Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta kepala daerah di 3 provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten untuk menyiapkan skema insentif atau potongan tarif bagi pengguna transportasi publik.
Kebijakan tersebut dinilai perlu dibuat untuk mendorong lebih banyak warga menggunakan transportasi umum. Tujuannya, mengurangi mobilitas kendaraan pribadi yang diharapkan bisa menekan produksi polusi udara.
"Meningkatkan pelayanan transportasi publik. Pada jam macet, diberikan insentif agar masyarakat terdorong beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi massal," bunyi Instruksi Mendagri 2/2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di Wilayah Jabodetabek, dikutip pada Kamis (24/8/2023).
Selain mengenai penggunaan transportasi publik, Inmendagri tersebut juga mengatur sejumlah kebijakan lainnya untuk mengatasi masalah polusi udara di Jabodetabek yang cukup parah.
Di antaranya, imbauan tentang penyesuaian sistem kerja. Sedapat mungkin dilakukan work from home (WFH) sebanyak 50% dan work from office (WFO) 50% bagi ASN dan karyawan BUMN-BUMD. Kemudian, mendorong perusahaan swasta untuk memberlakukan WFH dan WFO dengan persentase dan jam kerjanya menyesuaikan kebijakan masing-masing perusahaan.
Dalam keterangan persnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri Safrizal ZA menjelaskan, Inmendagri 2/2023 ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada rapat terbatas (ratas) terkait peningkatan kualitas udara di kawasan Jabodetabek.
"Pemda [pemerintah daerah] di wilayah Jabodetabek agar mendorong karyawan swasta dan dunia usaha untuk melakukan WFH dan WFO sesuai kebijakan instansi/pelaku usaha terkait," ungkap Safrizal.
Kebijakan pengaturan WFH dan WFO ini diharapkan dapat mengurangi mobilitas yang menyebabkan polusi udara. Ini mengingat sebagian besar masyarakat menggunakan kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor dalam beraktivitas seperti ke kantor.
Menurut Safrizal, pembatasan kendaraan bermotor diberlakukan dengan mengoptimalkan penggunaan moda transportasi massal atau transportasi umum, termasuk penggunaan kendaraan yang tidak beremisi atau kendaraan listrik. Sebab, berdasarkan data yang ada, salah satu faktor penyebab polusi udara di Jabodetabek disumbang oleh sektor transportasi dan industri.
Inmendagri tersebut juga menginstruksikan pemda agar memperketat program uji emisi kendaraan, meningkatkan pengawasan, serta melakukan sosialisasi pemberian kemudahan bagi pengguna kendaraan yang tidak beremisi atau kendaraan listrik.
Selain itu, pemda juga perlu menyosialisasikan mengenai insentif bagi kendaraan listrik seperti pembebasan dari ganjil-genap maupun prioritas parkir atau pengurangan biaya parkir.
Safrizal menjelaskan, upaya pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau dilakukan melalui pelarangan pembakaran sampah secara terbuka, pengendalian polusi dari aktivitas konstruksi, penyiraman jalan untuk mengurangi debu, mengoptimalkan penanaman pohon dan tumbuhan di ruang publik hingga ruang sempit, penggunaan water curtain/green curtain, serta modifikasi cuaca melalui hujan buatan.
"Pemerintah daerah agar mengendalikan pengelolaan limbah industri dengan meningkatkan pengawasan, mendorong penggunaan scubber pada bidang industri, melakukan uji emisi dan pengenaan denda terhadap pelanggar, melakukan peremajaan alat, dan peningkatan energi terbarukan pada industri," ujarnya.
Namun demikian, Safrizal mengatakan bahwa upaya pengendalian polusi udara di Jabodetabek perlu dilakukan dengan memperkuat lini forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda).
Selain itu, perlu juga mengoptimalkan peran satuan polisi pamong praja (satpol PP) dalam penegakan peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada) mengenai pengendalian pencemaran udara.
"Pendekatan kolaboratif dalam soliditas forkopimda menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam implementasi Inmendagri ini di lapangan. Demikian pula halnya faktor pendanaan, di mana pemda yang belum menganggarkan dapat mengusulkan pada perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan pembebanan langsung pada belanja tidak terduga (BTT)," ujarnya.
Safrizal mengatakan, Inmendagri ini mulai berlaku pada tanggal 22 Agustus 2023 hingga waktu yang ditentukan kemudian, berdasarkan hasil evaluasi atas kebijakan yang ditetapkan. (sap)