KAMUS PAJAK

Beda PBB-P2 dan PBB-P3

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 12 Juni 2020 | 20:09 WIB
Beda PBB-P2 dan PBB-P3

MEREBAKNYA pandemi corona virus diseases (Covid-19) tidak hanya menjadi pukulan keras bagi perekonomian pemerintah, tetapi juga perekonomian masyarakat. Untuk itu, pemerintah pusat maupun daerah harus sigap memberikan berbagai stimulus.

Pemerintah daerah turut ambil peran dengan memberikan berbagai insentif pajak daerah seperti untuk sektor pajak bumi bangunan (PBB). Bentuk insentif yang diberikan beragam mulai dari pembebasan denda pajak hingga diskon pokok utang pajak. Simak tajuk ‘Musim Puncak Insentif Pajak’.

Namun, hal yang perlu digaris bawahi, keringanan pajak dari pemerintah daerah ini ditujukan untuk PBB sektor perdesaan dan perkotaan atau dikenal dengan PBB-P2. Hal ini berarti keringan tersebut tidak berlaku untuk PBB sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan atau PBB-P3.

Baca Juga:
Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan PBB-P2 dan PBB-P3? Apakah yang membedakan antara keduanya?

Definisi
PAJAK bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan. Pajak ini muncul karena adanya kepemilikan hak, penguasaan, atau perolehan manfaat atas suatu bumi atau bangunan.

Merujuk pada Pasal 1 angka ‘1’ UU PBB, yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Selanjutnya, berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka ‘1’ UU PBB permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.

Baca Juga:
Wah! Ada Hadiah Umrah Gratis untuk Wajib Pajak yang Taat di Daerah Ini

Sementara itu, merujuk pada Pasal 1 angka ‘2’ UU PBB, bangunan diartikan sebagai konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan perairan. Adapun yang termasuk dalam pengertian bangunan di antaranya jalan tol, kolam renang, pagar mewah, dan dermaga.

Seperti telah dijabarkan, secara garis besar terdapat 5 sektor PBB yaitu sektor perdesaan, sektor perkotaan, sektor perkebunan, sektor perhutanan, dan sektor pertambangan. Sebelum diundangkannya UU PDRD, seluruh sektor PBB tersebut pemungutannya menjadi wewenang pemerintah pusat.

Namun, sejak UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) disahkan pada 15 September 2019, pengelolaan PPB terbagi menjadi dua, yaitu pemerintah pusat untuk PBB-P3, dan pemerintah daerah untuk PBB-P2.

Baca Juga:
Banyak Data Tak Valid, Pemda Ini Kesulitan Tagih Tunggakan PBB-P2

Lebih lanjut, merujuk Pasal 1 angka ‘37’ UU PDRD, PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Objek, Tarif, NJOPTKP dam NJKP
SESUAI dengan nama untuk tiap sektornya, yang menjadi objek pajak dari PBB-P2 adalah bumi dan bangunan yang ada di wilayah perkotaan dan perdesaan, misalnya rumah, apartemen, rumah susun, hotel, pabrik, tanah kosong, dan sawah.

Adapun objek PBB-P3 adalah perkebunan, perhutanan, pertambangan dan sektor lainnya. Merujuk Pasal 2 ayat ‘1’ Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 20/PJ/2015, PBB sektor lainnya meliputi perikanan tangkap, budidaya ikan, jaringan pipa, kabel telekomunikasi, kabel listrik dan jalan tol.

Baca Juga:
Lurah, Camat, dan Ketua RT-RW Diminta Pantau Distribusi SPPT PBB

Berdasarkan Pasal 80 ayat (1) UU PDRD, tarif maksimal yang ditetapkan untuk PBB-P2 adalah 0,3%. Tarif PBB-P2 ini dapat bervariasi tergantung kebijakan pemerintah daerah setempat. Sementara itu, merujuk pada Pasal 5 UU PBB, PBB-P3 mempunyai tarif tunggal 0,5%.

Dalam pengenaan PBB terdapat batas nilai yang tidak dikenakan pajak yang disebut nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP). Pasal 77 ayat (4) UU PDRD menyebutkan besarnya nilai NJOPTKP untuk PBB-P2 ditetapkan paling rendah Rp10 juta untuk setiap wajib pajak.

Sementara itu, berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2014 NJOPTKP untuk PBB-P3 ditetapkan sebesar Rp12 juta.

Baca Juga:
Update 2024, Apa Itu BPHTB?

Dalam dasar perhitungan PBB-P2 tidak ada unsur nilai jual kena pajak (NJKP) yang merupakan suatu persentase tertentu dari nilai jual objek pajak (NJOP). Sementara itu, dalam perhitungan dasar PBB-P3 mengenal adanya NJKP.

Merujuk Pasal 6 ayat (3) UU PBB, NJKP ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Berdasarkan Pasal 1 PP No. 25 Tahun 2002 ditetapkan objek pajak PBB sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % dari NJOP.

Sementara itu, untuk objek pajak sektor lainnya NJKP ditetapkan 40% dari NJOP apabila NJOP-nya mencapai Rp1 miliar atau lebih. Untuk objek pajak sektor lainnya dengan NJOP di bawah Rp1 miliar NJKP ditetapkan 20%. Untuk memperjelas, berikut rumus perhitungan PBB-P2 dan PBB-P3.

Baca Juga:
Apa Itu Opsen BBNKB?


Pelimpahan Wewenang
AWALNYA PBB-P2 merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan pemerintah pusat tetapi seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu.

Namun, guna meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, maka paling lambat per 1 Januari 2014 seluruh proses pengelolaan PBB-P2 akan dilakukan pemerintah daerah. Terdapat 4 dasar pemikiran dan alasan pokok dari pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah (Kemenkeu, 2014).

Baca Juga:
Karaoke dan Spa Kena 40%, Ini Tarif Pajak Baru Kabupaten Cilacap

Pertama, berdasarkan teori, PBB-P2 lebih bersifat lokal, visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah (immobile), dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-link principle).

Kedua, pengalihan PBB-P2 diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sekaligus memperbaiki struktur APBD. Ketiga, untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaan PBB-P2.

Keempat, berdasarkan praktik di banyak negara, PBB-P2 atau property tax termasuk dalam jenis pajak daerah (local tax).

Baca Juga:
Manfaatkan! Ada Pembebasan PBB-P2 untuk Warga Miskin

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 180 angka 5 UU PDRD, masa transisi pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah adalah sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2013.

Selama masa transisi tersebut, daerah yang telah siap dapat segera melakukan pemungutan PBB-P2 dengan terlebih dahulu menetapkan peraturan daerah (perda) tentang PBB-P2 sebagai dasar hukum pemungutan.

Sebaliknya, daerah yang belum menetapkan perda PBB-P2 tidak boleh memungut PBB-P2. Artinya, paling lambat 1 Januari 2014 semua pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2 sepenuhnya diselenggarakan pemerintah daerah. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Kamis, 18 April 2024 | 10:05 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Wah! Ada Hadiah Umrah Gratis untuk Wajib Pajak yang Taat di Daerah Ini

Selasa, 16 April 2024 | 18:00 WIB KABUPATEN SUKOHARJO

Banyak Data Tak Valid, Pemda Ini Kesulitan Tagih Tunggakan PBB-P2

Jumat, 12 April 2024 | 08:30 WIB KOTA PEKANBARU

Lurah, Camat, dan Ketua RT-RW Diminta Pantau Distribusi SPPT PBB

BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor

Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online