BERITA PAJAK HARI INI

Pelaku UMKM Bersiap Tinggalkan PPh Final 0,5%, Mulai Pakai Tarif Umum

Redaksi DDTCNews
Senin, 24 Maret 2025 | 07.45 WIB
Pelaku UMKM Bersiap Tinggalkan PPh Final 0,5%, Mulai Pakai Tarif Umum

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sepertinya perlu bersiap untuk menjalankan kewajiban pajaknya menggunakan ketentuan umum sesuai dengan Pasal 17 UU PPh. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (24/3/2025). 

Kenapa demikian? Bukankah pelaku UMKM masih memiliki fasilitas PPh final 0,5%?

Ya, betul. Sesuai dengan kebijakan pemerintah, mestinya ada perpanjangan masa berlaku PPh final sebesar 0,5% bagi pelaku UMKM hingga 2025. Kebijakan ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi yang sudah memanfaatkan skema PPh final selama 7 tahun pajak, yakni sejak 2018 hingga 2024. Artinya, ada penambahan masa berlaku 1 tahun.

Namun, hingga saat ini ketentuan teknis atas perpanjangan masa berlaku PPh final UMKM tak kunjung terbit. Karenanya, bagi wajib pajak orang pribadi yang sudah menggunakan PPh final selama 7 tahun maka perlu melanjutkan pemenuhan pajaknya dengan ketentuan umum sesuai dengan Pasal 17 UU PPh. 

"Apabila jangka waktu penggunaan PPh final UMKM sudah berakhir pada 2024, maka harus menggunakan ketentuan umum PPh pada 2025. Mohon berkenan menunggu update ketentuannya," tulis contact center Ditjen Pajak (DJP) saat merespons pertanyaan netizen.

Tidak jelasnya nasib perpanjangan PPh final UMKM juga berimbas pada tidak terbitnya surat keterangan (suket) PP 55/2022 bagi wajib pajak UMKM. 

Suket PP 55 adalah surat yang menerangkan bahwa wajib pajak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yakni maksimal Rp4,8 miliar sesuai dengan PP 55/2022.

Suket PP 55 diperlukan agar wajib pajak UMKM dikenai pemotongan PPh sebesar 0,5% bersifat final ketika bertransaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh.

Presiden Prabowo Subianto sebenarnya sempat mengumumkan sederet paket stimulus pada awal Maret 2025. Sayangnya, perpanjangan PPh final UMKM tidak tercantum dalam materi paparan presiden. 

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan perpanjangan periode PPh final dengan tarif 0,5% selama setahun bagi UMKM orang pribadi ini telah disetujui di internal pemerintah. Namun, kebijakan ini memang tidak termasuk dalam paket stimulus.

"Itu sudah disetujui. Ya, [kebijakan tetap berlanjut]," kata Airlangga pada awal Maret lalu.

Selain informasi mengenai pemenuhan kewajiban pajak bagi pelaku UMKM, ada pula informasi perpajakan lain yang menjadi diulas oleh media nasional. 

Di antaranya, perlunya wajib pajak mendaftarkan rekeningnya di coretax system, menyoal kembali buruknya performa coretax system yang berdampak kepada wajib pajak, seretnya menaikkan tax ratio, hingga ketentuan pemberitahuan norma penghitungan penghasilan bruto (NPPN). 

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Lapor SPT Tahunan, UMKM Bikin Daftar Omzet

Pelaku UMKM juga terikat dengan kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024. Untuk saat ini, kendati coretax system sudah berjalan, pelaporan SPT Tahunan tetap menggunakan DJP Online. 

Bagi UMKM, memang ada fasilitas omzet tidak kena pajak hingga Rp500 juta per tahun. Jika omzet sudah melebihi Rp500 juta maka UMKM perlu menyetorkan PPh final dengan besaran 0,5%. Nah, peredaran usaha atau omzet serta pembayaran PPh final itulah yang perlu disampaikan dalam SPT Tahunan PPh bagi pelaku UMKM. 

DJP menyampaikan, sebelum lapor SPT Tahunan wajib pajak harus membuat daftar omzet atau pendapatan kotor selama tahun 2024, daftar harta, dan utang per 31 Desember 2024. (DDTCNews)

WP Perlu Daftarkan Rekening di Coretax

Wajib pajak yang kelebihan pembayaran pajak perlu memastikan data nomor rekeningnya telah terdaftar pada profil wajib pajak di Coretax DJP. Nomor rekening tersebut diperlukan agar proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak bisa berjalan lancar.

Untuk memastikan data nomor rekening telah terdaftar dan sesuai, wajib pajak bisa mengeceknya melalui modul Portal Saya, menu Profil Saya, dan submenu Detail Bank. Pastikan nomor rekening yang sudah terdaftar dan nama pemilik rekening telah sesuai.

“Dalam hal nomor rekening dalam negeri atas nama wajib pajak belum tersedia pada profil wajib Pajak…, dirjen pajak dapat meminta wajib pajak melakukan pemutakhiran nomor rekening pada profil wajib pajak dalam basis data perpajakan,” bunyi Pasal 155 ayat (3) PMK 81/2024. (DDTCNews)

Cermati Batas Pemberitahuan NPPN

Akhir Maret tidak hanya menjadi batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh orang pribadi, tetapi juga penyampaian pemberitahuan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Untuk itu, wajib pajak orang pribadi yang ingin menggunakan NPPN pada tahun pajak 2025 perlu segera menyampaikan pemberitahuan.

“Wajib pajak orang pribadi yang menggunakan NPPN ... wajib memberitahukan mengenai penggunaan NPPN kepada dirjen pajak paling lama 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan,” bunyi Pasal 2 ayat (1) PER-17/PJ/2015. (DDTCNews)

Menyoal Performa Coretax Sejak Awal Tahun

Harian Bisnis Indonesia menjadikan isu coretax system sebagai headline terdepan. Media ini mengulas buruknya sistem coretax yang membuat kegagalan pembayaran pajak oleh para wajib pajak. Ujungnya, penerimaan negara anjlok 30,2% pada Januari-Februari 2025. 

Dikutip ada dokumen Ditjen Pajak (DJP) yang mengungkap hasil pengujian dan evaluasi coretax system, per Juli 2024 belum seluruh aspek telah melalui kelulusan ujian. Artinya, pemerintah menyadari ada banyak aspek coretax system yang belum siap dijalankan. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti menegaskan bahwa dari hasil evaluasi yang dilakukan pada Maret 2025 telah terjadi peningkatan kinerja sistem. Di antaranya, performa registrasi, penerbitan faktur pajak, dan pelaporan SPT. (Bisnis Indonesia)

Banyak PR untuk Kerek Rasio Pajak

Pemerintah bunya pajak pekerjaan rumah (PR) dalam menaikkan tax ratio. Kondisi perekonomian yang tengah lesu menjadi salah satu faktor penghambatnya. 

Presiden Prabowo Subianto sempat meminta kepada para menterinya untuk mengerek rasio pajak dan rasio penerimaan. Sesuai dengan RPJMN 2025-2029, target rasi penerimaan dipatok 13,75% hingga 18% terhadap PDB. Sementara tax ratio ditargetkan 11,52% hingga 15% terhadap PDB. 

Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi menilai pemerintah perlu bergerak cepat, cerdas, dan konsistem untuk mengejar target tax ratio. Tantangan terberatnya adalah perluasan basis pajak di sektor digital. Pemerintah perlu mengintegrasikan data lintas lembaga termasuk DJP, perbankan, BPJS, dan pemerintah daerah. (Harian Kontan) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.