JAKARTA, DDTCNews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksi transaksi aset kripto terus tumbuh sehingga bakal berdampak pada penerimaan pajak dari sektor tersebut.
Kepala Direktorat Perizinan dan Pengendalian Kualitas Pengawasan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Catur Karyanto Pilih mengatakan nilai transaksi kripto memang fluktuatif. Meski demikian, transaksi kripto pada tahun lalu mulai menunjukan perbaikan.
"Nilai transaksi ini akan ada potensi untuk meningkat. Ini juga dilihat dari sisi perkembangan pajak atas aset keuangan digital, dalam hal ini aset kripto juga cukup tinggi," katanya dalam Edukasi Keuangan dan Pasar Modal, dikutip pada Senin (17/11/2025).
Catur mengatakan transaksi aset kripto menunjukkan lonjakan tajam saat pandemi Covid-19 pada 2020 hingga 2021. Saat pengawasan aset kripto masih di bawah Bappebti pada 2021, transaksi aset kripto mencapai Rp859 triliun.
Meski demikian, transaksi aset kripto sempat menurun saat pandemi mereda. Pada 2024, transaksi aset kripto kembali meningkat hingga menyentuh Rp650 triliun.
Adapun sepanjang Januari hingga September 2025, OJK mencatat transaksi kripto senilai sekitar Rp356 triliun.
Di sisi lain, jumlah konsumen aset kripto hingga September 2025 sudah mencapai 18,61 juta konsumen. Menurutnya, tren jumlah investor aset kripto meningkat hampir 3% setiap bulannya.
Catur menyebut pemerintah dan OJK berupaya mendorong pengembangan industri kripto di dalam negeri. Belum lama ini, pemerintah juga mengubah ketentuan pajak atas transaksi kripto.
"Kebetulan di tahun 2025 ini terkait dengan pajak, Kementerian Keuangan sudah me-nol atas PPN dan hanya mengenakan 0,21% atas PPh, atas transaksi penjualan," ujar Catur.
Pemerintah baru-baru ini menerbitkan 3 peraturan baru mengenai perlakuan pajak atas transaksi aset kripto, yakni PMK 50/2025, PMK 53/2025, dan PMK 54/2025. Ketentuan tersebut mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.
Aset kripto tidak lagi dikenakan PPN karena kini dikategorikan sebagai aset keuangan yang dipersamakan surat berharga. Meskipun demikian, penghasilan yang diperoleh dari transaksi aset kripto tetap dikenai PPh final Pasal 22.
Besaran tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan sebesar 0,21% dari nilai transaksi jika dilakukan melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri. Apabila transaksinya dilakukan melalui PPMSE luar negeri maka tarifnya menjadi 1%.
Sepanjang Januari hingga September 2025, realisasi penerimaan pajak kripto tercatat senilai Rp621,3 miliar. Penerimaan ini terdiri atas PPh Pasal 22 senilai Rp836,36 miliar dan PPN Rp872,62 miliar. (dik)
