JAKARTA, DDTCNews - Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Duren Sawit melakukan tindakan penyitaan terhadap 2 rekening milik wajib pajak berinisial M yang diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT CSL pada 23 Juli 2025.
Langkah ini dilakukan setelah M tidak menunjukkan iktikad baik untuk menyelesaikan tunggakan pajaknya sejak 2024. M padahal telah diberikan beberapa kali imbauan dan kesempatan konseling, baik di tingkat KPP maupun kantor wilayah DJP.
“Penyitaan dilakukan setelah sebelumnya KPP Duren Sawit mengirimkan surat permintaan pemblokiran kepada pihak Bank BCA. Total nilai dari rekening yang disita diperkirakan mencapai Rp950 juta,” sebut KPP dikutip dari situs DJP, Rabu (20/8/2025).
KPP Pratama Jakarta Duren Sawit menjelaskan penyitaan merupakan bagian dari upaya penegakan hukum perpajakan sesuai dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) guna memastikan kepatuhan para wajib pajak.
Dalam proses pelaksanaan penyitaan, turut hadir Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Pondok Kelapa Jaimin. Kehadiran pejabat wilayah ini diperlukan karena M tidak hadir untuk memberikan keterangan atau menghadiri proses penyitaan secara langsung.
KPP juga menegaskan bahwa penyitaan merupakan langkah terakhir yang dilakukan DJP setelah berbagai pendekatan persuasif diabaikan oleh wajib pajak.
Sebagai informasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) PMK 61/2023, terdapat serangkaian tindakan dalam penagihan pajak.
Penjualan barang sitaan dilakukan dengan pengumuman lelang dan lelang dan/atau penggunaan, penjualan, dan/atau pemindahbukuan barang sitaan (untuk barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang).
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 PMK 61/2023, pejabat menerbitkan surat teguran setelah lewat waktu 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran utang pajak. Penerbitan dilakukan jika wajib pajak tidak melunasi utang pajak.
Kemudian, jika setelah lewat waktu 21 hari sejak tanggal surat teguran disampaikan penanggung pajak belum melunasi utang pajak, surat paksa diterbitkan. Surat paksa itu diberitahukan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak.
Apabila lewat waktu 2 kali 24 jam sejak tanggal surat paksa diberitahukan penanggung pajak belum melunasi utang pajak, pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Juru sita pajak melaksanakan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak.
Jika lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan penanggung pajak belum melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat melakukan pengumuman lelang atas barang sitaan yang akan dilelang.
Kemudian, jika lewat waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman lelang penanggung pajak belum melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat melakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang negara.
Apabila setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan terhadap barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang, penanggung pajak belum melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat segera menggunakan, menjual, dan/atau memindahbukukan barang sitaan.
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 6 ayat (7) PMK 61/2023, jika telah dilakukan upaya penjualan barang sitaan secara lelang dan/atau penggunaan, penjualan, dan/atau pemindahbukuan barang sitaan, pejabat dapat mengusulkan pencegahan.
Pengusulan pencegahan juga dapat dilakukan setelah tanggal surat paksa diberitahukan tanpa didahului penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan, pelaksanaan penyitaan, atau penjualan barang sitaan. Ketentuan ini berlaku jika:
Jika penanggung pajak telah dilakukan pencegahan, penyanderaan dapat dilakukan dalam jangka waktu paling cepat 30 hari sebelum berakhirnya jangka waktu pencegahan atau berakhirnya jangka waktu perpanjangan pencegahan.
Penyanderaan juga dapat dilakukan setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal surat paksa diberitahukan. Ketentuan ini berlaku jika:
“Atas utang pajak …, wajib pajak dapat mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (3) PMK 61/2023. (rig)