BERITA PAJAK HARI INI

Cakupan WPOP yang Wajib Potong PPh atas Sewa Kini Diperluas

Redaksi DDTCNews
Senin, 02 Juni 2025 | 07.30 WIB
Cakupan WPOP yang Wajib Potong PPh atas Sewa Kini Diperluas

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Dirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025 kini memperluas cakupan wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang berkewajiban memotong PPh Pasal 23 atas sewa dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah/bangunan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (2/6/2025).

Merujuk pada pasal 16 ayat (2), wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang harus memotong PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa adalah orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas dan/atau yang menjalankan usaha.

"Wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (i) orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas; dan/atau (ii) orang pribadi yang menjalankan usaha, yang menyelenggarakan pembukuan," bunyi pasal 16 ayat (2) PER-11/PJ/2025.

Dalam aturan sebelumnya, wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas sewa dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah/bangunan diatur dalam KEP-50/PJ/1994 dan KEP-50/PJ/1996.

Dalam kedua kepdirjen tersebut, orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 atas sewa dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah/bangunan adalah, pertama, akuntan, arsitek, dokter, notaris, dan PPAT yang melakukan pekerjaan bebas. PPAT tidak ditunjuk sebagai pemotong bila PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan.

Kedua, wajib pajak orang pribadi dalam negeri juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 4 ayat (2) bila menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

Dengan berlakunya PER-11/PJ/2025 terhitung sejak 22 Mei 2025, KEP-50/PJ/1994 dan KEP-50/PJ/1996 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sebagai informasi, pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah/bangunan harus dibuatkan bukti potong unifikasi oleh pihak pemotong.

Sesuai dengan Pasal 23 UU PPh, tarif PPh Pasal 23 atas sewa adalah sebesar 2% dari jumlah bruto sewa. Adapun penghasilan berupa sewa tanah dan bangunan dikenai PPh final sebesar 10% atas jumlah bruto sewa.

Selain soal cakupan wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang berkewajiban memotong PPh atas sewa, ada pula ulasan terkait wajib pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT serta SPT yang dianggap tidak terdapat lebih bayar. Selain itu, terdapat pula pembahasan mengenai wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dan revisi peraturan tentang impor barang bawaan penumpang dari luar negeri.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

PER-11/PJ/2025 Pertegas WP yang Tak Wajib Sampaikan SPT

PER-11/PJ/2025 turut menegaskan kriteria wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT. Pasal 112 ayat (2) huruf a PER-11/PJ/2025 mengatur wajib pajak orang pribadi yang penghasilan netonya dalam setahun tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT.

"Wajib pajak PPh tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi," bunyi Pasal 112 ayat (3) PER-11/PJ/2025.

Selanjutnya, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas juga termasuk wajib pajak tertentu yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan SPT. Namun, pengecualian tersebut hanya berlaku atas kewajiban pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25. (DDTCNews)

SPT Lebih Bayar Bisa Dianggap Tak Ada Lebih Bayar

PER-11/PJ/2025 juga memerinci ketentuan terkait dengan SPT yang dianggap tidak terdapat lebih bayar.

Jika SPT berstatus lebih bayar dianggap tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud.

"Atas SPT yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan," bunyi pasal 128 ayat (2) PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)

Penegasan Ketentuan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

DJP dalam PER-11/PJ/2025 juga mempertegas ketentuan penggunaan kode dan nomor seri faktur pajak (NSFP) era coretax system.

Kode dan NSFP kini terdiri atas 17 belas digit. Jumlah digit kode dan NSFP tersebut berbeda apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yang hanya terdiri atas 16 digit.

"Kode dan nomor seri faktur pajak....terdiri atas 17 digit, yaitu: a. 2 digit kode transaksi; b. 2 digit kode status; dan 13 digit nomor seri faktur pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak," bunyi Pasal 37 ayat (1) PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)

Nota Dinas DJP Soal Perlakuan PPN dan PPh atas Pengelolaan Rusun

DJP menerbitkan Nota Dinas No.ND-4/PJ/PJ.02/2025 yang salah satunya untuk memperjelas perlakuan PPN dan PPh atas pengelolaan rumah susun.

Penerbitan nota dinas tersebut ditujukan kepada jajaran direktur di lingkungan DJP, kepala kantor wilayah (Kanwil) DJP, kepala kantor layanan informasi dan pengaduan (KLIP), serta kepala kantor pelayanan pajak (KPP).

"Dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam pemenuhan kewajiban perpajakan atas pengelolaan rumah susun, perlu diberikan penegasan terkait perlakuan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai atas pengelolaan rumah susun," bunyi penggalan nota dinas tersebut. (DDTCNews).

Pembentukan BPN Perlu Dibarengi Perbaikan Mendasar

Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Ning Rahayu menilai pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) perlu dibarengi dengan perbaikan mendasar dalam sistem perpajakan nasional.

Ning mengatakan Indonesia membutuhkan kombinasi antara pembentukan BPN dan perbaikan sistem perpajakan nasional untuk meningkatkan rasio pajak. Sebab, Indonesia masih memiliki rasio pajak terendah di kawasan Asean meskipun tren penerimaan negara terus meningkat sejak 2021.

Dia mencontohkan Korea Selatan yang berhasil membentuk Korean National Tax Service (KNTS) pada 2000. Keberhasilan itu terjadi karena Korea Selatan melaksanakan reformasi kelembagaan secara menyeluruh yang meliputi lembaga pajak, penguatan hukum, dan modernisasi sistem berbasis digital. (Bisnis Indonesia)

Revisi Ketentuan Impor Barang Bawaan Penumpang

Pemerintah telah menerbitkan PMK 34/2025 yang merevisi PMK 203/2017 mengenai ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut. PMK 34/2025 akan mulai berlaku pada 6 Juni 2025.

Pokok perubahan PMK 34/2025 antara lain pembebasan bea masuk atas barang bawaan jemaah haji dengan nilai pabean paling banyak FOB US$2.500 per orang untuk setiap kedatangan. Selain itu,  hadiah atau penghargaan dari perlombaan di luar negeri juga mendapat pembebasan bea masuk.

Selain pembebasan bea masuk, atas barang bawaan jemaah haji dan hadiah perlombaan juga tidak dipungut PPN atau PPNBM dan dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor. (DDTCNews)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.