Ilustrasi gedung Kemenkeu.
JAKARTA, DDTCNews – Rasionalisasi pajak daerah yang rencananya masuk dalam omnibus law perpajakan menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (10/2/2020).
Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang beredar, pengaturan mengenai pajak daerah berupa dua aspek.
Pertama, penentuan tarif tertentu atas pajak daerah yang berlaku secara nasional oleh pemerintah pusat. Kedua, pelaksanaan evaluasi terhadap peraturan daerah (Perda) yang menghambat kemudahan dalam berusaha.
Adapun pelaksanaan evaluasi terhadap Perda yang menghambat kemudahan dalam berusaha dijalankan melalui dua jalur. Pertama, evaluasi atas rancangan Perda provinsi/kabupaten/kota mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.
Kedua, evaluasi atas perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dan peraturan pelaksanaannya yang telah ditetapkan.
Selain itu, sejumlah media nasional juga menyoroti terkait rencana renegosiasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) Indonesia dan Korea Selatan. Renegosiasi secara bilateral ini rencananya akan diselesaikan pada April 2020.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dalam rancangan omnibus law perpajakan, pemerintah pusat dapat menetapkan tarif tertentu yang berbeda dengan tarif pajak daerah yang ditetapkan dalam Perda. Penetapan tarif dilakukan melalui penerbitan peraturan presiden (Perpres).
Pemerintah daerah menetapkan tarif yang ditetapkan dalam Perpres paling lama 3 bulan setelah Perpres ditetapkan. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)
Rancangan Perda provinsi/kabupaten/kota mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang telah disetujui bersama DPRD, sebelum ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota, wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
Evaluasi dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kebijakan fiskal nasional. Jika sesuai, proses penetapan rancangan Perda bisa dilanjutkan. Namun, jika tidak sesuai, rancangan Perda harus disesuaikan terlebih dahulu dengan hasil evaluasi.
Perda dan aturan pelaksanaannya yang telah ditetapkan wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri paling lama 7 hari kerja setelah ditetapkan. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)
Menteri Keuangan dapat melakukan pengawasan terhadap Perda di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, beserta aturan pelaksanaannya melalui evaluasi. Jika Perda dinyatakan menghambat kemudaha berusaha, pemerintah daerah wajib melakukan perubahan Perda dan/atau aturan pelaksanaannya paling lama 6 bulan sejak hasi evaluasi terbit
Jika pemerintah daerah tidak menyampaikan Perda atau tidak melakukan perubahan Perda dan/atau aturan pelaksanaan, Menteri Keuangan dapat memberikan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana transfer ke daerah dan/atau sanksi lain sesuai peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi rancangan Perda, pengawasan pelaksaaan Perda, dan pengenaan sanksi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan renegosiasi P3B Indonesia dan Korea Selatan dilakukan secara bilateral. Cara ini dinilai lebih memiliki cakupan yang luas dan fleksibel.
“Ini merupakan lanjutan negosiasi Indonesia dengan Korea Selatan yang sudah berjalan sejak beberapa tahun ke belakang. Tinggal finalisasi,” katanya.
Dalam renegosiasi bilateral Indonesia dan Korea Selatan, ada 4 tarif yang akan diubah. Pertama, dividen dari 20% menjadi 10%-15%. Kedua, branch profit tax dari 20% menjadi 10%. Ketiga, interest tax dari 20% menjadi 10%. Keempat, royalti dari 20% menjadi 10%. Semuanya masih bisa berubah tergantung kesepakatan. (Kontan)
Pemerintah akan memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) final atas transaksi derivatif di perdagangan berjangka komoditas. Tarif akan disamakan dengan pengenaan pajak dalam transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia. (Bisnis Indonesia)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penambahan KPP Madya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan kepada wajib pajak (WP). Dia pun meminta pengusaha tidak khawatir jika dipindahkan dari KPP Pratama ke KPP Madya, bahkan sampai nekat mengurangi pendapatannya.
Penambahan jumlah KPP Madya akan berdampak pada pemindahan pelayanan sejumlah WP dari KPP Pratama ke KPP madya. Dengan kebijakan itu, Suryo memastikan pelayanan untuk WP di KPP Madya juga bisa lebih baik. Alasannya, jumlah WP yang diawasi di tiap KPP Madya tak akan terlalu banyak. Simak artikel 'Mau Tahu Cara Penetapan WP yang Masuk KPP Madya? Lihat di Sini'. (DDTCNews) (kaw)