KEBIJAKAN PAJAK

Marketplace Bisa Jadi Gerbang Kepatuhan Pajak Pedagang Online

Aurora K. M. Simanjuntak
Rabu, 01 Oktober 2025 | 19.40 WIB
Marketplace Bisa Jadi Gerbang Kepatuhan Pajak Pedagang Online
<p>Manager of DDTC Fiscal Research and Advisory Denny Vissaro (kiri).</p>

JAKARTA, DDTCNews - Pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace atas penghasilan pedagang online dinilai menjadi peluang untuk mendorong kepatuhan pajak sekaligus memastikan para pelaku usaha tercatat resmi dalam sistem perpajakan.

Manager of DDTC Fiscal Research and Advisory Denny Vissaro mengatakan banyak toko konvensional kini beralih berdagang di marketplace. Perpindahan itu membuat para pedagang terdata dalam sistem internal penyelenggara marketplace. Dengan adanya kewajiban pemungutan pajak oleh marketplace, merchant otomatis masuk dalam radar sistem pajak.

"Pedagang yang tadinya berjualan secara konvensional dan sebagian besar tidak bayar pajak, sekarang masuk ke e-commerce. Awalnya mereka bagian dari ekonomi tidak tercatat, kini teridentifikasi dan terdata semua dalam marketplace," katanya dalam seminar Petra Agile & Integrity Forum: Compliance and Sustainability Growth yang digelar Universitas Kristen (UK) Petra, dikutip pada Selasa (1/10/2025).

Denny menjelaskan pemerintah memiliki kewenangan menunjuk marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22. Dasar hukumnya tercantum dalam UU HPP, PMK No. 37/2025, dan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-15/PJ/2025.

Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi kesempatan baik untuk membangun sistem perpajakan yang lebih inklusif. Dengan pemungutan oleh marketplace, jumlah wajib pajak yang tercatat dan masuk sistem akan semakin banyak.

"Dengan digitalisasi ini, ada kesempatan membuat sistem pajak lebih inklusif. Jadi, lebih banyak wajib pajak bisa terdata dan dibantu untuk membayar pajak," tuturnya.

Meski demikian, dia menilai terdapat sejumlah tantangan administrasi dalam implementasi kebijakan tersebut. Misal, membedakan pedagang online dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun dan yang di bawah ambang batas tersebut.

Selain itu, banyak perusahaan besar yang berjualan di marketplace dan sudah melakukan kewajiban pajaknya secara mandiri, kini juga harus dipungut PPh Pasal 22 oleh marketplace. Kondisi ini berpotensi memengaruhi mekanisme pengkreditan pajak mereka.

Denny menekankan perlunya waktu adaptasi bagi marketplace dalam menerapkan kebijakan tersebut. Sebab, setiap platform tentu membutuhkan persiapan infrastruktur sebelum ditunjuk resmi sebagai pemungut pajak.

"Teknis pemungutannya memang tidak mudah. Karena itu, pemerintah memberikan waktu bagi marketplace untuk beradaptasi," katanya.

Usulan Pengaturan PPh dan PPN dalam E-Commerce

Denny mencatat terdapat 3 opsi kebijakan yang dapat membantu mengoptimalkan pemungutan PPh ataupun PPN. Pertama, memberikan edukasi pajak sebagai langkah awal untuk mengenalkan ketentuan perpajakan kepada rekanan pedagang.

Kedua, menyusun rekapitulasi data transaksi. Rekapitulasi data ini bisa menjadi dasar analisis potensi pemungutan PPN dan membantu pengawasan implementasi kebijakan.

Selain itu, rekapitulasi data ini juga membantu rekanan pedagang untuk melaksanakan pencatatan atau pembukuan usahanya. Namun, pemerintah perlu untuk melihat beban biaya yang ditanggung platform marketplace.

Ketiga, pemungutan PPh dan PPN. Kebijakan pemungutan pajak ini bertujuan memudahkan fiskus mengumpulkan penerimaan, dan beban administrasi yang ditanggung otoritas pajak menjadi lebih rendah. Namun, kebijakan ini juga perlu mempertimbangkan pendapat dari pihak penyedia platform marketplace. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.