BERITA PAJAK HARI INI

Menimbang Lagi Peluang Perluasan Objek Cukai di Luar Rokok dan Alkohol

Redaksi DDTCNews
Selasa, 11 November 2025 | 07.30 WIB
Menimbang Lagi Peluang Perluasan Objek Cukai di Luar Rokok dan Alkohol
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah perlu cermat dalam menyusun rencana perluasan objek cukai di luar rokok dan minuman beralkohol. Topik ini menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Selasa (11/11/2025).

Seperti diketahui, perluasan objek cukai rencananya dilakukan terhadap barang-barang yang memiliki dampak terhadap lingkungan. Ini berbeda dengan rokok dan minuman beralkohol, atau minuman berpemanis sekalipun, yang dampaknya lebih ke kesehatan.

Perluasan objek cukai sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 70/2025 yang belum lama ini terbit. Dalam aturan tersebut, ada kajian untuk menambahkan objek cukai, yakni terhadap diapers atau popok serta alat makan dan minum sekali pakai.

Tidak cuma itu, pemerintah akan mengkaji ekstensifikasi cukai tisu basah, emisi kendaraan bermotor, dan produk pangan olahan bernatrium (P2OB). Hingga saat ini Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) belum memberikan keterangan resminya soal isu ini.

Sejumlah pengamat ekonomi memberikan catatan terhadap wacana perluasan objek cukai ini. Diversifikasi sumber penerimaan memang diakui penting. Namun, kebijakan ini berisiko menambah beban bagi kelompok rentan. Perlu dicatat, popok dan alat makan dipakai oleh semua kalangan.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nurul Huda, kepada Harian Kontan, menilai cukai untuk barang yang sifatnya merusak lingkungan akan lebih sulit diterapkan ketimbang yang mengganggu kesehatan.

Alasannya, dampak ke kesehatan bisa lebih dirasakan dan bersifat personal ketimbang cukai untuk kelestarian lingkungan.

"Saya melihat akan lebih cepat implementasinya ketika berhubungan dengan kesehatan individu, seperti minuman berpemanis," kata Nailul.

Karenanya, menurut Nailul, ketimbang mengkaji banyak produk yang akan dikenai cukai, pemerintah lebih baik fokus dan segera mengimplementasikan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang sudah lama diwacanakan.

Selain informasi soal perluasan objek cukai, ada beberapa bahasan lainnya yang diulas oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, desakan bagi pemda untuk mempercepat belanja, rencana redenominasi rupiah, hingga evaluasi terhadap bank yang memperoleh suntikan dana tambahan.

Berikut ulasana artikel perpajakan selengkapnya.

Pemda Perlu Kebut Belanja

Kementerian Keuangan memerintahkan pemda untuk segera merealisasikan belanja APBD-nya masing-masing.

Hingga September 2025, transfer ke daerah (TKD) yang sudah disalurkan ke pemda mencapai Rp644,8 triliun atau 74% dari pagu. Meski demikian, realisasi belanja APBD 2025 justru mencatat menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Kami mencatat realisasi belanja daerah dalam APBD 2025 secara total mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi belanja APBD tahun yang lalu, sehingga menyebabkan simpanan dana pemda di perbankan sampai dengan kuartal III/2025 mengalami kenaikan," bunyi surat nomor S-662/MK.08/2025 yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. (DDTCNews, Kontan)

Redenominasi Rupiah Tak Buru-Buru

Bank Indonesia (BI) mengaku sedang merencanakan redenominasi rupiah bersama seluruh pemangku kepentingan.

Dalam rangka melaksanakan redenominasi dimaksud, RUU Redenominasi telah dimasukkan dalam Prolegnas 2025-2029 sebagai RUU inisiatif pemerintah atas usulan BI.

Meski RUU telah diusulkan dalam dalam Prolegnas 2025-2029, BI mengaku tidak akan terburu-buru melaksanakan redenominasi. Implementasi redenominasi akan dilaksanakan dengan memperhatikan stabilitas politik, ekonomi, sosial, serta kesiapan teknis termasuk hukum, logistik, dan teknologi informasi. (DDTCNews, Kontan)

Evaluasi bagi Bank Penerima Suntikan Dana

Kementerian Keuangan menilai bank Himbara cukup kencang menyalurkan penempatan dana pemerintah senilai Rp200 triliun dalam bentuk kredit kepada nasabah.

Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan Bank Mandiri dan BRI sudah menyalurkan Rp55 triliun atau 100% dana pemerintah, dan bahkan meminta tambahan suntikan dana lagi. Namun, Kemenkeu perlu mengevaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut terlebih dahulu.

"Lihat Mandiri dan BRI kencang juga nih, sudah langsung 100% [penyalurannya], dan mereka sudah minta lagi. Nah, kita bilang ya kita evaluasi deh," ujarnya dalam acara Tahun 2026, Tahun Ekspansi. (DDTCNews)

Kelanjutan Belanja Perpajakan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah untuk memastikan kebijakan belanja perpajakan tetap sejalan dengan IMF Fiscal Transparency Code (FTC) 2019.

Pasalnya, mulai tahun ini insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP) tidak lagi dikategorikan sebagai belanja perpajakan akibat pemberlakuan PMK 122/2024 tentang Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 18 Pendapatan dari Transaksi Nonpertukaran.

"Pada pelaporan 2025, DTP akan dikeluarkan dari lingkup belanja perpajakan untuk itu maka pemerintah perlu membuat kebijakan pengendalian agar tetap memenuhi kriteria FTC 2019," tulis BPK dalam Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal 2024. (DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.