JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah sedang menahan diri dengan tidak memberlakukan ekstensifikasi atau perluasan basis pemajakan terhadap berbagai sektor, termasuk ekonomi digital.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan kerangka regulasi yang mengatur mengenai aspek pemajakan di sektor digital sebenarnya sudah rampung. Hanya saja, kebijakannya belum diterapkan.
"Kerangka regulasi terkait dengan pemajakan sektor digital atau digital transaksi, baik itu dalam negeri maupun transaksi digital luar negeri, sebenarnya sudah kami selesaikan," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, dikutip pada Selasa (18/11/2025).
Sebagai contoh, pemerintah telah menerbitkan regulasi mengenai pemungutan PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima pedagang online di dalam negeri yang berdagang di marketplace. Ketentuan ini tertuang dalam PMK 37/2025 serta Peraturan Dirjen Pajak PER-15/PJ/2025.
Meski kedua beleid itu sudah terbit dan dinyatakan berlaku, pemerintah belum mengimplementasikannya secara menyeluruh. Pemerintah juga belum menunjuk penyelenggara marketplace sebagai pihak lain untuk memungut pajak.
Bimo menjelaskan implementasi kebijakan pemajakan di sektor ekonomi digital harus menunggu arahan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Sebab Purbaya telah memberikan instruksi untuk tidak menambah pajak baru sampai ekonomi bisa tumbuh lebih baik.
Beberapa waktu lalu, Purbaya bahkan menyebut ekonomi harus tumbuh minimal 6% dulu sebelum pemerintah boleh menggodok ataupun menerapkan pemungutan pajak ataupun cukai baru lainnya.
"Memang sistem implementasi dan pengadministrasiannya untuk memperluas basis pemajakan itu menunggu perkenaan Bapak Menteri Keuangan karena memang ada arahan untuk ditahan dulu sampai nanti ekonomi membaik," tegas Bimo.
Perihal ini disampaikan Bimo ketika menjawab pertanyaan Anggota Komisi XI Jiddan mengenai strategi ekstensifikasi DJP. Menurutnya, DJP perlu mengoptimalisasi pungutan pajak dari sektor yang selama ini undertax, seperti ekonomi digital dan sektor informal. (dik)
