BERITA PAJAK HARI INI

Kemenkeu Sebut Penggunaan Deposit Pajak Tak Ganggu Postur Penerimaan

Redaksi DDTCNews
Senin, 04 Agustus 2025 | 07.30 WIB
Kemenkeu Sebut Penggunaan Deposit Pajak Tak Ganggu Postur Penerimaan
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Lonjakan deposit pajak dinilai tidak mengganggu postur penerimaan mengingat setiap wajib pajak yang menggunakan deposit telah mengungkapkan rencana penggunaan depositnya. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (4/8/2025).

Maraknya penggunaan deposit pajak oleh wajib pajak telah menimbulkan lonjakan pada penerimaan pajak lainnya. Pada semester I/2025, penerimaan pajak lainnya bertumbuh 1.550,6% dengan nilai realisasi mencapai Rp61,3 triliun.

"Ketika deposit, itu diindikasikan bahwa akan saya [wajib pajak] gunakan untuk bayar PPh Pasal 21, untuk PPh Pasal 25, untuk PPN," kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.

Tingginya pemanfaatan deposit pajak juga tidak mengganggu analisis dan penyajian postur penerimaan berkat disampaikannya informasi rencana penggunaan deposit oleh wajib pajak.

"Jadi untuk kepentingan analisis tidak ada masalah. Kita sudah bisa realokasikan ke jenis pajaknya masing-masing. Dalam preskon APBN sudah kami distribusikan ke seluruh jenis pajaknya sehingga jenis pajaknya tidak terganggu," ujar Yon.

Sebagai informasi, deposit pajak adalah pembayaran pajak yang belum merujuk pada kewajiban pajak tertentu. Deposit pajak adalah fitur baru yang marak dimanfaatkan wajib pajak sejak diimplementasikannya coretax administration system.

Pengisian deposit pajak oleh wajib pajak dapat dilakukan dengan 3 cara, yakni dengan pembayaran melalui sistem penerimaan negara secara elektronik, dengan pemindahbukuan, atau dengan permohonan sisa kelebihan pembayaran pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak.

Dengan menggunakan deposit pajak, wajib pajak bisa terhindar dari sanksi bunga yang timbul akibat keterlambatan pembayaran mengingat tanggal deposit dianggap sebagai tanggal pembayaran pajak.

Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai rencana DJP menunjuk bursa kripto asing sebagai pemungut pajak. Kemudian, ada pula pembahasan tentang pertukaran data tambang untuk optimalisasi penerimaan pajak, serta usulan pengusaha agar PPN ditanggung pemerintah (DTP) juga berlaku untuk pembelian rumah inden.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Deposit Pajak Marak, WP Diminta Segera Pembukuan dan Laporkan ke SPT

DJP meminta seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan pembayaran melalui deposit pajak ke SPT.

DJP menegaskan pelaksanaan pembayaran pajak melalui deposit tidak menggugurkan kewajiban penyampaian SPT. Bila wajib pajak telah membayar pajak melalui deposit tetapi tak menyampaikan SPT, wajib pajak berpotensi dikenai sanksi denda hingga teguran.

"Wajib pajak tetap dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan pelaporan, penerbitan surat teguran, serta tindakan administratif lainnya sebagai bagian dari upaya pengawasan kepatuhan perpajakan," tulis DJP dalam pengumuman yang bisa dilihat pada akun coretax milik wajib pajak. (DDTCNews)

DJP Siap Tunjuk Bursa Kripto Asing Jadi Pemungut PPh

Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) luar negeri dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima penjual aset kripto sehubungan dengan transaksi aset kripto.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan PMK 50/2025 kini mengatur skema pajak perdagangan aset kripto menurut domisili PPMSE (exchanger), baik di dalam maupun di luar negeri. Sebelumnya, pemerintah hanya mengatur transaksi kripto yang diperdagangkan melalui Bappebti atau non-Bappebti.

"Sekarang kita atur platform atau exchanger dari luar negeri kita pungut 1% [PPh Pasal 22]. Tujuannya apa? Ya biar teman-teman kalau beli kripto pakai exchanger dalam negeri saja," katanya. (DDTCNews)

Pajak Kripto Diatur Ulang, Ini Kata DJP Soal Dampaknya ke Penerimaan

Pemerintah telah menerbitkan 3 peraturan baru mengenai perlakuan pajak atas transaksi aset kripto, yakni PMK 50/2025, PMK 53/2025, dan PMK 54/2025.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan ketiga peraturan ini diterbitkan seiring dengan perubahan status aset kripto dari yang awalnya komoditas menjadi aset keuangan digital. Mengenai dampak perubahan ketentuan tersebut terhadap penerimaan, dia menilai akan sangat tergantung pada harga dan transaksi aset kripto.

"Penerimaan pajak akan mencerminkan kondisi yang terjadi. Bisa aja harganya turun. Kalau kripto fluktuatif banget. Jadi akan sangat tergantung di situ," katanya. (DDTCNews, Kontan, CNBC Indonesia, Antara)

Data Tambang Migas dan Minerba Dipertukarkan untuk Optimalisasi Pajak

DJP meneken perjanjian kerja sama (PKS) dengan Ditjen Minerba Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk mengawal penerimaan negara, khususnya dari sektor pertambangan mineral, batu bara, dan migas.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan penandatanganan 2 PKS ini bertujuan mempermudah proses pertukaran data lintas instansi. Dia menilai kerja sama tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor strategis seperti pertambangan dan migas.

"Penandatanganan PKS ini merupakan milestone yang ditunggu sejak awal tahun. Dengan tata kelola yang baik, rekonsiliasi data antara Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan SKK Migas menjadi semakin selaras," ujarnya. (DDTCNews, Tempo, Antara)

REI Usul PPN DTP Juga Berlaku untuk Pembelian Rumah Inden

Real Estate Indonesia (REI) mengusulkan insentif PPN atas rumah DTP 100% juga diberikan untuk pemberian properti inden.

Wakil Ketua Umum DPP REI Bambang Ekajaya mengatakan saat ini PPN DTP hanya untuk unit-unit siap huni sehingga manfaatnya ke penjualan properti lebih banyak dirasakan oleh pengembang besar yang sudah punya banyak stok. Sebaliknya, pengembang menengah ke bawah dengan stok terbatas tentu tak bisa banyak merasakan manfaat insentif pajak ini.

"Tentu tetap dengan persyaratan-persyaratan ketat. Misal, inden maksimal 6 bulan, pengembang punya track record baik, dan termasuk anggota asosiasi terdaftar, sehingga tetap aman untuk pembeli dan pemerintah," ujarnya. (Kontan)

Menyiapkan Strategi Menjegal Rokok Ilegal

Harian Bisnis Indonesia pada hari ini menerbitkan fokus mengenai upaya mengatasi peredaran rokok ilegal yang makin merebak.

Dalam fokus tersebut, tertulis 3 strategi yang disebut-sebut sedang disiapkan pemerintah. Pertama, menerapkan larangan terbatas (lartas) pembelian mesin produksi rokok dengan hanya memberikan izin pembelian mesin kepada pelaku usaha yang memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

Kedua, menambah layer atau pengelompokan golongan produk tembakau untuk kategori sigaret kretek mesin (SKM) dari 2 layer menjadi 3 layer. Ketiga, mengkaji opsi untuk tidak menaikkan tarif CHT untuk beberapa tahun mendatang dengan tujuan memberikan napas bagi pelaku industri.

Kemenkeu belum memberikan penjelasan secara detail mengenai ketiga opsi kebijakan tersebut. Namun, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menegaskan pemerintah terus melakukan aksi dan sinergi bersama instansi terkait lainnya dalam rangka menekan peredaran rokok ilegal yang merugikan dan keuangan negara. (Bisnis Indonesia)

(dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.