukti pemungutan tersebut dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran,” demikian bunyi penggalan Pasal 7 ayat (2) PMK 48/2020.
Bukti pungut PPN, sesuai beleid tersebut, merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak yang dibuat berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.
Adapun yang dimaksud dengan faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak (JKP)
Sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang PPN, PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan atau ekspor BKP/JKP. Faktur pajak tersebut paling sedikit harus memuat data tentang nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) dari pihak yang menyerahkan dan membeli BKP/JKP.
Faktur pajak juga harus memuat informasi terkait dengan jenis barang/jasa beserta jumlah harga jual/penggantian dan potongan harga. Jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut juga harus dicantumkan.
Selain itu, faktur harus memuat kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak serta nama dan tanda tangan dari pihak yang berhak menandatangani. Namun, berdasarkan Pasal 13 ayat (6) UU PPN, Dirjen pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.
Setelah mengantongi commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenisnya, pemungut PPN PMSE wajib menyetorkan PPN yang dipungut untuk setiap masa pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. (kaw)